Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Casmudi Vlog

Peran BPKH RI Menciptakan Ekosistem Haji yang Memperkuat Ekonomi Syariah

Lomba | Tuesday, 16 Nov 2021, 23:40 WIB
Pelaksanaan ibadah haji di kota suci Makkah (Sumber: Reuter)

Ibadah Haji merupakan kegiatan agama Islam paling terkenal di seluruh dunia, yang diadakan setiap tahun. Kecuali, saat Pandemi Covid-19 tahun 2020 dan 2021. Hukum ibadah haji tidak diwajibkan, tetapi hukumnya sunah. Diperuntukan bagi orang memenuhi istithaah, yaitu calon jamaah haji harus mampu secara finansial dan kesehatan.

Meskipun, biaya haji terbilang besar, tidak menyurutkan umat Islam untuk melakukan ibadah haji. Apalagi, jadwal tunggu keberangkatan ibadah haji hingga puluhan tahun. Hal itu dikarenakan 1) antrian haji yang cukup panjang; 2) kuota haji per tahun per negeri terbatas; 3) ibadah haji hanya ada di waktu tertentu; dan 4) Rangkaian ibadah haji jauh lebih panjang.

Jadwal tunggu keberangkatan haji hingga puluhan tahun (Sumber: bpkh.go.id/diolah)

BADAN PENGELOLA KEUANGAN HAJI (BPKH)

Tidak dipungkiri bahwa biaya haji dari tahun ke tahun mengalami kenaikan, dikarenakan faktor inflasi, harga minyak, kurs dolar, kurs riyal Saudi, dan lainnya. Lantas, berapa sih dana yang harus dikeluarkan oleh masyarakat untuk melakukan ibadah haji? Menurut Ketua Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Yuslam Fauzi menuturkan, saat ini biaya riil haji sebesar Rp 72 juta. Sedangkan, biaya yang disetor oleh calon jamaah haji total hanya Rp 35 juta. Dengan rincian, setoran pertama Rp 25 juta dan setoran lunas Rp 10 juta.

Rincian biaya haji menurut BPKH RI (Sumber: bpkh.go.id/diolah)

Selama ini, sisanya disubsidi hasil keuntungan dari pengelolaan dana haji. Hasil keuntungan juga didistribuskan ke rekening maya atau virtual account para calon jamaah haji. Jadi, keuangan haji juga bermanfaat untuk membantu masyarakat melakukan ibadah haji dengan sistem subsidi silang.

Perlu diketahui bahwa dana haji yang terkumpul dari calon Jemaah haji nilainya triliunan. Sebagai informasi, dana haji dari setoran awal dan setoran lunas sebanyak 196.895 jemaah haji reguler yang sudah melakukan pelunasan dana tahun 2020 mencapai Rp7,05 triliun. Sedangkan, dana setoran awal dan setoran lunan dari sebanyak 15.084 jemaah haji khusus mencapai 120,67 juta dolar atau Rp1,7 triliun. Sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Haji, Dana haji diekolal Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) (bpkh.go.id) merupakan badan hukum publik yang dibentuk untuk mewujudkan pengelolaan Keuangan Haji yang optimal dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, rasionalitas, dan efisiensi BPIH, serta untuk kemaslahatan umat Islam. Dana haji yang ada, dikelola oleh lembaga kepercayaan umat secara lebih transparan dan akuntabel. Hal ini dikarenakan BPKH melaksanakan tugas berdasarkan asas/prinsip syariah, kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan, dan akuntabel.

EKOSISTEM HAJI

Miliaran penduduk muslim di dunia, termasuk Indonesia tentu berpeluang menjadikan sebuah ekosistem haji yang luar biasa. Beberapa tahun ini, Indonesia mendapatkan kuota haji lebih dari 220.000 orang, sebagai kontingen haji terbesar di dunia. Bahkan, setiap tahunnya, peminat ibadah haji selalu meningkat jumlahnya.

Jumlah peminat ibadah haji naik setiap tahun membutuhkan sebuah manajemen haji yang lebih baik. Agar, bisa menciptakan sebuah ekosistem haji yang memperkuat ekonomi syariah Indonesia. Menarik, pelaksanaan ibadah haji merupakan ekosistem yang selalu dinamis. Haji mampu meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan, serta kemitraan di dalam dan luar negeri. Bahkan, mengenalkan jati diri bangsa tentang budaya Indonesia ke bangsa lain, melalui komunikasi antar jamaah haji Indonesia dan jemaah haji luar negeri.

Peran lain BPKH dalam menciptakan ekosistem haji yang baik yaitu: mengupayakan skema investasi pada pembangunan fasilitas untuk jemaah haji dan umrah Indonesia sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Kontan.co.id (08/08/2021) merilis BPKH menggandeng PT PP (Persero) Tbk dalam pembangunan dan kepemilikan fasilitas akomodasi melalui proyek Rumah Indonesia di Mekkah, Arab Saudi.

Pengelolaan keuangan haji yang dilakukan BPKH bisa memperkuat ekonomi syariah. Contoh, adanya peraturan pengecualian Pajak Pengahasilan (Pph) bagi BPKH. Berdasarkan ketentuan pada Pasal 45 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 18 Tahun 2021 menegaskan adanya pengecualian pajak penghasilan (Pph) pengelolaan dana haji untuk Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Pengecualian pajak mendorong pengembangan keuangan syariah dan meningkatkan nilai manfaat yang diberikan kepada calon jamaah haji. Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu (Okezone.com, 11/03/2021) menyatakan bahwa insentif pajak akan memberikan dampak positif bagi keuangan syariah. Bahkan, insentif pajak akan mempermudah lembaga Bank Syariah Indonesia (BSI) dalam melakukan pengelolaan dana. Karena, adanya peningkatan yield (keuntungan) yang membuat pengelolaan dana lebih efisien.

Adapun, keuntungan karena adanya insentif pajak yaitu: 1) peningkatan kualitas penyelenggara ibadah haji; 2) adanya peningkatan likuiditas di Bank Syariah (BPS-BPIH) dan Bisnis Investasi Syariah; 3) adanya peningkatan kegiatan ekonomi yang disebabkan oleh peningkatan jumlah Kas Haji, yang bisa diinvestasikan pada instrumen berbasis syariah; 4) ke depannya, Bank Syariah diharapkan bisa bereorientasi kepada Investasi berbasis Syariah.

Selanjutnya, PPh tahun 2020 yang hampir Rp1,49 triliun bisa disalurkan untuk nilai manfaat haji. Nilai manfaat haji tahun lalu sebesar Rp7,4 triliun ditambah dengan Rp1,49 triliun, dari dana yang seharusnya untuk bayar pajak Pph tahun 2020. Sungguh, BPKH memberikan peran besar dalam mengelola dana haji, yang diperoleh dari rakyat dan nilai manfaat kembali untuk rakyat dalam memperkuat keuangan syariah.

Ekosistem haji yang dikelola baik oleh BPKH RI berkontribusi menguatkan ekonomi syariah (Sumber: bpkh.go.id/diolah)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image