Kamis 18 Nov 2021 08:44 WIB

Setelah 56 Tahun, Aziz dan Islam Bukan Pembunuh Malcolm-X

Jaksa Manhattan membebaskan dua terduga pembunuh Malcolm-X dari tuduhan.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Khalil Islam, tersangka ketiga pembunuh Malcolm-X pada 1965.
Foto: AP File
Khalil Islam, tersangka ketiga pembunuh Malcolm-X pada 1965.

REPUBLIKA.CO.ID, MANHATTAN -- Jaksa tinggi Manhattan mengatakan pada Rabu (17/11), sebanyak dua dari tiga orang yang dihukum dalam pembunuhan Malcolm X akan dibebaskan dari tuduhan pada Kamis (18/11). Kedua bersikeras mengaku tidak bersalah sejak pembunuhan 1965 terhadap salah satu pejuang hak-hak sipil Amerika Serikat (AS) yang paling tangguh.

Pengacara dari Innocence Project dan pengacara hak-hak sipil David Shanies menyatakan, penyelidikan ulang selama hampir dua tahun menemukan bahwa pihak berwenang menahan bukti yang mendukung pembelaan dalam persidangan Muhammad Aziz dan mendiang Khalil Islam.

Baca Juga

"Membebaskan orang-orang ini adalah penegasan yang benar dan layak untuk karakter mereka yang sebenarnya," kata Shanies dalam sebuah pernyataan.

Azizi pun mendesak sistem peradilan pidana untuk bertanggung jawab atas kerugian tak terukur yang ditimbulkannya kepadanya. Pengacara Distrik Manhattan Cyrus Vance Jr. berkicau di Twitter bahwa kantornya akan bergabung dengan Shanies dalam meminta hakim untuk membatalkan tuduhan.

"Orang-orang ini tidak mendapatkan keadilan yang layak mereka dapatkan," kata Vance kepada The New York Times yang pertama kali melaporkan perkembangannya.

Salah satu tokoh paling kontroversial dan menarik di era hak-hak sipil, Malcolm X menjadi terkenal sebagai juru bicara utama Nation of Islam (NOI). Dia memproklamirkan pesan organisasi Muslim Kulit Hitam pada saat itu.

Malcolm X mendesak orang kulit hitam untuk mengklaim hak-hak sipil dengan cara apa pun yang diperlukan. Dia menyebut orang kulit putih sebagai 'setan bermata biru' dan mencela rasisme.

Sekitar setahun sebelum kematian, Malcolm X berpisah dari Nation of Islam. Malcolm X keluar dari organisasi setelah terlibat konflik dengan tokoh NOI Elijah Muhammad. Ia dkemudian berziarah ke Makkah, dan kembali dengan pandangan baru tentang potensi persatuan ras. Beberapa orang di Nation of Islam melihatnya sebagai pengkhianat.

Pada usia 39 tahun, Malcolm X ditembak mati ketika memulai pidato di Audubon Ballroom Harlem pada 21 Februari 1965. Aziz, Islam dan orang ketiga, Mujahid Abdul Halim atau dikenal Talmadge Hayer dan Thomas Hagan dihukum karena pembunuhan pada Maret 1966 dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.

Baca juga : Utusan PBB: ISIS Muncul di Semua Provinsi Afghanistan

Hagan mengatakan dia adalah salah satu dari tiga pria bersenjata yang menembak Malcolm X. Namun, dia bersaksi bahwa baik Aziz maupun Islam tidak terlibat.

Aziz maupun Islam kemudian dikenal sebagai Norman 3X Butler dan Thomas 15X Johnson, menyatakan bahwa mereka tidak bersalah dan menawarkan alibi pada persidangan 1966. Tidak ada bukti fisik yang menghubungkan mereka dengan kejahatan tersebut.

"Thomas 15 Johnson dan Norman 3X Butler sama sekali tidak ada hubungannya dengan kejahatan ini," kata Hagan dalam pernyataan di bawah sumpah pada 1977.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement