Jumat 26 Nov 2021 14:51 WIB

Kisah Awal Imigran Mesir di New York

Imigran Mesir disatukan pengalaman sebagai ekspatriat dengan latar belakang beragam

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Esthi Maharani
Kota New York (ilustrasi).
Foto: http://www.bookthedream.com
Kota New York (ilustrasi).

IHRAM.CO.ID, NEW YORK – Salah satu kota di Amerika yang memiliki beragam latar belakang penduduknya adalah New York. Ada banyak beragam cerita tentang imigran yang mengadu nasib di sana, seperti imigran Mesir. Setiap sebulan sekali, Sami Boulos bersama rekan Mesir, biasanya berkumpul di sebuah apartemen di Manhattan.

Acara kumpul juga diselenggarakan di rumah Eks Menteri Perdagangan dan Industri Mesir. Mereka menyajikan makanan Mesir, seperti makanan pokok Mesir, macaroni bechamel. Mereka termasuk di antara imigran Mesir pertama di AS.

Baca Juga

“Ada rasa kebersamaan dan kedekatan karena pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, jumlah imigran Mesir kecil,” kata Sejarawan Mesir di University of Toronto Mississauga Michael Akladios.

Para imigran Mesir dipersatukan oleh pengalaman mereka sebagai ekspatriat dengan latar belakang yang beragam. Boulos baru mulai bekerja untuk Kementerian Pendidikan Mesir sebagai pengawas sekolah di Kairo pada tahun 1951. Kemudian pada tahun 1955, dia ditawari kesempatan untuk melakukan perjalanan ke AS.

Berkat hibah dari Kantor Pendidikan AS, Boulos yang berusia 35 tahun tiba di New York sendirian pada tahun 1957 untuk meraih gelar doktor. Dia meninggalkan keluarganya dan berharap untuk kembali ke Mesir setelah visa migran sementara dua tahun berakhir.

Namun, Boulos memutuskan untuk tinggal permanen. Dia mendapatkan posisi mengajar di Universitas Negeri New York pada tahun 1959 dan mengajukan permohonan visa bagi istri dan anaknya untuk bergabung dengannya.

Akladios memperkirakan ada sekitar 200 orang Mesir di AS, berdasarkan Catatan Layanan Imigrasi Amerika. Mereka saling menyapa melalui telepon atau surat dan tetap berhubungan secara teratur. Bagi mereka yang tidak memiliki kontak langsung di sana, biasanya akan datang dengan surat pengantar dan alamat yang diberikan oleh seorang penatua atau pemimpin agama di Mesir.

Kala itu, surat dan panggilan telepon membuat mereka tetap terhubung dengan Mesir, tetapi Akladios mencatat itu adalah proses yang jauh lebih sulit daripada hari ini. Surat bisa memakan waktu cukup lama dan mereka sering menunggu dengan cemas untuk mendengar berita dari keluarga atau teman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement