Jumat 26 Nov 2021 15:32 WIB

Satai Klatak dan Enam Budaya Bantul Jadi Warisan tak Benda

Penetapan warisan budaya takbenda bisa lebih lestari dan terdokumentasi dengan baik.

Satai klatak
Foto: Republika/Indira Rezkisari
Satai klatak

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Tujuh karya budaya di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda provinsi ini oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Sertifikat Penetapan Warisan Budaya Takbenda DIY dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi tersebut diserahkan langsung Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X kepada Bupati Bantul Abdul Halim Muslih di Gedong Pracimosono Kompleks Kepatihan Yogyakarta.

Baca Juga

"Saya berharap dengan penetapan warisan budaya takbenda ini bisa lebih lestari karena terdokumentasi dengan baik dan para generasi mendatang dapat menelusurinya dengan mudah," kata Bupati Bantul Abdul Halim Muslih dalam siaran pers Pemkab Bantul usai menerima sertifikat.

Sebanyak tujuh karya budaya Bantul yang mendapat pengakuan sertifikat warisan budaya takbenda itu adalah Mie Lethek, Kupatan Jolosutro, Pewarna Alami Yogyakarta, Satai Klatak, Cembengan Yogyakarta, Sholawat Maulid Jawi, dan Nguras Enceh.

Kepala Dinas Kebudayaan Bantul Nugroho Eko Setyanto mengatakan setiap tahun mengajukan nominasi warisan budaya takbenda Indonesia, karena hal itu telah diatur Permendikbud Nomor 106 Tahun 2013 tentang Warisan Budaya Takbenda (WBTb) di Indonesia.

Dia mengatakan salah satu tujuannya untuk perlindungan terhadap semua warisan budaya tak benda termasuk mempromosikan tentang warisan budaya itu, dan yang tidak kalah penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.

"Warisan budaya takbenda yang telah ditetapkan kementerian merupakan suatu kebahagiaan bagi kami, karena dapat menjadi batu pijakan dalam pelestarian dan pengembangan warisan budaya di Bantul," katanya.

Nugroho mengatakan pihaknya terus mengkaji dan menggali potensi karya budaya di Bantul untuk diajukan sebagai WBTb, yang mana dalam kajian itu pihaknya mengacu dengan kriteria WBTb di antaranya yang melambangkan identitas budaya dari masyarakat.

"Jadi sebagai identitas asli masyarakat situ, juga diterima semua masyarakat, dan yang jelas masyarakat masih melestarikan karya budaya yang diusulkan, bahkan karya sudah ada sejak lama, minimal lebih dari satu generasi," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement