DPR-Pemerintah Bahas UU Cipta Kerja pada 6 Desember

DPR bersama pemerintah berencana menggelar rapat kerja (raker) pada 6 Desember.

Jumat , 26 Nov 2021, 16:51 WIB
Suasana sidang putusan gugatan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diajukan kelompok buruh di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (25/11). bersama pemerintah berencana menggelar rapat kerja (raker) pada 6 Desember sebagai tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga
Suasana sidang putusan gugatan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diajukan kelompok buruh di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (25/11). bersama pemerintah berencana menggelar rapat kerja (raker) pada 6 Desember sebagai tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya mengatakan, pihaknya bersama pemerintah berencana menggelar rapat kerja (raker) pada 6 Desember mendatang. Rapat tersebut merupakan tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"Kita akan raker nanti bersama pemerintah tanggal 6 Desember untuk membahas beberapa pokok-pokok, menyimak, mencermati keputusan MK," ujar Willy di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (26/11).

Baca Juga

Salah satu hasil raker tersebut akan berpotensi membentuk tim kerja bersama antara DPR dan pemerintah dalam perbaikan UU Cipta Kerja. Baleg dalam fungsi pengawasannya juga mengingatkan pemerintah untuk tak dulu membuat aturan turunannya hingga perbaikan selesai.

"Jadi DPR tentu akan menjadikan ini catatan, jadi teman-teman ini suatu hal yang wajar saja. Kenapa? Karena ini pengalaman pertama kita dalam membuat undang-undang berupa omnibus law," ujar Willy.

Namun, ia belum dapat memastikan apakah Baleg akan kembali diberi tugas oleh pimpinan DPR dalam perbaikan UU Cipta Kerja bersama pemerintah. Meskipun pada 2020, pihaknya yang diberikan tugas untuk membahasnya.

"Nanti diputuskan di pimpinan, tapi kan selama ini untuk prolegnas itu kan diwakili oleh Baleg dan kemarin Panja, Baleg juga yang membahas," ujar Willy.

DPR, tegas Willy, akan menampung semua aspirasi masyarakat selama perbaikan UU Cipta Kerja yang diberikan waktu selama dua tahun. Termasuk para kelompok buruh, yang sebelumnya terus menyuarakan protes kepada klaster ketenagakerjaan /omnibus law/ tersebut.

"Kami membuka diri seluas-luasnya dari masukan-masukan publik, salah satunya juga serikat terkait UMK, UMP, yang mereka bahas. Jadi tentu kami meminta input seluas-luasnya dari publik," ujar politikus Partai Nasdem itu.

Menteri Hukum dan Ham (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, pemerintah akan menghormati dan mematuhi putusan MK terkait putusan UU Cipta Kerja. MK menyatakan, UU Ciptaker inkonstitusional secara bersyarat dan harus dilakukan perbaikan dalam kurun waktu dua tahun dari putusan.

"Pemerintah akan menghormati dan mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi terkait putusan UU Ciptaker dan tentunya akan melaksanakan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan sebaik-baiknya," kata Menkumham Yasonna.

Dia mengatakan, pemerintah tidak akan menerbitkan aturan baru yang bersifat strategis sampai perbaikan dilakukan. Namun, dia mengatakan, UU Ciptaker tetap berlaku secara konstitusional hingga dilakukan perbaikan paling lama dua tahun sejak putusan dibacakan.

"Pemerintah akan segera menindaklanjuti putusan MK untuk menyiapkan perbaikan UU dan melaksanakan dengan sebaik-baiknya arahan MK lain sebagaimana dalam putusan," kata Yasonna lagi.

Seperti diketahui, putusan MK terkait UU Ciptaker didasarkan pada proses pembentukan yang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945. Sehingga UU tersebut harus dinyatakan cacat formil.

MK menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuatan UU baru atau melakukan revisi. Pembentukan UU juga tidak memegang asas keterbukaan kepada publik.

MK memandang naskah akademik dan rancangan UU Ciptaker tidak dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. Padahal, berdasarkan Pasal 96 ayat 4 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, akses terhadap UU diharuskan untuk memudahkan masyarakat memberikan masukan secara lisan atau tertulis.

MK juga menilai, tata cara pembentukan UU Cipta Kerja tidak didasarkan pada cara dan metode yang pasti, baku, dan standar, serta sesuai dengan sistematika pembentukan undang-undang. Terjadi perubahan penulisan beberapa substansi pascapersetujuan bersama DPR dan Presiden bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan.