Sabtu 27 Nov 2021 12:37 WIB

Bank Sentral Eropa Bakal Setop Pembelian Obligasi Darurat

Inflasi di negara-negara Uni Eropa mencapai 4,1 persen bulan lalu

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Euro logo terlihat di depan Bank Sentral Eropa, ECB di Frankfurt, Jerman. Bank Sentral Eropa (ECB) berencana mengakhiri pembelian obligasi darurat pada Maret 2022 meskipun ada ancaman dari varian baru virus corona dan meningkatnya infeksi.
Foto: AFP PHOTO / DANIEL ROLAND
Euro logo terlihat di depan Bank Sentral Eropa, ECB di Frankfurt, Jerman. Bank Sentral Eropa (ECB) berencana mengakhiri pembelian obligasi darurat pada Maret 2022 meskipun ada ancaman dari varian baru virus corona dan meningkatnya infeksi.

REPUBLIKA.CO.ID, S'AGARO -- Bank Sentral Eropa (ECB) berencana mengakhiri pembelian obligasi darurat pada Maret 2022 meskipun ada ancaman dari varian baru virus corona dan meningkatnya infeksi. Hal itu dikatakan oleh dua pejabat tinggi ECB pada Jumat (26/11).

Otoritas global dan investor bereaksi terhadap varian virus corona baru yang terdeteksi di Afrika Selatan. Uni Eropa dan Inggris di antara mereka yang memperketat kontrol perbatasan ketika para peneliti berusaha mencari tahu apakah mutasi itu resisten terhadap vaksin.

Baca Juga

Hanya saja, Presiden ECB Christine Lagarde dan Wakil Presiden Luis de Guindos keduanya menegaskan kembali harapan mereka Program Pembelian Darurat Pandemi (PEPP) ECB akan berakhir pada Maret, dengan keputusan diharapkan bulan depan. "PEPP akan berakhir seperti yang direncanakan dengan ukuran 1,85 triliun euro (2,1 triliun dolar AS) pada akhir Maret. Kami akan membahas alternatif pada Desember," kata de Guindos dalam sebuah acara di Spanyol, seperti dilansir Reuters, Sabtu (27/11).

Lagarde juga mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Frankfurter Allgemeine Zeitung yang diterbitkan pada Jumat (26/11), bahwa dia berharap untuk berhenti menambah simpanan obligasi PEPP pada awal 2022.

Hanya saja, gubernur bank sentral Spanyol Pablo Hernandez de Cos meminta ECB lebih berhati-hati. "Hari ini, informasi baru telah muncul, yang harus diperhitungkan, dan pembuat kebijakan tidak dapat mengabaikan informasi ini," kata dia.

Berbicara sebelumnya di sebuah acara di Milan, Gubernur Bank of Italy Ignazio Visco juga mengatakan peningkatan jumlah infeksi baru-baru ini mendorong kembali perspektif pasca-Covid-19.

"Ketidakpastian tetap tinggi, terutama mencerminkan situasi kesehatan yang sekali lagi menjadi sumber perhatian yang cukup besar," tambah Visco.

ECB telah memandu agar tidak ada kenaikan suku bunga tahun depan dan beberapa pembuat kebijakan telah menyerukan dukungan berkelanjutan untuk pasar obligasi bahkan setelah PEPP berakhir. De Cos juga mengatakan ECB memiliki alat lain untuk mendukung inflasi di zona euro, seperti skema pembelian obligasi reguler.

"Setelah program pandemi berakhir, mari kita misalkan pada bulan Maret, alat kebijakan moneter lainnya, program reguler kami, operasi pembiayaan jangka panjang, dan suku bunga, siap kami gunakan untuk mencapai inflasi 2 persen secara berkelanjutan, " kata de Cos.

Inflasi di zona euro mencapai 4,1 persen bulan lalu, tetapi ECB memperkirakannya akan turun di bawah target 2 persen pada 2023. De Guindos mencatat tantangan yang terus-menerus, termasuk kemacetan pasokan, tetapi mengatakan tingkat vaksinasi yang tinggi di Eropa membuat prospek lebih menguntungkan daripada di awal pandemi.

"Kami punya faktor pembeda, yaitu vaksinasi," kata de Guindos. "Oleh karena itu saya pikir efeknya terhadap ekonomi akan lebih terbatas, saya relatif optimis."

Dia menambahkan ekonomi telah menunjukkan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan pandemi. Diperkirakan ekonomi zona euro akan tumbuh sekitar 5 persen tahun ini dan juga menguat tahun depan.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement