Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muthi Luthfiyana

Millenial, Arsitek Masa Depan Ekonomi Syariah

Bisnis | Tuesday, 30 Nov 2021, 22:40 WIB
  Foto oleh <a href=Michael Steinberg dari Pexels" />
Foto oleh Michael Steinberg dari Pexels

Ekonomi syariah menjadi harapan baru ditengah krisis global, akibat pandemi Covid-19. Potensi yang besar, daya tahan yang kuat, serta segmentasi pasar yang jelas dan prospek yang terukur membuat ekonomi syariah seperti oase ekonomi. Meskipun keberadaan ekonomi syariah sudah ada sejak lama, tetapi perkembangannya yang pesat dalam dua dasawarsa terakhir kembali menarik perhatian masyarakat global. Industri makanan halal, halal travelling, farmasi – kosmetik, fesyen, keuangan dan perbankan yang menjadi pemain utama dalam ekonomi syariah saat ini mengalami pertumbuhan yang signifikan, bahkan ketika masa pandemi.

Pada tahun 2017, sektor makanan dan gaya hidup halal umat Islam global mencatat pengeluaran mencapai USD 2.1 triliun dan akan bertumbuh mencapai USD 3 triliun pada 2023 (The State of The Global Islamic Economy Report 2018). Industry halal global mencatat pertumbuhan positif 3,2 persen di masa pandemi saat ini (Kemenkeu, 2021). Konsep makanan halal yang hygienic dan sehat serta dapat meningkatkan imunitas, menjadi faktor keberhasilan industry halal food di masa pandemi ini. Konsumen halal food bukan hanya kaum muslim saja, tetapi juga kaum non muslim . Sapta Nirwandar, Chairman Indonesia Halal Life Style Centre mengatakan “Setelah pandemi, tren halal healthy food meningkat drastis karena diyakini dapat meningkatkan imunitas. Di Korea, restoran makanan halal banyak dibuka dengan sebutan healthy organic food sama seperti di Jepang dan Taiwan. Bahkan, negara-negara Eropa juga meyakini halal is a brand dan healthy,” (Kemenkeu, 2021).

Peningkatan juga terjadi pada sektor keuangan dan perbankan syariah, Global Islamic Economic Report 2020 memperkirakan nilai asset keuangan syariah global meningkat menjadi USD 2,88 triliun pada tahun tersebut, jumlah ini meningkat 13,9 persen dibandingkan 2019 yang mencapai USD 2,52 triliun. Sedangkan di Indonesia, asset perbankan mengalami pertumbuhan 15,6 persen pada Mei 2021, dan mencapai nilai Rp 598,2 triliun. Perkembangan juga terlihat di sektor keuangan syariah lainnya seperti fintech syariah, asset fintech syariah di Indonesia mencapai 134 miliar rupiah atau 3 persen dari total asset fintech nasional di bulan Juni 2021. Meskipun terlihat kecil, jumlah ini meningkat 50 kali lipat dalam 2,5 tahun terakhir (Kemenkeu, 2021). Selain mengalami peningkatan, keuangan dan perbankan syariah juga terbukti menjadi industri yang tahan krisis dan mampu bertahan di masa pandemi, disaat yang keuangan konvensional mengalami collapse akibat kredit macet.

Perkembangan ekonomi syariah berjalan seiring dengan perkembangan populasi muslim secara global, hal tersebut dikarenakan konsumen utama produk ekonomi syariah merupakan muslim. Secara global, populasi muslim mengalami perkembangan dan diperkirakan mencapai angka 2,8 miliar pada 2050. Hampir dua pertiga umat islam saat ini berusia kurang dari 30 tahun, atau yang biasa disebut sebagai generasi millennial. Millenials merupakan kekuatan ekonomi paling kuat di abad ini, mereka diperkirakan memiliki daya beli gabungan sebesar USD 2,45 triliun (MEKSI 2019). Sungguh pangsa pasar yang luar biasa. Selain pangsa pasar yang besar, trend hijrah yang menghampiri generasi millennial juga membuat generasi ini lebih aware terhadap produk-produk ekonomi syariah.

Proyeksi pasar yang dibersamai dengan trend hijrah ini tentu tidak bisa dilewatkan begitu saja, termasuk oleh Negara-negara dengan mayoritas penduduk nonmuslim. CNN Indonesia melaporkan jika di tahun 2021, Tiongkok telah menjadi Negara pengeskpor busana muslim terbesar, Australia dan Brasil menjadi pemasok daging halal terbesar di dunia, Korea Selatan sebagai pusat wisata halal dunia. Sedangkan Inggris dikenal sebagai pusat keuangan syariah di dunia. (CNN Indonesia, 2021). Visi Negara nonmuslim untuk menguasai pangsa pasar industry syariah membuat Negara muslim kewalahan. Bahkan dalam daftar 20 besar Global Islamic Fintech Index (GIFT Index) 2020, terdapat delapan Negara nonmuslim (Republika, 2021).

Ironisnya, Indonesia sebagai Negara muslim terbesar justru bukan menjadi pemain utama industri tersebut, melainkan menjadi konsumen terbesar. Fauziah Rizki Yuniarti, Peneliti INDEF dalam webinar Ekonom Perempuan INDEF : Kemerdekaan dan Masa Depan Ekonomi Bangsa, menyayangkan peningkatan posisi Indonesia pada Global Islamic Economy Indicator 2020 dari peringkat 5 menjadi 4 bukan dikarenakan posisi kita sebagai produsen, tetapi menjadi konsumen yang besar.

Ekonomi syariah diharapkan dapat berkontribusi dalam pemulihan ekonomi nasional, akan tetapi dengan posisi sebagai konsumen, kontribusi tersebut menjadi sulit untuk dilakukan. Industri syariah cenderung berpisah antara satu sama lainnya, hal ini menjadi salah satu tantangan dalam ekonomi syariah, maka dibutuhkan penguatan rantai nilai antara industry halal food dengan farmasi – kosmetik, halal travelling, media, fesyen, dan energi serta sumber daya alam yang di dukung oleh keuangan syariah. Hal tersebut dikarenakan konteks ekonomi syariah yang sangat luas, dan memiliki potensi yang sangat besar.

Millenial sebagai konsumen terbesar dan kekuatan ekonomi saat ini, memiliki peran strategis dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia. Hal tersebut dikarenakan, Millenial lah yang nantinya akan memimpin ekonomi syariah dan mampu merubah kondisi kita dari konsumen menjadi produsen. Melalui penguatan rantai nilai yang saling terhubung, dan peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia. Ekonomi syariah diharapkan mampu membawa perubahan yang nyata bagi perekonomian nasional. [M]

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image