Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nizar Ulman

Mengapa Petugas Imigrasi Meminta Syarat Tambahan saat Pengajuan Penerbitan Paspor?

Info Terkini | Thursday, 02 Dec 2021, 13:48 WIB

Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan negara. Pada benak masyarakat, kata imigrasi identik dengan paspor. Bahkan terkadang masih tertukar penyebutannya dengan transmigrasi atau bahkan irigasi. Memang pengurusan dokumen keimigrasian tidak sebanyak orang yang mengurus dokumen kependudukan, sehingga agak cukup asing dengan hal keimigrasian.

Dalam pembuatan paspor masyarakat diharuskan untuk membawa persyaratan yang telah ditentukan dalam peraturan. Dalam Permenkumham nomor 8 tahun 2014 tentang paspor biasa dan surat perjalanan laksana paspor (SPLP), disebutkan bahwa syarat untuk pembuatan paspor biasa baru adalah

a. kartu tanda penduduk yang masih berlaku atau surat keterangan pindah ke luar negeri;

b. kartu keluarga;

c. akta kelahiran, akta perkawinan atau buku nikah, ijazah, atau surat baptis;

d. surat pewarganegaraan Indonesia bagi Orang Asing yang memperoleh kewarganegaraan Indonesia melalui pewarganegaraan atau penyampaian pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;

e. surat penetapan ganti nama dari pejabat yang berwenang bagi yang telah mengganti nama; dan

f. Paspor biasa lama bagi yang telah memiliki paspor.

Dokumen-dokumen tersebut harus memuat nama, tanggal lahir, tempat lahir dan nama orang tua yang sinkron antara satu dokumen dengan dokumen lainnya. Kemudian akan dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan persyaratan yang dilakukan oleh petugas.

Tetapi terkadang petugas meminta syarat tambahan dalam proses permohonan paspor. Hal tersebut dilakukan ketika memang dirasa perlu untuk memberikan keterangan lebih lanjut. Kadang hal ini juga yang menjadi perdebatan dengan pemohon paspor, karena dianggap tidak sesuai dengan peraturan seperti yang tertera sebelumnya.

Petugas imigrasi tidak sewenang-wenang untuk meminta syarat tambahan. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa pemohon tersebut layak untuk diterbitkan Paspornya. Peran dari Imigrasi mengawasi penggunaan paspor agar tidak disalahgunakan untuk aktivitas yang melanggar hukum di Negara manapun WNI berada.

Salah satu isu yang ditemui dalam penyalahgunaan paspor adalah adanya kerawanan Paspor RI yang dapat dipergunakan oleh orang asing. Serta maraknya pekerja migran Indonesia atau lebih akrab disebut tenaga kerja Indonesia yang melakukan pekerjaan secara illegal atau non prosedural di luar negeri sehingga tidak terjamin keamanannya ketika berada di luar negeri. Bahkan beberapa diantaranya rentan untuk menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau korban kejahatan internasional yang terogranisasi.

Untuk melancarkan aksinya, mereka melakukan berbagai modus, seperti pemalsuan dokumen identitas, dokumen tambahan lain dan mengakali pertanyaan petugas wawancara, sampai kerjasama dengan pihak tertentu agar dapat meloloskan permohonan paspornya.

Untuk menghindari hal tersebut, dalam rangka melindungi warga Negara dari segala ancaman, maka petugas imigrasi meminta syarat tambahan untuk memastikan bahwa pemohon tersebut memiliki dokumen yang sah dan pernyataan yang sesuai.

Kasus yang paling mengerikan bagi petugas imigrasi adalah ketika ada orang asing yang mencoba untuk mengajukan permohonan Paspor Republik Indonesia, serta pemalsuan Paspor yang akan berpotensi besar terjadi ketika dilonggarkannya pengawasan mengenai penerbitan Paspor.

Di kantor imigrasi kelas III non TPI Ketapang pernah terjadi adanya pemohon yang kemudian diketahui memegang Paspor Taiwan mencoba mengajukan permohonan Paspor RI secara langsung. Dia diantar oleh neneknya membawa persyaratan lengkap seperti KTP, Kartu Keluarga dan akta lahir asli dibuat oleh disdukcapil setempat. Tetapi terdapat keanehan pada saat dilakukan pendalaman, maka petugas meminta untuk menunjukan ijazah sekolah, sebagai syarat pendukung lainnya. Alhasil yang bersangkutan tidak dapat menunjukan berkas tersebut, kemudian yang bersangkutan tidak begitu lancar berbahasa Indonesia. Kebetulan pada saat itu kepala kantor sedang berkeliling, dan ikut mendalami orang tersebut, setelah menanyakan beberapa pertanyaan kakanim langsung yakin bahwa yang bersangkutan adalah orang asing.

Setelah dilakukan pengambilan berita acara pemeriksaan, maka terbukti jika yang bersangkutan adalah warga Negara Taiwan, yang diantar ibunya ke Kabupaten Ketapang, kemudian dia sudah tinggal lebih dari setahun. Indonesia memperbolehkan untuk anak memiliki kewarganegaraan ganda, tetapi untuk hal tersebut harus adanya pengajuan affidavit kepada dirjen imigrasi, sedang dalam kasus ini anak tersebut tidak diuruskan pengajuan affidavitnya, maka walaupun sudah mempunyai ktp tetapi tetap tidak bisa dianggap berhak memiliki Paspor Republik Indonesia.

Dari kasus tersebut maka dapat dilihat manfaat dari petugas yang meminta syarat tambahan dan melakukan wawancara terhadap pemohon Paspor Republik Indonesia. Hal tersebut merupakan pengawasan terhadap warga Negara Indonesia. Hal itu diatur pula dalam Permenkumham nomor 4 Tahun 2017 tentang Tata Carra Pengawasan Keimigrasian.

Dalam Pasal 2 Permenkumham 4 tahun 2017 pengawasan keimigrasian meliputi pengawasan terhadap WNI dan pengawasan terhadap orang asing. Pengawasan tersebut dapat dilakukan oleh kepala kantor imigrasi dan pejabat imigrasi yang ditunjuk, untuk ranah unit pelaksana teknis. Dijelaskan pula pengawasan keimigrasian terhadap WNI dibagi menjadi dua yaitu pengawasan administratif dan pengawasan lapangan.

Pada pasal 5 Permenkumham tersebut disebutkan bahwa pengawasan adminitratif terhadap WNI dilakukan dengan pengumpulan pengolahan serta penyajian data dan informasi mengenai, pelayanan keimigrasian kepada WNI, pengajuan permohonan DPRI yang dilakukan oleh WNI dan lalu lintas WNI yang masuk atau keluar wilayah Indonesia. Lanjut pada pasal 6 pengawasan administratif dilakukan melalui pemeriksaan dan penelitian berkas atau dokumen secara manual atau melalui Simkim atau Sistem Manajemen Keimigrasian.

Berdasarkan dua peraturan tersebut, dapat dijelaskan bahwa petugas imigrasi bisa meminta syarat tambahan untuk pemohon penerbitan Paspor RI. Dimana syarat tersebut berfungsi sebagai berkas yang meyakinkan petugas bahwa pemohon tersebut memberikan data dan informasi yang sesuai dan asli, tidak membahayakan diri, maupun Negara. Dengan syarat berkas yang diminta harus sesuai dengan keperluan petugas, artinya bukan syarat yang aneh yang malah memicu penyalahgunaan.

Beberapa syarat tambahan tersebut tidak diminta pada setiap pemohon, hanya pemohon Paspor RI yang dirasa belum memberikan keterangan yang cukup layak untuk Paspornya diterbitkan maupun yang dicurigai menjadi pelaku atau korban kejahatan seperti penipuan, penjualan orang, dll. Artinya syarat tersebut hanya berlaku kondisional, sesuai dengan kebijakan yang diberikan oleh Pejabat Imigrasi dan Kepala Kantor Imigrasi pada Unit Pelaksana Teknis.

Pengawasan terhadap WNI tidak hanya ketika permohonan penerbitan Paspor RI, hal tersebut hanya sebuah permulaan. Pengawasan dilanjutkan pada saat yang bersangkutan pergi keluar negeri melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi, ketika sedang diluar negeri sampai dengan kembali ke Indonesia.

Pemberian syarat tambahan bukan semerta-merta menjadi sebuah hal yang ingin mempersulit dalam melayani permohonan penerbitan paspor. Hal ini merupakan sebuah kebijakan yang dilakukan petugas imigrasi dan penerapan aturan berupa pengawasan yang bertujuan untuk melindungi keamanan dari warga Negara Indonesia juga Negara. Selain itu hal ini harus dilakukan untuk melindungi petugas imigrasi jika terjadi sesuatu terhadap pemohon paspor dikemudian hari, kantor imigrasi masih memiliki berkas permohonan dan menjadi bukti kuat bahwa petugas sudah melakukan tugas sesuai dengan aturan yang berlaku.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image