Ahad 12 Dec 2021 00:09 WIB

Telitilah Memilih Pesantren

Pesantren memiliki sejarah panjang yang unik dan kompleks

Hadiyanto Arief
Foto: Dokumen pribadi
Hadiyanto Arief

Oleh : Hadiyanto Arief, Pengasuh pondok pesantren Darunnajah

REPUBLIKA.CO.ID. --- Sebagai pengasuh pesantren terus terang saya pun gusar dengan kasus-kasus yang ramai terjadi di lembaga pendidikan yang oleh media banyak disebut sebagai pesantren,di Bandung tersebut. Terus terang, ini ujian bagi dunia pesantren yang sampai hari ini sebenarnya terus mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai pilihan utama pendidikan putra putrinya.

Momen ini harus diambil hikmahnya agar dunia pesantren, atau lembaga pendidikan manapun bisa terus meningkatkan kualitas pendidikannya.

Membahas pesantren memang tidak sesederhana yang kita bayangkan seperti membahas sekolah umum. Pertama karena sifatnya yang kompleks dan lebih dari sekedar lembaga pendidikan.

Mayoritas pesantren adalah juga lembaga dakwah. Sebagian bahkan juga memiliki fungsi sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat, termasuk dibidang ekonomi. 

Kedua karena memang sejarah pesantren itu sendiri sudah tertulis sejak ratusan tahun bahkan sebelum republik ini berdiri. Sidogiri, Buntet, Tremas, Gontor adalah contoh kecil dari 30 ribuan pesantren yang sudah berusia satu abad bahkan lebih.

Dalam catatan sejarah, semua pesantren tersebut memulainya dari nol. Dari segelintir santri hingga menjadi ribuan santri. 

Pondok Modern Gontor, dalam catatan resmi memulai pada tahun 1926 dengan hanya 9 santri. Pesantren Darunnajah, pesantren di Ibu Kota memulainya dengan hanya 3 santri di tahun 1974. Begitupun yg lain yang memiliki kisah yang mirip mirip.

Jangan bayangkan pondok-pondok tersebut memulainya dengan asrama megah bertingkat seperti gambaran hari ini. Semuanya dimulai di teras rumah kyai pendiri. 

Meminjam teori five forces dari Porter dalam menganalisis industry, entry barrier dari dunia pesantren sejak dulu sangatlah rendah. Siapapun bisa mengaku ulama. Siapapun bisa membuat pesantren. 

Sejarah pesantren sejak dulu memang dimulai dari keberadaan sosok kyai terlebih dahulu. Kyai adalah unsur pesantren yang pertama harus ada. Seseorang yang dipercaya oleh masyarakat sebagai Alim ulama sehingga layak diteladani dan ditimba ilmunya.

Proses itu diikuti oleh unsur yang kedua, santri yang mulai berdatangan menimba ilmu ke kyai tersebut. Sedikit demi sedikit dan mulai menata tempat tinggal, sehingga timbul anasir pesantren selenjutnya seperti masjid, asrama ruang belajar dst. 

Pola ini sudah berabad abad berjalan. Hingga hari ini. Berjalan tanpa ada aturan resmi dari republik yang baru berumur kurang dari 80 tahun ini.

Hal tersebut memungkinkan karena kunci keberadaan pesantren yang sebenarnya adalah kepercayaan masyarakat kepada ulama. Hubungan timbal balik yang tak bisa dipisahkan.

Hubungan yang menjaga keberadaan pesantren. Hubungan emosional bersifat personal yang sulit dicari di model lembaga pendidikan lainnya di dunia.

Hubungan yang ironisnya kadang disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tak bertanggung jawab seperti HW di Bandung. Rawan karena memang mayoritas pesantren juga mensyaratkan santri tinggal di pondokan, atau asrama, kadang jauh dari orangtuanya. 

Keunikan sekaligus kerumitan ini rupanya agak sulit ditangkap fenomenanya oleh pemerintah. Baru pada tahun 2019, jauh setelah 74 tahun merdeka, pemerintah akhirnya mengafirmasi dan mengrekognisi keberadaan pesantren secara legal dalam sebuah peraturan resmi. Pengakuan tersebut diundangkan dalam Undang Undang Pesantren nomor 18 tahun 2019.

Legislasi yang baru berumur jagung itu pun masih banyak yang harus disempurnakan dan oleh sebagian pesantren dianggap tidak mampu menangkap seluruhnya kekhasan pendidikan pesantren.  Peraturan peraturan turunannya saat ini sudah mulai dikerjakan meskipun masih banyak yang harus disempurnakan.

Dalam undang undang yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada 15 oktober 2019 itu sudah ada pasal yang mulai menata syarat syarat pendirian pesantren. Hal ini juga diatur dalam Peraturan Menteri Agama no.30 tahun 2020 yang mengatur lebih lanjut.

Disebutkan dalam PMA tersebut pihak yang bisa mendirikan pesantren selain badan hukum Yayasan, Ormas, bisa juga dilakukan secara perseorangan.

Beberapa unsur pesantren harus ada sebelum bisa mendapatkan izin operasional dari pemerintah termasuk santri yang berjumlah paling sedikit 15 orang. Kurikulum dan dokumen pembelajaran juga menjadi syarat pendirian.

Dalam kenyataannya, syarat pendirian pesantren pun sebenarnya masih banyak diperdebatkan. Itu karena sejarah pendirian pesantren pun sebenarnya  seperti digambarkan di atas, bisa dimulai oleh siapapun di manapun. 

Apalagi jika mengingat variasi dan macam pesantren yang sangat beragam dan terus berkembang. Dua mainstream besar pesantren dalam Undang Undang pesantren adalah pesantren salafiyah (tradisional) dan modern. Tentu saja pengelompokan ini tidak bisa menggambarkan keseluruhan dari variasi dan kompleksitas dunia pesantren yang mengakar di Indonesia ini. 

Dan itulah kenapa saringan tentang kualitas pesantren sekali lagi, kembali ke masyarakat.  

Penting sekali untuk masyarakat benar benar pintar dan teliti memilih pendidikan, termasuk sosok kyai bagi putra putrinya. Jangan sampai tergiur dengan iming-iming biaya murah tanpa mengetahui jeroan dari sebuah lembaga pendidikan.

Menyerahkan putra putri kita tanpa memahami benar benar sosok kyai dan jeroan pondok pesantren sangatlah riskan. Bagai membeli kucing dalam karung.

Tentu saja tidak mudah untuk memahami apa yang ada didalam. Karena memang mayoritas masyarakat lebih cenderung melihat yang tampak dipermukaan termasuk fasilitas fisiknya.

Tapi, justru dengan adanya kasus ini, justru saatnya agar kita mampu menilai lebih dalam sebuah lembaga pendidikan, termasuk pesantren. Program, pola pendidikan, pola pengajaran, kurikulum, ajaran, nilai dan visi dari kyai dan lembaga pendidikan pesantren haruslah menjadi hal yang mulai bisa dipertimbangkan sebelum menitipkan masa depan putra putri mereka di pesantren.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement