Ahad 12 Dec 2021 16:57 WIB

Okupansi Hotel Jatim Terus Mengalami Peningkatan

Saat ini, okupansi hotel di Jatim mencapai 45 hingga 50 persen.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ratna Puspita
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jatim Dwi Cahyono mengungkapkan, okupansi hotel di wilayah terus mengalami peningkatan setelah dilonggarkannya PPKM. Dwi mengatakan, saat ini okupansi hotel di Jatim mencapai 45 hingga 50 persen. Foto: dokumentasi
Foto: ANTARA /ARI BOWO SUCIPTO
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jatim Dwi Cahyono mengungkapkan, okupansi hotel di wilayah terus mengalami peningkatan setelah dilonggarkannya PPKM. Dwi mengatakan, saat ini okupansi hotel di Jatim mencapai 45 hingga 50 persen. Foto: dokumentasi

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jatim Dwi Cahyono mengatakan, okupansi hotel di wilayah terus mengalami peningkatan setelah dilonggarkannya PPKM. Dwi mengatakan, saat ini okupansi hotel di Jatim mencapai 45 hingga 50 persen. 

Artinya, dia mengatakan, industri perhotelan mulai membaik setelah melandainya Covid-19. "Ini bisa kita lihat jumlah pengunjung hotel. Apalagi saat weekend," ujarnya, Ahad (12/12).

Baca Juga

Dwi mengatakan, pelonggaran PPKM memang memperbolehkan pembukaan pusat-pusat perbelanjaan atau mal, pertemuan dengan jumlah terbatas, makan di restoran, hingga pembukaan bioskop. Semua itu, kata dia, berdampak positif terhadap tingkat kunjungan ke hotel.nDwi berharap okupansi hotel terus naik. 

Kendati demikian, ia mengingatkan masyarakat tidak boleh mengendurkan protokol kesehatan. "Prokes ketat harus tetap diterapkan secara disiplin untuk mencegah penularan Covid-19. Harapan kami okupansi hotel meningkat menjadi 55 persen hingga 60 persen," ujarnya.

Dwi mengatakan, sempat adanya kabar penerapan PPKM Level 3 saat natal dan tahun baru, sempat membuat okupansi kembali turun. Penurunannya sekitar 10 persen. "Ini karena banyak yang dibatalkan karena informasi itu," kata dia.

Ia mengatakan, PHRI terus berupaya melakukan langkah-langkah penyelamatan bisnis perhotelan di tengah belum pulihnya ekonomi. Pertama, melakukan efisiensi, yakni pengusaha memilih untuk memberlakukan kebijakan libur tanpa dibayar atau unpaid leave bagi sebagian karyawan.

Selain itu, efisiensi juga dilakukan terhadap sektor energi seperti listrik dan air. Dwi memastikan, jika nanti hotel sudah beroperasi dengan normal, para karyawannya tersebut akan dipekerjakan kembali.

"Sedangkan langkah kedua adalah membuat paket bundling. Kami berusaha kreatif dengan meluncurkan produk-produk yang sesuai dengan kondisi sekarang, misalnya paket bundling tarif hotel sekaligus tes antigen," kata dia.

Dwi menambahkan sektor perhotelan sangat membutuhkan stimulus pemerintah seperti pengurangan pajak. Apalagi, hingga kini pemberian stimulus itu belum berlaku merata. Menurutnya, yang diberikan saat ini hanya berupa keringanan pajak hotel dan restoran, dan hanya berlaku di beberapa daerah saja seperti Kediri, Blitar, dan Madiun.

Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur mencatat Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang pada Oktober sebesar 49,26 persen. Naik 8,07 poin dibandingkan TPK bulan sebelumnya yang hanya 41,19 persen. Kepala BPS Jatim Dadang Hardiwan menyatakan, berdasarkan catatan tersebut mengartikan, pada Oktober 2021, dari setiap 100 kamar yang disediakan seluruh hotel berbintang di Jatim, setiap malamnya antara 49 persen hingga 50 persen dari total kamar telah terjual.

Menurutnya, angka TPK tersebut lebih tinggi 7,17 poin dibandingkan angka TPK hotel berbintang pada Oktober 2020. Dadang mengatakan perkembangan Usaha Jasa Akomodasi TPK merupakan salah satu indikator yang dapat mencerminkan tingkat produktivitas usaha jasa akomodasi.

"Jika TPK besar dan cenderung mendekati 100 persen, maka dapat diartikan bahwa sebagian besar kamar akomodasi laku terjual," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement