Kamis 16 Dec 2021 16:16 WIB

Mayoritas Negara tidak akan Ikut Boikot Olimpiade Beijing

AS, Inggris, Kanada dan Australia memutuskan untuk memboikot olimpiade Beijing.

Rep: Lintar Satria/ Red: Dwi Murdaningsih
 Wanita berpose untuk foto di samping patung skater dengan Cincin Olimpiade di dekat markas besar panitia penyelenggara Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022.. AS, Inggris, Kanada dan Australia memutuskan untuk memboikot olimpiade Beijing.
Foto: EPA-EFE/WU HONG
Wanita berpose untuk foto di samping patung skater dengan Cincin Olimpiade di dekat markas besar panitia penyelenggara Olimpiade Musim Dingin Beijing 2022.. AS, Inggris, Kanada dan Australia memutuskan untuk memboikot olimpiade Beijing.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Komite Olimpiade Internasional (IOC) Thomas Bach mengatakan mayoritas 90 negara yang berpartisipasi dalam Olimpiade Musim Dingin 2022 di Beijing belum mempertimbangkan bergabung dalam gerakan boikot diplomatik. Langkah itu telah diambil Amerika Serikat (AS), Inggris, Kanada dan Australia.  

Empat negara Barat itu mengumumkan tidak mengirimkan delegasi pemerintah ke Olimpiade yang digelar 4 hingga 20 Februari 2020 di Beijing. Alasannya sebagai sikap mereka atas catatan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Cina. Beijing mengatakan langkah merupakan 'sikap politik'.

Baca Juga

Negara-negara Uni Eropa seperti Prancis ingin blok tersebut mengambil respon bersama. Uni Eropa belum memutuskan akan bergabung dalam boikot diplomatik atau tidak karena dikhawatirkan akan merusak hubungan perdagangan dengan China.

"Terdapat negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris dan Australia yang mengambil keputusan itu," kata Bach pada stasiun televisi Jerman, ZDF pada Rabu (15/12) kemarin.

"Beberapa negara, dan tidak hanya beberapa, bila kami katakan terdapat 90 Komite Olimpiade Nasional (NOC) di Olimpide, kemungkinan besar 70 atau 80 NOC yang pemerintahnya yang tidak memberikan pernyataan semacam itu," katanya.  

Bach mengatakan semuanya NOC memiliki satu persamaan yaitu mendukung tim Olimpiade mereka. "Maka atlet-atlet mereka dapat mewujudkan mimpinya di Olimpiade," kata Bach.

Organisasi hak asasi manusia sudah lama mengkritik IOC yang menjadikan China menjadi tuan rumah untuk kedua kalinya setelah Beijing gagal memperbaiki kondisi hak asasi manusia usai Olimpiade Musim Panas 2008.

Pekan mahasiswa Tibet merantai diri mereka di depan kantor pusat IOC di Lausanne, Swiss. Mereka mendesak agar ajang olahraga internasional di Beijing diboikot. Protes yang serupa terjadi dalam upacara obor Olimpiade di Yunani pada bulan Oktober lalu.

"Peristiwa politik yang terjadi pada tahun-tahun itu tidak masuk dalam bagian pengaruh kami, anda tidak bisa menyalahkan IOC dan membuatnya bertanggung jawab atas sesuatu yang tidak bisa berhasil di atas satu generasi atau dua politisi," kata Bach.

"Kami bertanggung jawab pada Pertandingan-pertandingan Olimpiade, mengharapkan pertandingan dapat mengubah sistem politik sebuah negara terlalu berlebihan," tambah Bach, seorang pengacara yang memenangkan medali emas cabang olahraga anggar pada Olimpiade 1976.

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement