Kamis 16 Dec 2021 19:21 WIB

Indonesia Krisis Fragmentasi Otoritas Keagamaan

Kini tengah terjadi fragmentasi otoritas keagamaan di ruang publik.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Muhammad Hafil
Indonesia Krisis Fragmentasi Otoritas Keagamaan. Foto: Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin memberikan sambutan dalam acara Rapat Koordinasi Nasional Unit Pengumpul Zakat (Rakornas UPZ) 2021 di Jakarta, Senin (1/11). Rakornas UPZ ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat, serta meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat terdampak pandemi dan penanggulangan kemiskinan melalui program-program yang sudah di susun satu tahun ke depan.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Indonesia Krisis Fragmentasi Otoritas Keagamaan. Foto: Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin memberikan sambutan dalam acara Rapat Koordinasi Nasional Unit Pengumpul Zakat (Rakornas UPZ) 2021 di Jakarta, Senin (1/11). Rakornas UPZ ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat, serta meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat terdampak pandemi dan penanggulangan kemiskinan melalui program-program yang sudah di susun satu tahun ke depan.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin menyoroti penemuan terbaru yang mengungkapkan bahwa generasi muda Indonesia, mengisi 50 persen lebih dari total populasi, lebih banyak menjadikan sosial media dan media digital sebagai sumber utama untuk mendapatkan ilmu keagamaan. 

“Kini tengah terjadi fragmentasi otoritas keagamaan di ruang publik. Karena fakta bahwa mayoritas generasi muda mengandalkan sosial media sebagai sumber keagamaan beresiko menggeser peran otoritas keagamaan resmi,” kata Kamaruddin dalam acara peluncuran Kantor Majelis Hukama Al-Muslimin cabang Indonesia di Jakarta, Rabu (15/12).

Baca Juga

Dia juga menyebutkan sebuah survei terbaru, yang menemukan bahwa 69 persen konten keagamaan di sosial media merupakan konten Islam konservatif, dan hanya 22 persen saja yang mengandung paham moderat. Sedangkan sisanya adalah konten liberal, 6 persen, dan Islamisme, 3 persen. 

“Artinya konten keagamaan di media sosial yang dominan membawa paham konservatif adalah tantangan bagi Indonesia bahkan dunia, karena Indonesia adalah negara dengan populasi Muslim terbanyak di dunia,” tegas Kamaruddin.

“Jika para pakar keislaman tidak segera bergerak, maka kontes ini kemungkinan besar dimenangkan oleh golongan konservatif yang mendominasi ruang publik,” sambungnya. 

Dia mengatakan, kehadiran Majelis Hukama Al-Muslimin (MHM), yang membawa misi untuk mempromosikan toleransi dan nilai-nilai wasathiyah, sangat tepat untuk membantu membimbing generasi muda Indonesia mendapatkan ilmu agama yang sesuai syariat. “Semoga pembukaan MHM cabang Indonesia  ini dapat berkontribusi untuk memberikan kedamaian dan kesejukan beragama bagi Indonesia,” pungkasnya. 

Sebelumnya, Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri (PPIM UIN) Jakarta meluncurkan hasil survei yang menunjukkan bahwa generasi milenial (usia 25-40 tahun) dan generasi Z (usia 17-24 tahun) menjadi generasi paling banyak menjadikan sosial media sebagai rujukan pengetahuan agama. Dalam penelitian yang mengusung tema ‘Beragama ala Anak Muda: Ritual No, Konservatif Yes’ ini, ditemukan bahwa kedua generasi ini merupakan generasi paling semangat belajar agama di media, namun di sisi lain memiliki tingkat religiusitas yang paling rendah dibanding generasi lainnya, atau paling rendah tingkat kepatuhannya dalam menjalankan ritual keagamaan sehari-hari. 

Temuan ini juga mengungkapkan bahwa generasi milenial merupakan generasi dengan tingkat konservatisme paling tinggi dibanding generasi lainnya. Di sisi lain, generasi Z, meski tingkat konservatismenya lebih rendah dibanding milenial, namun mereka paling rentan terhadap paham agama yang konservatif, karena mereka memiliki intensitas tertinggi dalam mengakses konten keagamaan melalui sosial media. 

Sementara itu, Majelis Hukama Al-Muslimin (MHM) yang dipimpin Imam Besar Al-Azhar Kairo, Syeikh Ahmed Al-Tayeb dan berbasis di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab akan membuka kantor cabang di Indonesia. Peresmian itu dihadiri langsung oleh anggota perwakilan Indonesia sekaligus salah satu dewan pendiri MHM Prof Quraish Shihab, Anggota Komite Eksekutif MHM TGB M Zainul Majdi, Menteri Agama (2014–2019) Lukman Hakim Saifuddin, Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin, Ketua MUI KH Cholil Nafis, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Oman Fathurahman, dai milenial Husein Jakfar Al-Hadar, dan delegasi dari MHM yang datang dari Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.

“MHM cabang Indonesia hadir dalam rangka mempromosikan toleransi Indonesia ke dunia luar, khususnya komunitas Arab. Sehingga, praktik keberagamaan masyarakat Indonesia yang tetap rukun dan harmoni bisa menjadi contoh dan inspirasi,” jelas TGB M Zainul Majdi.

Kantor virtual MHM cabang Indonesia yang didirikan oleh Prof Dr Quraish Shihab dan TGB M Zainul Majdi ini akan dipimpin oleh Dr Muchlis Muhammad Hanafi, dan sudah beroperasi secara virtual sejak September 2021. Rencananya kantor virtual ini akan ditingkatkan menjadi kantor fisik resmi di Indonesia dan berkedudukan di Jakarta.

  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement