Kamis 16 Dec 2021 19:58 WIB

BI Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2021 Bisa Capai 4 Persen

Pertumbuhan ekonomi Indonesia sempat mengalami kontraksi pada kuartal I 2021.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan
Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memproyeksikan hingga akhir tahun 2021, tingkat pertumbuhan ekonomi nasional berada pada kisaran 3,2 persen hingga 4,0 persen. BI menilai penanganan tepat pemerintah terhadap Covid-19 varian delta telah memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional.

"Ekonomi di kuartal IV 2021 tentu kami lihat membaik yang diperkirakan bisa di atas 4,5 persen. Kami akan terus memantau," kata Perry dalam konferensi pers virtual, Kamis (16/12).

Baca Juga

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2021 mengalami kontraksi 0,71 persen. Kemudian kembali ke level positif sebesar 7,07 persen di kuartal II. Sementara itu pada kuartal III turun namun masih positif yakni 3,51 persen.

Perry menjelaskan, terdapat sejumlah indikator perbaikan pertumbuhan ekonomi dari sejumlah indikator. Seperti misalnya peningkatan mobilitas masyarakat di berbagai daerah, penjualan eceran, penguatan keyakinan konsumen, dan serta ekspansi manufaktur.

"Pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh kinerja lapangan usaha, terutama lapangan usaha industri pengolahan, perdagangan, serta pertambangan diperkirakan tetap baik," ujarnya.

Selain itu, terdapat pula faktor dorongan konsumsi swasta, investasi yang meningkat, serta konsumsi pemeirntah, di tengah terjaganya kinerja ekspor. Pada 2022 mendatang, perbaikan ekonomi akan didukung konsumsi swasta yang meningkat dan kinerja ekspor serta belanja fiskal Pemerintah yang tetap terjaga.

Hal tersebut sejalan dengan mobilitas yang terus meningkat, pembukaan ekonomi yang semakin luas, serta stimulus kebijakan yang berlanjut.  Dengan perkembangan tersebut, BI memprakirakan ekonomi domestik 2022 tumbuh lebih tinggi menjadi 4,7 persen-5,5 persen.

Perry menambahkan, arah kebijakan moneter bank sentral akan pro stabilitas. Sementara untuk kebijakan di sektor makroprudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar uang serta ekonomi keuangan inklusif dan hijau tetap didorong untuk tumbuh.

Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Teuku Riefky, dalam analisis makro ekonominya mengatakan, aktivitas ekonomi domestik semakin menunjukkan perbaikan sejalan dengan meningkatkan kepercayaan masyarakat.

Kondisi itu ditunjukkan dari adanya kenaikan inlasi serta indeks keyakinan konsumen dan purchasing manager's index (PMI) manufaktur. "Meski demikian, kenakan kasus baru Covid-19 di beberapa negara akibat varian Omicron yang tampak menyebar lebih cepat menimbulkan risiko global yang sangat tinggi," kata dia.

Riefky mengatakan, pengetatan kembali pembatasan sosial alhasil harus diambil dan membahayakan pemulihan apapun yang telah dilakukan rantai pasok global di seluruh dunia. Di satu sisi, risiko global juga meningkat dalam sebulan terakhir sebagai dampak dari pengetatan kebijakan moneter yang lebih cepat dari kenaikan inflasi.

Karena itu, upaya pemerintah mencegah lebih besar kasus lonjakan Omicron sangat penting. Di satu sisi, ia menilai BI pun perlu menahan suku bunga acuan di level 3,5 persen bulan Desember 2021.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement