Kamis 23 Dec 2021 16:18 WIB

Pariwisata Betlehem yang Terancam Mati

Industri pariwisata di Betlehem tidak lagi berjalan seperti biasanya.

Rep: Puti Almas/ Red: Esthi Maharani
Betlehem, Palestina
Foto: Al-Arabiya News
Betlehem, Palestina

IHRAM.CO.ID, Betlehem menjadi salah satu kota yang menggantungkan perekonomian pada industri pariwisata. Namun, situasi saat ini, di mana pandemi virus corona jenis baru (Covid-19) masih berlangsung membantu krisis terjadi.

Industri pariwisata di Betlehem tidak lagi berjalan seperti biasanya. Bahkan, menjelang Natal pada tahun ini, banyak pertokoan dan bisnis yang tutup, turis tidak terlihat di mana pun, hingga Gereja Nativity yang biasanya ramai dengan kedatangan para peziarah tampak sangat sepi.

Ekonomi Betlehem yang berpusat pada turis adalah salah satu yang paling terpukul oleh pandemi Covid-19, yang sekarang sudah memasuki tahun kedua. Meski situasi wabah menunjukkan sedikit tanda akan mereda, namun ketika bandara ditutup oleh pihak berwenang, ini kembali memberikan pukulan berat lagi ke kota yang berharap musim liburan ini akan berbeda.

Salah satu toko kayu zaitun tertua di Betlehem, dibuka pada 1925, dijalankan oleh pemiliknya Nabil Giacaman. Ia adalah seorang pekerja kayu generasi ketiga dalam bisnis keluarga.

“Kami sedang dihancurkan. Virus ini memiliki dampak yang jauh lebih besar pada kami, terutama karena kami tidak tahu apakah ada akhir yang terlihat,” ujar Giacaman kepada //Middle East Eye//.

Giacaman, seperti semua penduduk Betlehem, pada awalnya berharap penyebaran virus dapat terkendali dan bandara akan dibuka kembali untuk pariwisata, yang sangat diandalkan untuk meningkatkan perekonomian lokal. Namun, harapan mereka pupus dengan cepat, bahkan tak sedikit yang merasa keadaan tak akan pernah membaik.

“Tak ada gunanya membuka toko lagi. Sepanjang hari toko tetap kosong, tidak ada pengunjung atau turis yang masuk. Banyak hari datang dan pergi tanpa kita menjual satu hal pun.”

Keluarga Giacaman telah mengandalkan toko kayunya selama 18 tahun, hingga akhir 2019. Saat ini, tidak ada seorang pun di toko selain Giacaman dan lima pekerja, dan toko tersebut memiliki hutang hingga hampir 250.000 dolar AS, yang membahayakan kelangsungan bisnis mereka.

“Pemerintah dunia memberi kompensasi kepada warga, tapi kami di sini dan kami sendiri, diganggu dengan pajak dan cek dan diharapkan untuk membayar semua pembayaran rutin seolah-olah situasinya normal,” jelas Giacaman.

Di toko lainnya, yang teletak dekat Greja Nativity, seorang pedagang suvenir, Yvene Qanawati hanya melihat-lihat berita melalui gawai iPad miliknya. Lampu toko dimatikan, tidak ada satupun turis atau pengunjung yang memasuki tempatnya sepanjang hari.

“Penyebaran virus telah membuat kita mundur beberapa tahun. Toko tidak lagi memiliki pengunjung dan saya telah kehilangan barang dagangan senilai ribuan dolar,” jelas Qanawati.

Qanawati mengatakan bahwa membuka toko saat ini hanya untuk melestarikan apa pun yang tersisa dari suvenir, meskipun prospek menjualnya kepada wisatawan kini menjadi mimpi. Ia mengatakan bahwa apa yang sangat buruk adalah tidak ada bantuan, kompensasi, atau bahkan perhatian dari pemerintah, di mana dikelola oleh Otoritas Palestina (PA).

“Kami akan kehilangan segalanya jika keadaan tetap seperti ini,” kata Qanawati.

Segalanya juga tidak jauh lebih baik untuk Afteem, salah satu restoran hummus dan falafel tertua di Betlehem, yang terletak di pusat Nativity Church Square dan telah dibuka sejak 1948.

Saliba Salameh, pemilik restoran, berdiri di depan penggorengan, menyiapkannya di depan pelanggan yang diharapkan, yang semuanya adalah penduduk Betlehem. Tapi di dalam restoran, terlihat kondisi yang hampir benar-benar kosong. Salameh, yang telah bekerja di sana selama 40 tahun, mengatakan bahwa hanya ada sedikit turis di restoran itu sejak awal pandemi Covid-19.

"Kami sangat terpukul, dan bisnis kami turun sekitar 70 persen," jelas Salameh.

Salameh mengatakan memiliki harapan tinggi untuk kembalinya pariwisata ke Betlehem tahun ini. Tetapi harapan itu pupus oleh pengetatan pembatasan perbatasan Israel setelah munculnya varian baru Covid-19, Omicron.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement