Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Irgi Saepul

Naik Turunnya APBN Indonesia Pada Masa Pandemi Covid-19

Eduaksi | Thursday, 23 Dec 2021, 08:44 WIB

Telah lebih dari satu tahun pandemi Covid-19 belum mereda hingga saat ini, akan tetapi tidak ada yang tahu sampai kapan pandemi ini akan berakhir. Banyak yang telah direnggut selama pandemi ini terjadi dan terjadinya penurunan di berbagai sektor baik itu dari pendidikan, politik, kesehatan, dan juga sektor ekonomi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan bahwa pada kuartal II tahun 2020 tercata pertumbuhan ekonomi Indonesia minus sebesar 5,32%. Minusnya pertumbuhan ekonomi Indonesia terjadi karena adanya penyebaran virus Covid-19 yang berakibat pada penurunan dari sektor parawisata, industri, perdagangan serta investasi. Hal ini terjadi karena adanya peraturan social distancing yang diberlakukan pada masyarakat guna menekan Covid-19, masyarakat di paksa untuk tetap di rumah yang terjadi adalah dimana perputaran uang yang dilakukan masyarakat terhambat dan menurunnya produksi yang dilakukan oleh produsen. Hal seperti itu yang membuat pertumbuhan ekonomi di Indonesia merosot bahkan hampir seluruh negara yang terjangkit Covid-19 mengalami hal yang sama dengan Indonesia.

Penurunan Pendapatan Negara Indonesia

Saat ini Indonesia sendiri dalam perekonomiannya sedang mengalami zona resesi dikarenakan pertumbuhan kuartal II dan kuartal III tahun 2020. Ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 mengalami kontraksi 5,32% dan untuk kuartal ke III 2020 menteri keuangan telah memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada pada kisaran -2,9% hingga -1%. Meski begitu, pemerintah telah mengantisipasi terjadinya krisis dengan mengalokasikan dana hingga Rp. 695,2 triliun untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Menurut bank dunia sendiri, program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) selama pandemi tersebut berjalan efektif hal itu terbukti dengan bantuan yang berhasil menjangkau sekitar 90 % dari total 40 % kelompok masyarakat dengan kelas menengah ke bawah di Indonesia. Salah satunya terlihat dari penjualan ritel yang berangsur mengalami perbaikan jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Pada mei 2020 indeks penjualan riil berada di angka -20 % dan menjadi -10 %.

Data Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Indonesia (APBN) mencatat pendapatan turun Rp 312,8 triliun atau 15,9 % disbanding kondisi sebelum Covid-19 yaitu tahun anggaran 2019. Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan permintaan tahun 2020 mengalami kontraksi sangat dalam, sementara belanja negara meningkat sangat tinggi saat Covid-19 melanda. Realisasi pendapatan negara pada APBN 2020 sebesar Rp1.647,7 triliun atau 96,9% dari anggaran pendapatan pada APBN TA 2020.

Realisasi pendapatan negara sendiri tercatat dari penerimaan perpajakan Rp 1.285,1 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 343,8 triliun, serta penerimaan hibah sebesar Rp 18,8 triliun. Sedangkan, realisasi belanja pada APBN 2020 mencapai Rp 2.595,4 triliun atau 94,7 % terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1.832,9 triliun, serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 762,5 triliun.

Realisasi pendapatan dan belanja tersebut dikatakan defisitnya mencapai Rp 947,6 triliun pada APBN 2020, akibat dari sisi pendapatan yang menurun dan dari sisi pembelanjaan yang meningkat. Dengan defisit sebesar Rp 947,6 triliun tersebut, pembiayaan neto yang berasal dari pembiayaan dalam negeri sebesar Rp 1.146,8 triliun dan pembiayaan lluar negeri sebesar Rp 46,4 trilun, dengan total pembiayaan neto sebesar Rp 1.193,2 triliun. Dengan pembiayaan neto, terjadi sisa lebih pembiayaan anggaran atau SILPA sebesar Rp 245,6 triliun.

Defisit APBN yang sangat besar ini digunakan untuk menahan kondisi masyarakat dan perekonomian yang mengalami syok luar biasa akibat pandemi Covid-19. Langkah ini merupakan APBN sebagai instrument countercyclical. Dia ekspansif pada saat ekonomi mengalami penurunan.

Pemulihan Pendapatan Negara Indonesia

Sebagai instrument countercyclical, APBN sendiri merupakan instrument utama yang dampaknya sangat luas, baik dalam melanjutkan penanganan di bidang kesehatan, melindungi masyarakat yang rentan, dan upaya dalam pemulihan ekonomi nasional pada tahun 2021. Maka dari itu, APBN 2021 akan melanjutkan kebijakan countercyclical yang ekspansif dan konsolidatif dengan fleksibilitas dalam merespons kondisi perekonomian dan mendorong kebijakan fiskal yang pruben dan berkelanjutan. Prioritas pemulihan nasional pada tahun 2021 tidak hanya fokus kepada bidang kesehatan saja namun pada bidang yang lainnya, seperti pendidikan, teknologi informasi dan komunikasi, ketahanan pangan, perlindungan sosial, infrastruktur dan pariwisata.

Sebagai konsekuensi dari besarnya kebutuhan countercyclical dalam upaya pemulihan ekonomi di tahun 2020 dan 2021 serta upaya dalam penguatan fondasi perekonomian, maka wajar jika defisit APBN pada 2021 masih diperlukan hingga melebihi 3 % dari PDB dengan tetap menjaga kehati-hatian, kredibilitas, dan kesinambungan fiskal. Saat ini pemerintah dan DPR telah menyetujui postur APBN 2021 dengan defisit anggaran terhadap produk Produk Domestik Bruto (PDB) di angka 5,7 % atau sebesar Rp 1.006,4 triliun atau sekitar 6,34 % dari PDB.

Strategi fiskal yang sifatnya ekspansif dalam menjalankan kebijakan countercyclical untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, di tandai dengan peningkatan realisasi pelaksanaan APBN sampai dengan semester I – 2021. Realisasi pendapatan negara mencapai Rp 886,9 triliun atau tumbuh sebesar 9,14 % (yoy) mencapai 50,9 % dari target APBN tahun 2021, sementara realisasi belanja negara mencapai Rp 1.170,1 triliun atau meningkat sebesar 9,38 % dibandingkan periode yang sama dengan tahun lalu. Dengan adanya perkembangan dari APBN tersebut , realisasi anggaran semester I tahun 2021 mencapai Rp 283,2 triliun atau sebesar 1,72 % terhadap PDB. Sementara itu pembiayaan anggaran masih berlangsung dengan sejalannya kebijakan countercyclical yang dilakukan pemerintah pada semester I tahun 2021.

Secara keselulruhan, alokasi program Pertumbuhan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2021 sebesar RP 699,4 triliun meningkat dibandingkan realiasasi program PEN tahun 2020 yaitu sebesar Rp 575,2 triliun. Untuk anggaran pada bidang kesehatan sendiri meningkat signifikan dari realisasi tahun 2020 Rp 62,7 triliun menjadi Rp 193,9 triliun alokasi dalam tahun 2021, difokuskan untuk mendukung program vaksin dan percepatannya, perawatan pasien, dan penguatan penanganan Covid-19 di Daerah. Serta anggaran untuk perlindungan kepada masyarakat dan UMKM dalam bentuk Program perlinsos, Program Prioritas (sebagai jaring pengaman untuk penciptaan lapangan kerja), lalu subsidi bunga UMKM dan Bantuan Pelaku Usaha Mikro tahun 2021 sebesar Rp328,4 triliun, meningkat dibandingkan realisasi tahun 2020 yakni sebesar Rp323,3 triliun. Anggaran untuk mendukung pada dunia usaha meningkat utamanya untuk dukungan pelaku usaha melalui berbagai insentif perpajakan. Realisasi program PEN sampai dengan semester I-2021 sebesar Rp252,3 triliun, atau 36,1 persen dari alokasi.

Pemerintah melalui APBN berupaya keras dalam menangani masalah kesehatan dan memulihkan perekonomian nasional yang membutuhkan biaya sangat besar, pemerintah harus melakukan pengelolaan pembiayaan anggara secara hati – hati dan terarah dengan memanfaatkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) dalam rangka untuk mengendalikan defisit dan mengupayakan penurunan pembiayaan hutang. “Prognosis hingga semester II-2021, sekitar Rp219 triliun pembiayaan lebih rendah dari UU APBN. Ini hal yang bagus, kita mengurangi kenaikan utang yang semestinya Rp1.177 triliun menjadi Rp 958 triliun. Ini terutama karena defisit APBN secara nominal diperkirakan lebih rendah, karena penerimaan negara kita bagus, belanja negara absorbsinya optimal dan kita lihat dari penggunaan SAL yang kita pakai secara optimal dalam situasi saat ini,” jelas Menkeu.

Oleh karena itu, instrument APBN semakin diperkuat dalam merespon dampak negatif dari pandemi Covid-19 yang entah sampai kapan ini akan berakhir. Serta ekspetasi dalam pemulihan ekonomi Indonesia yang harus terus didorong. Namun penanganan Covid-19, terutama akselerasi vaksinasi dan pembatasan mobilitas lah yang akan menentukan laju pemulihan ekonomi ke depan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image