Ahad 26 Dec 2021 02:12 WIB

YLKI: Kota Besar di Jawa-Bali Sudah Pantas Meninggalkan Pertalite

Pemerintah berencana menghapus BBM Pertalite dan Premium.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Pengendara motor mengisi BBM jenis Pertalite di sebuah SPBU Pertamina di Jakarta, Jumat (24/12/2021). Pemerintah berencana menghapus BBM RON 88 Premium dan RON 90 Pertalite sebagai upaya mendorong penggunaan BBM yang lebih ramah lingkungan.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Pengendara motor mengisi BBM jenis Pertalite di sebuah SPBU Pertamina di Jakarta, Jumat (24/12/2021). Pemerintah berencana menghapus BBM RON 88 Premium dan RON 90 Pertalite sebagai upaya mendorong penggunaan BBM yang lebih ramah lingkungan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai rencana pemerintah untuk menghapus bahan bakar minyak (BBM) Premium (RON 88) sudah relevan dan dapat diikuti dengan penghapusan BBM Pertalite (RON 90). Namun, penghapusan tersebut sebaiknya dilakukan berdasarkan wilayah yang sudah dinyatakan siap.

Ketua YLKI, Tulus Abadi, mengatakan, penghapusan Premium sebetulnya bukan hal baru karena pernah akan dilakukan khusus wilayah Jawa-Bali 2017 silam. Namun, lantaran situasi politik, kebijakan tersebut batal dilakukan.

Baca Juga

"Artinya secara psikologis dan ekonomi masyarakat sudah siap karena waktu itu Premium memang sudah mau dihapus diganti dengan Pertalite dan Pertamax," kata Tulus kepada Republika.co.id, Sabtu (25/12).

Dari sisi kuantitas, Premium merupakan bahan bakar yang paling rendah kualitasnya dan tidak sesuai dengan standar Euro II. Karena itu, penghapusan Premium dari konteks perubahan iklim global sudah tepat.

Ia menilai wilayah Jawa-Bali terutama untuk kota-kota besar sudah pantas untuk meninggalkan Premium. Namun, dengan konsekuensi Pertamina harus mampu memasok BBM dengan andal tanpa ada kelangkaan.

"Sementara untuk Pertalite, saya kira bisa selanjutnya setelah Premium ditiadakan," kata dia.

Namun, ia meminta agar kota-kota tertinggal, terdepan dan terluar tetap disediakan bahan bakar Premium. Menginat faktor transportasi dan daya beli yang masih rendah.

Tulus menambahkan, dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, rata-rata telah memiliki standar tinggi BBM yakni Euro IV. Standar itu di Indonesia setara dengan Pertamax Turbo.

Selain dari sisi konteks pelayanan konsumen, ia menilai kemampuan ekonomi masyarakat saat ini mulai membaik terhadap bahan bakar. Masyarakat juga sudah terbiasa menggunakan Pertalite lantaran Premium mulai sulit diperoleh.

Keberadaan Pertamini yang semakin banyak dan menjual Pertalite dan Pertamax lebih mahal dari SPBU resmi pun kian menjadi alternatif pilihan dari masyarakat. Itu, kata Tulus, mencerminkan bahwa soal harga bukan menjadi yang utama tapi efisiensi waktu karena akan lebih cepat ketimbang mengantre di SPBU.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement