Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Sejatinya Setiap Pergantian Tahun Dijadikan Saat Mengkaji Diri Agar Hidup Kita Layak Dihidupi

Agama | Friday, 31 Dec 2021, 07:01 WIB

SUDAH tiga kali pergantian tahun tak ada jeritan suara terompet yang memekakkan telinga pada tengah malam pergantian tahun. Langit tetap gelap tanpa hiasan kembang api pada malam pergantian tahun.

Sorak sorai orang-orang menyambut kedatangan tahun baru pun ikut sepi. Tak ada kerumunan di hotel, di jalan-jalan, atau di pusat keramaian.

Kebanyakan orang dipaksa patuh terhadap peraturan pada masa pandemi Covid-19. Kemungkinan besar penyambutan tahun 2022 pun akan seperti penyambutan tahun 2020 dan 2021 yang berjalan sepi.

Ini harus menjadi bahan pembelajaran dan kedewasaan semua orang dalam menyambut kedatangan tahun baru. Ternyata tanpa gegap gempita dalam menyambutnya pun kita masih dapat menjalani kehidupan ini seirama dengan perjalanan kehidupan kita yang sudah ditentukan-Nya.

Hal terpenting yang harus kita lakukan dalam menyambut kedatangan tahun baru ini adalah melakukan refleksi, merenungi perjalanan kehidupan kita. Perbaikan diri harus menjadi resolusi utama dalam menapak setiap langkah perjalanan tahun baru 2022. Jika meminjam filosofi kehidupan orang Jepang, kita harus melaksanakan kaizen.

Sederhananya kaizen itu upaya memperbaiki diri secara kontinyu. Prinsip ini memberikan pesan agar siapapun, baik diri sendiri secara pribadi, lembaga, maupun perusahaan merasa belum sempurna. Tidak ada hari yang dilewati kecuali ia melakukan evaluasi dan perbaikan diri.

Prinsip lainnya dari kaizen adalah tidak egois. Setelah mengevaluasi dan terus menerus memperbaiki diri, kemudian kebisaaan tersebut ditularkan kepada orang lain. Ia mengajak orang lain untuk mengevaluasi dan memperbaiki diri.

Melakukan evaluasi dan memperbaiki diri sendiri, seraya tidak mengajak orang lain untuk memperbaiki diri, hasilnya akan kurang efektif. Sebab kejelekan orang yang ada di sekitar kita pada akhirnya akan berimbas kepada kebaikan diri kita. Bisa jadi lambat laun kita akan terpengaruh kejelekan orang yang ada di sekitar kita.

“Jika seorang teman Anda tidak tampak selama tiga hari, Anda harus mencari atau menemuinya. Kemudian lihatlah perubahan apa yang telah terjadi pada teman Anda tersebut.” Singkatnya, kita harus bersama-sama memperbaiki kualitas diri dalam menjalani kehidupan ini.

Itulah prinsip utama kaizen yang dituangkan Masaaki Imai (2008) dalam bukunya The Kaizen Power. Meskipun isi buku ini lebih ditujukan untuk meningkatkan perbaikan dan kualitas suatu perusahaan, namun prinsip-prinsipnya dapat diterapkan dalam kehidupan keseharian kita, agar kita bisa memproduksi amal perbuatan yang berkualitas.

Sejatinya kita harus menyadari bahwa filosofi dasar dari kehidupan yang kita jalani ini adalah perubahan. Tak ada yang abadi dari kehidupan kita di dunia ini. Perubahan dan permasalahan hidup selalu datang silih berganti, dan memerlukan solusi yang berbeda dari waktu ke waktu.

Socrates, filosof Yunani mengatakan, “Manusia itu merupakan makhluk yang terus menerus mencari dirinya, makhluk yang setiap saat harus menguji dan mengkaji secara cermat kondisi-kondisi eksistensinya dalam kehidupan.”

Lebih lanjut, ia mengatakan, “Pencarian diri dan pengujian diri itu terjadi dalam konteks sosial, sehingga manusia hanya mungkin sampai kepada pencarian diri dan pengujian diri dan menemukan kualitas dirinya, manakala ia hidup bersama dengan orang lain; berdialog dengan orang lain; menghadapi ujian dan masalah dalam kehidupannya.”

Bukanlah kehidupan yang berkualitas, dan sangat mustahil terjadi, jika selama hidup di dunia, seseorang tidak pernah mendapat ujian dan permasalahan hidup.

“Hidup yang tak pernah diuji dan dikaji adalah hidup yang tidak layak dihidupi” demikian kata Socrates.

Meskipun tidak mutlak sama, kehidupan yang kita jalani ini layaknya sebuah prabrik yang menghasilkan suatu produk. Kualitasnya bisa jelek dan baik. Jika kualitas produknya baik akan mendapatkan keuntungan, sebaliknya jika kualitasnya jelek akan mendapatkan kerugian.

Selama menjalani kehidupan ini, kita harus menghasilkan produk amal. Allah telah memberikan pilihan kepada kita, “apakah diri kita akan memproduksi amal yang baik atau amal yang jelek?” Semuanya akan bermuara kepada untung dan rugi. Produk amal baik bermuara kepada keuntungan (sorga), sementara produk amal jelek akan bermuara kepada kerugian (neraka).

Kehidupan dan kematian yang telah Allah ciptakan merupakan Quality Control, pengujian akan mutu kehidupan kita. Ia menciptakannya sebagai suatu proses pengujian terhadap segala aktivitas kehidupan kita yang bermuara kepada mutu suatu amal.

“(Allah) Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (Q. S. Al-Mulku : 2).

Ujian hidup dalam segala bentuknya akan tetap menyapa kita. Demikian pula amal baik dan amal buruk akan datang silih berganti menghiasi aktivitas kehidupan kita. Manusia yang baik bukanlah manusia yang tak bernah berbuat khilaf, namun manusia yang terbaik adalah manusia yang senantiasa mengkaji kualitas dirinya. Jika ia menemukan kekurangan, kekhilafan dalam dirinya, ia segera memperbaiki perbuatannya.

Manusia yang baik adalah manusia yang senantiasa meningkatkan kualitas amalnya setiap hari. Amalnya dari hari ke hari semakin ditingkatkan untuk menutupi kekurangan atau kejelekan perbuatan yang telah dilakukan sebelumnya. Karenanya, sangatlah arif jika setiap saat kita mengevaluasi amal ibadah kita, apakah kualitasnya semakin baik atau semakin menurun?

Intinya, kita harus melakukan pengkajian dan perbaikan diri. Jatuh bangunnya diri kita dalam menghadapi segala permasalahan kehidupan, amal baik yang kita perbuat, bahkan dosa yang telah kita perbuat harus berujung kepada kebaikan.

Amal baik berujung dengan pahala, dan dosa yang telah kita perbuat harus berujung kepada taubat, memohon ampun kepada-Nya. Jika semua ini kita lakukan, insya Allah pengkajian dan perbaikan diri akan bermuara kepada ujung yang kita dambakan yakni, khusnul khatimah. Kehidupan yang bermuara kepada kebaikan di akhir hayat kita.

“Barang siapa hari ini lebih baik dari kemarin, maka ia beruntung. Barang siapa hari ini sama seperti kemarin, maka ia merugi. Barang siapa hari ini lebih buruk dari kemarin, ia celaka.” (H. R. Abu Nu’aim).

Terlepas dari perbedaan pendapat para pakar hadits terhadap derajat atau kualitas hadits tersebut, di dalamnya ada nilai-nilai baik yang tidak bertentangan dengan ayat al Qur’an maupun hadits. Nilai-nilai tersebut adalah ajakan untuk selalu mengkaji dan memperbaiki kualitas diri.

Entah berapa tahun lagi kita akan masih diberi kesempatan hidup di dunia ini, karenanya memasuki tahun 2022 ini kita harus menjadikannya sebagai kesempatan untuk melakukan perubahan, hijrah menuju kehidupan yang lebih baik.

Sudah menjadi suatu keharusan, kita tidak melakukan suatu perbuatan yang sama dengan kualitas yang semakin menurun. Karenanya, sejatinya setiap pergantian tahun dijadikan saat mengkaji diri agar hidup kita layak dihidupi.

Ilustrasi : Pergantian Tahun 2021 ke 2022 (sumber gambar : motivatorindonesia.net)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image