Ahad 02 Jan 2022 21:37 WIB

Kadin Protes Larangan Ekspor Batu Bara

Kadin menyayangkan kebijakan sepihak pemerintah terkait larangan ekspor batu bara.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Fuji Pratiwi
Ketua Kadin Arsjad Rasjid. Kadin meminta pemerintah meninjau ulang larangan ekspor batu bara.
Foto: ANTARA/JOJON
Ketua Kadin Arsjad Rasjid. Kadin meminta pemerintah meninjau ulang larangan ekspor batu bara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi melarang ekspor batu bara sejak 1 Januari hingga 31 Januari 2022.

Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendukung pasokan batu bara domestik untuk pasokan listrik nasional. Namun, Kadin menyayangkan kebijakan sepihak dan tergesa-gesa yang diambil pemerintah terkait dengan larangan ekspor batu bara.

Baca Juga

"Pemerintah berupaya memulihkan perekonomian nasional ini tidak sendirian, tapi bersama-sama pelaku usaha. Ada peran penting pelaku usaha dalam memulihkan ekonomi nasional di masa pandemi. Jadi kami sangat berharap, setiap kebijakan pemerintah yang berdampak pada dunia usaha dan perekonomian nasional seperti larangan ekspor batu bara ini harus dibicarakan bersama," kata Arsjad, Ahad (2/1).

Terkait klaim langkanya pasokan, hasil penelusuran Kadin Indonesia, kata Arsjad, tidak semua PLTU grup PLN termasuk IPP mengalami kondisi kritis persediaan batu bara. Selain itu pasokan batu bara ke masing-masing PLTU, baik yang ada di bawah manajemen operasi PLN maupun IPP, sangat bergantung pada kontrak-kontrak penjualan atau pasokan batu bara antara PLN dan IPP dengan masing-masing perusahaan pemasok.

"Anggota Kadin Indonesia banyak yang merupakan perusahaan pemasok batu bara dan mereka telah berupaya maksimal untuk memenuhi kontrak penjualan dan aturan penjualan batu bara untuk kelistrikan nasional sebesar 25 persen yang sebagaimana diatur dalam Kepmen 139/2021, bahkan telah memasok lebih dari kewajiban DMO tersebut sesuai harga untuk kebutuhan PLTU PLN dan IPP," jelas Arsjad.

Arsjad meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan ini. Pasalnya, banyak perusahaan batu bara nasional yang juga terikat kontrak dengan luar negeri. Selain itu, kebijakan ini akan memperburuk citra pemerintah terkait dengan konsistensi kebijakan dalam berbisnis.

"Nama baik Indonesia sebagai pemasok batu bara dunia akan anjlok. Selain itu, upaya kita untuk menarik investasi, memperlihatkan diri sebagai negara yang ramah investor dan iklim berusaha yang pasti dan dilindungi hukum akan turun reputasinya. Minat investor di sektor pertambangan, mineral dan batu bara akan hilang, karena dianggap tidak bisa menjaga kepastian berusaha bagi pengusaha," jelas Arsjad.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement