Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Al Qur’an telah Memberikan Isyarat Sistem Perhitungan Tahun

Agama | Monday, 03 Jan 2022, 02:15 WIB

HARUS benar-benar diyakini setiap muslim, kebenaran yang terdapat Al-Qur’an itu bersifat mutlak. Bagi seorang muslim harus menundukkan segala kemampuan akalna terhadap kebenaran yang telah digariskan Al-Qur’an.

Siapapun orangnya yang mengaku muslim tak memiliki kewenangan untuk mengutak-atik Al-Qur’an untuk disesuaikan dengan kehendak atau keinginan akal. Namun demikian, Allah telah menggariskan, kita diberi keleluasaan untuk menggali ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk membuktikan kebenaran dan kemuliaan Al-Qur’an.

Satu lagi yang perlu digarisbawahi, Al-Qur’an tidak anti terhadap sains atau ilmu pengetahuan, malahan beberapa dasar sains yang berkembang pada saat ini baik secara tersurat maupun tersirat telah digariskan dalam Al-Qur’an. Salah satu isyarat keilmuan yang digariskan dalam Al-Qur’an adalah sistem perhitungan tahun.

Isyarat tersebut salah satunya terdapat dalam Q. S. Al Kahfi : 25. “ dan mereka tinggal dalam goa selama tiga ratus dan ditambah sembilan tahun.”

Ayat tersebut berkisah tentang tujuh orang pemuda yang berasal dari bangsawan Romawi Timur. Awalnya mereka tidak saling mengenal, kemudian Allah mempertemukan mereka karena kesamaan visi dan misi mereka, yakni memperjuangkan tauhid, keimanan kepada Allah.

Mereka hidup di bawah kekuasaan seorang raja bernama Diqyanes yang dalam bahasa Romawi terkenal dengan sebutan Decius, seorang raja lalim yang tidak memperkenan penduduknya menyembah Allah. Tak segan-segan, ia menghukum tanpa ampun kepada siapapun yang tidak mentaati segala titahnya.

Suatu ketika, ia mendengar informasi ada sekelompok pemuda yang berdakwah, mengajak penduduk negerinya untuk beriman kepada Allah, dan meninggalkan menyembah berhala yang sudah lama dilakukan para penduduk atas perintah raja. Mendengar informasi tersebut, ia marah sekali, dan memerintahkan para bawahannya untuk segera menangkap, menghukum, dan menghabisi gerakan tersebut.

Beberapa orang yang simpati kepada mereka segera memberi informasi dan menyarankan agar mereka segera pergi agar tak tertangkap penguasa. Mereka pun segera pergi jauh meninggalkan kota tempat tinggalnya.

Singkat cerita, setelah lelah melakukan perjalanan jauh, mereka hendak beristirahat. Ketika mereka berjalan mencari tempat berteduh, mereka menemukan sebuah goa. Kemudian mereka masuk dan berteduh di dalamnya. Saking teduh dan nikmatnya beristirahat, mereka tertidur pulas.

Setelah sekian lama tertidur, kemudian Allah membangunkan mereka. Satu persatu mereka bangun. Setelah semuanya siuman, mereka saling bertanya “Berapa lama kita tidur? Nikmat sekali rasanya.”

Salah seorang dari mereka menjawab, “Ah paling juga sehari atau setengah hari.” Kemudian salah seorang dari mereka menyuruh beberapa orang diantaranya keluar dari goa untuk mencari makanan. Mereka keluar sambil membawa koin untuk membeli makanan. Sesampainya di tempat penjualan makanan, semua orang terkejut, sebab koin yang mereka bawa hanya berlaku ratusan tahun silam.

Mereka merasa heran, dan segera kembali ke goa. Sesampainya di goa, mereka menceritakan peristiwa yang terjadi di tempat penjualan makanan. Mereka baru menyadari telah tinggal di goa tersebut selama ratusan tahun, “300 tahun ditambah 9 tahun”.

Kelompok pemuda tersebut terkenal dengan sebutah Ashab Al-Kahfi, para penghuni goa. Aktifitas mereka Allah abadikan menjadi nama salah surat dalam al Qur’an, yakni surat Al-Kahfi.

Banyak mufassir yang membedah makna dari frasa “300 ditambah 9 tahun”. Hampir kebanyakan mufassir sepakat, yang dimaksud dengan 300 ditambah 9 tahun adalah lamanya para pemuda tinggal di dalam goa, yakni antara 300 – 309 tahun. Namun, angka 300 dan 9 memuculkan beragam penafsiran.

Sebagian mufassir mengatakan, yang dimaksud dengan 300 tahun adalah ukuran lamanya Ashab Al-Kahfi tinggal di dalam goa tersebut berdasarkan hitungan tahun syamsiyah, yakni sistem penanggalan berdasarkan revolusi bumi mengelilingi matahari. Penanggalan yang menggunakan sistem ini salah satunya adalah tahun Masehi. Sementara 309 tahun merupakan ukuran lamanya Ashab Al-Kahfi tinggal di dalam goa berdasarkan tahun qomariyah, yakni sistem penanggalan yang dihitung berdasarkan gerakan sinodis bulan mengelilingi bumi. Salah satu penanggalan yang menggunakan sistem ini adalah tahun Hijriyah.

Telah disepakati bahwa dalam satu tahun syamsiyah (masehi) terdapat 365-366 hari, sementara dalam tahun qamariyah (hijriyah) terdapat 355 – 356 hari. Dengan demikian, terdapat selisih 10 -11 hari antara jumlah hari dalam tahun masehi dan tahun hijriyah.

Jika dihitung secara astronomis, jumlah hari dalam satu tahun syamsiyah (masehi) adalah 365 hari, 5 jam, 48 menit, 45,5 detik. Jika dikonversikan ke dalam hitungan hari, 5 jam, 48 menit, 45,5 detik setara dengan 0,25 hari. Dengan demikian, jumlah hari dalam satu tahun masehi tepatnya adalah 365,25 hari.

Dalam rentang waktu 300 tahun terdapat selisih jumlah hari 300 tahun x 11 (hari) = 3.300 hari. Jika jumlah hari tersebut dikonversikan ke dalam bilangan tahun syamsiyah, hasilnya adalah 3.300 hari dibagi 365,25 hari setara dengan ± 9 tahun.

Berdasarkan hitungan secara astronomis tersebut, frase “300 ditambah 9 tahun” dapat disimpulkan, 300 tahun merupakan ukuran lamanya tinggal Ashab Al-Kahfi dalam goa berdasarkan hitungan tahun syamsiyah (masehi), sementara 309 tahun merupakan ukuran lamanya tinggal Ashab Al-Kahfi dalam goa berdasarkan hitungan tahun qomariyah (hijriyah).

Para mufassir yang berpendapat bahwa frase “300 ditambah 9 tahun” merupakan isyarat perhitungan tahun syamsiyah dan qomariyah diantaranya Syeikh Muhammad Thahir Ibnu ‘Asyur dalam karyanya Tafsir at Tahrir wa Tanwir, Juz XV, hal. 300; Dr. Wahbah Zuhaily dalam karyanya Tafsir Munir fi al ‘Aqidah wa Syari’ah, Juz 8, hal 250; dan Kementeriaan Agama RI dalam Tafsir Ilmi, hal. 55, Waktu dalam Persfektif Al Qur’an dan Sains.

Sementara Syaikh Muhammad Shalih al ‘Utsaimin ketika menafsirkan surat Al-Kahfi : 25 dalam karyanya Tafsir al Qur’an al ‘Adhim, Tafsir Surat Al-Kahfi, halaman 49 mengatakan, pendapat yang menyatakan 300 tahun merupakan hitungan berdasarkan tahun syamsiyah dan 309 tahun merupakan hitungan berdasarkan tahun qamariyah merupakan pendapat yang lemah. Alasannya, dalam al Qur’an hanya terdapat satu hitungan waktu dan penanggalan, yakni berdasarkan hitungan hilal atau bulan seperti disebutkan dalam surat al Hajj : 22.

Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, satu hal yang perlu dicatat, Al-Qur’an telah memberikan garis-garis besar dasar ilmu pengetahuan yang bisa kita kembangkan. Tentu saja dengan catatan, ilmu yang kita kembangkan tersebut tidak menyalahi ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Kita hanya sebatas menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan kemampuan olah pikir kita yang didasari keilmuan, baik dari A- Qur’an itu sendiri, Al Hadits, maupun sains.

Satu hal terpenting yang perlu kita tanamkan di hati kita adalah kita hanya diberi keleluasaan menafsirkan Al-Qur’an sesuai dengan kemampuan kita, sedangkan yang maha mengetahui akan maksud-Nya yang paling tepat, hanyalah Allah swt. Wallahu A’lam.

Ilustrasi : Goa Ashab Al-Kahfi (sumber gambar : republika.co.id)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image