Kamis 06 Jan 2022 22:12 WIB

Sulitnya Pengungsi Rohingya di Bangladesh Cari Uang

Ribuan toko yang didirikan pengungsi Rohingya di Bangladesh dihancurkan

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Pengungsi Rohingya berbelanja bahan makanan di pasar Kutupalong Rohingya di kamp Coxs Bazar, Bangladesh, 15 Mei 2020.
Foto: AP
Pengungsi Rohingya berbelanja bahan makanan di pasar Kutupalong Rohingya di kamp Coxs Bazar, Bangladesh, 15 Mei 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Nasib para pengungsi Rohingya di Bangladesh bertambah buruk. Saat mereka mencoba membangun perekonomian dengan mendirikan toko untuk mendapatkan pendapatan, pihak berwenang Bangladesh mengeklaim tindakan itu ilegal.

Para pengungsi Rohingya mengeluhkan kebijakan baru Bangladesh dalam menghancurkan ribuan toko di permukiman pengungsi terbesar di dunia, Cox's Bazar. Mereka telah kehilangan sumber pendapatan dan kebutuhan sehari-hari karena pihak berwenang Bangladesh menghancurkan lebih dari 2.000 toko yang dikatakan pemerintah Bangladesh ilegal.

Baca Juga

Bahkan beberapa toko darurat yang melayani komunitas pengungsi telah ditutup oleh penegak hukum karena berbagai alasan. Toko-toko tersebut dituduh memperdagangkan produk ilegal, tetapi operasi tersebut dibatasi hingga bulan lalu.

Pihak berwenang di Cox's Bazar mengatakan penghancuran toko itu adalah upaya membuka jalan bagi rumah baru karena jumlah pengungsi terus meningkat. "Pekerjaan sedang berlangsung di tanah kosong untuk membangun rumah dan pusat kesehatan bagi Rohingya," ujar komisaris bantuan dan repatriasi pengungsi tambahan Shamasud Douza seperti dikutip laman Arab News, Kamis (6/1/2022).

Menurutnya, Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi dan kelompok lain sudah memasok masyarakat dengan bantuan. "Orang-orang Rohingya tidak diizinkan untuk menjalankan toko dan melakukan bisnis di sini," kata Douza. "Pembongkaran toko-toko ilegal ini adalah bagian dari kegiatan rutin kami yang telah kami lakukan (dari) waktu ke waktu sejak 2018," ujarnya menambahkan.

Namun, itu adalah pertama kalinya begitu banyak toko disingkirkan oleh pihak berwenang dalam sekali jalan. Bangladesh menampung lebih dari 1,1 juta etnis Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar selama penumpasan militer pada 2017. Sebagian besar dari mereka tinggal di puluhan kamp di Cox's Bazar.

Mohammad Alamin, yang dulunya memiliki toko di kamp Ukhia, mengatakan bahwa dia tidak punya uang untuk menghidupi keluarganya apalagi sampai tokonya dihancurkan.

"Kami menerima 13 kg beras untuk setiap anggota keluarga selain minyak goreng, miju-miju, garam, gula, bawang, dll. Tetapi keluarga membutuhkan banyak hal lain untuk bertahan hidup, dan kami membutuhkan uang tunai. Tanpa memiliki mata pencaharian, bagaimana kami bisa bertahan?" katanya kepada Arab News.

"Saya dulu menjalankan toko kecil yang menjual teh, kue kering, daun sirih, dan lainnya. Tapi toko itu dibuldoser pada 8 Desember. Saya biasa menghasilkan keuntungan harian sekitar 3 dolar AS per hari yang merupakan dukungan besar bagi tujuh anggota keluarga saya," ujarnya.

Nobi Hossain, pengungsi Rohingya yang toko sayurnya juga dihancurkan, mengatakan bahwa tanpa toko lokal, barang-barang kebutuhan pokok tidak tersedia bagi masyarakat. "Ada banyak kebutuhan sehari-hari yang perlu kita beli. Jika kita tidak bisa menjalankan toko-toko kecil ini, dari mana kita akan mendapatkan sumbernya?" dia bertanya herab. "Inisiatif jenis ini oleh pihak berwenang hanya akan menambah kesengsaraan kami," katanya.

Desakan pembongkaran baru-baru ini juga telah menimbulkan kekhawatiran atas tekanan untuk pindah ke kamp kontroversial di Bhasan Char, sebuah pulau rawan banjir sekitar 68 km dari daratan. Pemerintah Bangladesh, sejak Desember 2020, mengirim 20 ribu pengungsi ke pulau itu, dengan rencana total 100 ribu.

Baca: Jepang Berang, Pangkalan Militer AS di Negaranya Jadi Klaster Covid-19

Pihak berwenang mengatakan para pengungsi memiliki lebih banyak kesempatan untuk mencari nafkah di Bhasan Char. Para pengungsi dibujuk dapat terlibat dalam pertanian dan perikanan.

"Inisiatif ini dapat menciptakan semacam tekanan pada para pengungsi, yang (akan) pada akhirnya mendorong mereka ke pulau itu," kata aktivis hak asasi manusia terkemuka Bangladesh, Nur Khan Liton. "Jika ribuan Rohingya tinggal di sana, tentu mereka akan membutuhkan beberapa hal kecil. Jika mereka tidak diizinkan untuk menjalankan toko-toko kecil di dalam komunitas, itu akan membuat mereka dalam masalah," ujarnya menambahkan.

"Kita harus ingat bahwa orang-orang Rohingya ini adalah pengungsi di sini dan masalah mereka harus ditangani dengan perspektif yang lebih kemanusiaan, sampai mereka melakukan repatriasi yang aman ke tanah air mereka dengan bermartabat dan terhormat."

Baca: Kazakhstan Memanas, AS dan PBB Serukan Semua Pihak Menahan Diri

Baca: Korea Utara Kembali Berulah, Berhasil Uji Terbang Rudal Hipersonik

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement