Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hamdani

Pendidikan Berbasis Wakaf Solusi Bagi Kebutuhan Umat

Eduaksi | Sunday, 09 Jan 2022, 20:51 WIB
Santri Tahfidzul Quran di Masjid Babul Maghfirah Gampong Tanjung Selamat, Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar. (Dokpri)

Seyogyanya pendidikan tidak boleh komersil. Apalagi dengan harga tinggi filsafat kapitalisme. Mengapa? Karena itu adalah hak publik yang wajib diberikan oleh Sultan (Pemerintah) kepada rakyatnya. Dalam Islam urusan sektor publik dan sarana umum dapat dibangun dengan konsep wakaf. Artinya semua sarana dan operasional bersumber dari wakaf.

Semangat membangun sektor pendidikan berbasis wakaf telah mulai dirintis oleh beberapa nazir di Indonesia. Di Aceh, melalui PT Aceh Wakaf Corporation sebagai perusahaan yang mengelola aset wakaf agar lebih produktif memiliki visi ke arah penguatan pendidikan publik.

Dengan aset produktif yang menghasilkan nilai ekonomi tersebut kemudian digunakan untuk membiayai seluruh kebutuhan penyelenggaraan pendidikan. Baik biaya investasi gedung, sarana, dan prasarana maupun biaya operasional hingga biaya makan santri/siswa.

Sebetulnya itulah yang mestinya menjadi target setiap penggunaan dari hasil wakaf selain hanya untuk memberdayakan secara ekonomi. Bukan berarti masalah ekonomi tidak penting namun itu hanya bersifat jangka pendek. Sedangkan pendidikan untuk kehidupan jangka panjang.

Pentingnya pendidikan yang mendatangkan ilmu dan cahaya Islam akan memberikan pencerahan bagi umatnya. Apalagi bila seseorang tengah berada dalam kesempitan hidup, maka nutrisi keilmuan tentu sangat sangat dibutuhkan dalam rangka menyelamatkan imannya.

Uniknya negara yang mempraktikkan pendidikan berbasis wakaf sekarang ini ternyata ada dibelahan dunia barat. Bukan Indonesia yang mayoritas muslim.

Wakaf (endowment), dijadikan sebagai penopang pendidikan di Inggris. Bahkan sudah sangat lama sejak tahun 1502 M oleh Lady Margaret Beaufort, Countess of Richmond (Pangeran wanita) atau nenek untuk Raja Henry VIII, di Universitas Oxford (Lady Margaret Profesor of Divinity ) dan Cambridge (Lady Margaret Profesor of Divinity).

Wakaf di Barat hingga kini menjadi motor penggerak penting kemajuan pendidikan, terutama perguruan tinggi di negara tersebut.

Mengutip laman BWI, Bahrul Hayat dalam makalah Peran Wakaf Dalam Menunjang Pendidikan yang disampaikan dalam focus group discussion Badan Wakaf Indonesia (BWI) beberapa waktu lalu, menjelaskan wakaf pendidikan di dunia Barat meliputi sarana dan prasarana pendidikan, pengembangan dan riset ilmu pengetahuan dan teknologi, chaired professorship (guru besar), beasiswa dan riset bidang kemanusiaan.

Dengan mengoptimalkan pemanfaatan wakaf menjadikan pendidikan menjangkau semua lapisan masyarakat terutama kaum fakir yang bila harus membayar dengan biaya mahal mereka tidak sanggup. Dengan demikian pendidikan dapat dienyam dengan mudah dan tidak perlu bayar alias gratis.

Inilah yang dimaksud maqashid syariah atau mashlahat dhuriyyah merupakan sesuatu yang penting demi terwujud kemaslahatan agama dan dunia. Dalam konteks wakaf maka outcome dari menunaikan dan menjalankannya harus memenuhi tujuan maqashid syariah tersebut.

Sehingga disini terlihat bahwa penerima zakat atau hasil wakaf produktif yang diterimanya harus dapat menjadikan mereka semakin bertakwa dan dekat kepada Allah. Jika tidak, maka ibadah wakaf yang dijalankan oleh wakif dan pengelolaan oleh nazir telah melenceng dari perintah Allah.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

"Mereka itu adalah orang-orang yang bertobat, beribadah, memuji (Allah), mengembara (demi ilmu dan agama), rukuk, sujud, menyuruh berbuat makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang yang beriman." (QS. At-Taubah 9: Ayat 112).

Ayat ini menyebutkan sifat orang-orang mukmin yang pengorbanan jiwa dan harta benda mereka diterima Allah SWT, mereka mempunyai sifat-sifat yang baik dan pekerti yang agung. Sebab itu sebagai pengelola harta Allah sudah selayaknya memenuhi apa yang dikehendaki oleh Nya

Nabi Muhammad SAW juga pernah bersabda seperti dalam Hadist Riwayat Muslim. “Ketika anak Adam mati, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.”

Dalam hadist tersebut, para ulama menafsirkan sedekah jariyah (yang mengalir pahalanya) yang dimaksud mengarah pada makna wakaf. Sebab, wakaf merupakan satu-satunya bentuk sedekah yang dapat dimanfaatkan secara permanen oleh penerimanya. Dalam hal ini, aturan harta yang diwakafkan dibekukan pemanfaatannya (tasarufnya) sesuai dengan hal-hal yang diperkenankan dalam syariat Islam.

Ada sebuah kisah menarik yang dikisahkan dalam sebuah riwayat berdasarkan hadis Rasulullah Saw bisa menjadi renungan/iktibar bagi kita.

Dari Abu Dzar RA dia berkata,

"Pada suatu malam, aku pernah keluar rumah, tiba-tiba aku melihat Rasulullah SAW berjalan sendirian tanpa ditemani oleh seorang pun, aku menyangka mungkin Baginda ingin berjalan tanpa ditemani oleh orang lain, maka aku pun berjalan di bawah bayangan rembulan, ternyata baginda menoleh dan melihatku, Baginda bersabda,

'Siapakah itu?'

Aku menjawab, 'Saya ... Abu Dzar. Demi Allah yang menjadikanku sebagai tebusanmu.'

Baginda bersabda: 'Wahai Abu Dzar, kemarilah.'

Abu Dzar melanjutkan, 'Lalu aku berjalan bersama Baginda beberapa.

Lantas Baginda bersabda, 'Sungguh orang-orang yang banyak harta (mengumpulkan harta) akan menjadi sedikit (melarat) pada hari kiamat, kecuali yang diberikan kebaikan oleh Allah padanya dengan harta tersebut lalu ia memberikannya serta membuat kebajikan dengan harta tersebut ke kirinya, kanannya, hadapannya serta belakangnya (dia menggunakan harta tersebut) dengan baik.' (HR Bukhari No: 5962).

Semoga kita yang masih diberikan kesempatan untuk meningkatkan ibadah kepada Allah SWT dengan amanah harta yang dititipkan hendaknya dapat dipergunakan untuk membantu pendidikan umat. Solusi dari kemiskinan dan kelaparan adalah takwa. Sedangkan batang pohon takwa itu adalah ilmu.

Maka wakaf harus dapat menggiring para muzaki, mustahik, dan nazir untuk meningkatkan ketakwaan, bukan sekedar terpenuhinya kebutuhan pangan, papan, dan sandang kemudian dianggap selesai. Tetapi jauh dari itu, zakat, infak, sedekah, dan wakaf adalah sarana untuk mencapai derajat ketakwaan.

Oleh sebab itu pendidikan menjadi strategi yang amat penting dalam menanamkan benih-benih ketakwaan itu dihati umat. Dengan begitu mereka akan memiliki pondasi yang kokoh untuk membentengi diri dari kemiskinan, kebodohan, dan kekufuran. (*).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image