Rabu 12 Jan 2022 14:15 WIB

Persoalan yang Dihadapi 4 Khalifah dan Cara Mengatasinya 

Para khalifah pengganti Rasulullah SAW menorehkan capaian gemilang

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi khalifah. Para khalifah pengganti Rasulullah SAW menorehkan capaian gemilang
Foto: NET
Ilustrasi khalifah. Para khalifah pengganti Rasulullah SAW menorehkan capaian gemilang

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Setelah Rasulullah Muhammad ﷺ  wafat pelaksanaan hukum syariat dilanjutkan sahabat terdekatnya Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abu Thalib. 

Mereka yang diberikan amanah menjaga syariat yang telah diajarkan Rasulullah  ﷺ, ketika menjadi khalifah. 

Baca Juga

"Apa yang sudah terlaksana pada masa Nabi, dilanjutkan dan dikukuhkan khalifahnya," tulis KH Jeje Zaenudin dalam bukunya, "Politik Hukum Islam, Konsep, Teori dan Praktik di Indonesia" 

Dalam praktiknya, hukum syariat tidak langsung dipakai memutuskan suatu persoalan terbaru. Mereka membentukan sebuah majelis musyawarah untuk menyelesaikan persoalan terbaru itu. 

"Sementara kasus-kasus baru yang membutuhkan keputusan hukum ditangani para khalifah melalui musyawarah, atau kebijakan pribadi khalifah sebagai pemegang otoritas politik," katanya. 

Dengan demikian kata KH Jejej Zaenudin, tradisi bermusyawarah dan berijtihad dalam memutuskan perkara atas kasus-kasus hukum yang baru dengan merujuk kepada dalil-dalil yang tersirat dalam Alquran dan hadits mulai muncul.

Era Abu Bakar 

Kasus yang muncul di masa Khalifah Abu Bakar dan paling fenomenal adalah tentang kedudukan orang-orang yang murtad, pengikut para Nabi palsu dan kelompok penentang zakat. Fenomena murtad dan nabi palsu masih ada sampai sekarang, terakhir yang mengaku-ngaku sebagai nabi di antaranya Lia Eden, Ahmad Musadeq, Sense Komara, Sri Hartati, Eyang Ended. 

Selain mereka, ada Gus Jari alias Raden Aryo mengaku sebagai Nabi Isa. Untuk mempertahankan keyakinannya, dia siap berdebat terbuka dengan Mejelis Ulama Indonesia (MUI). 

Bagimana cara khalifah Abu Bakar mengatasi persoalan ini? KH Jeje menjawab Musyawarah, sebelum melakukan tindakan keras terhadap mereka yang melanggar-syariat itu.

"Jika mereka menolak untuk kembali ke dalam pangkuan Islam dan menaati pemerintahan yang telah disepakati penduduk Madinah, maka Khalifah mengintruksikan untuk memerangi mereka sampai mereka bertaubat," katanya

Era Umar bin Khattab  

Masalah pada masa kekhalifah Umar yang terjadi sampai sekarang ini adalah sengketa tahan. Bahkan menjadi perbicangan di kalangan masyarakat dan pejabat di daerah dan pusat adanya mafia tanah. Namun Umar segera menyelesaikan masalah ini, sehingga tidak terjadi sengketa tanah di antara masyarakat yang membuat mafia tanah bermunculan.

"Ketika dia harus mengambil kebijakan tentang pembagian tanah-tanah produktif sebagai harta rampasan perang dari negeri-negeri yang baru ditaklukan," kata KH Jeje. 

Sebelumnya, berdasarkan praktik Nabi dan Khalifah Abu Bakar, tanah rampasan perang dari negeri-negeri yang dibebasakan oleh prajurit Islam. Maka tanah itu dibagikan langsung kepada para prajurit yang bergabung dalam peperangan.  

Tetapi khalifah Umar bin Khattab memandang praktik semacam itu tidak mungkin lagi diterapkan pada kasus penaklukan negeri Irak yang amat luas. 

Maka dia mengambil keputusan untuk menahan tanah-tanah negeri taklukan itu dan menyerahkan kepada para penduduknya untuk tetap mengelolanya dengan perjanjian mereka menyerahkan pajaknya kepada negara. 

"Kemudian dari hasil pajak itulah para prajurit diberi tunjangan dan gaji oleh kas negara atas tugas-tugas mereka," katanya. 

Meskipun pada awalnya kebijakan politik hukum Khalifah Umar bin Khattab dalam masalah tanah-tanah rampasan perang di atas mendapat penolakan dan penentangan keras dari sebagian para sahabat Nabi  ﷺ. 

Tetapi melalui beberapa kali rapat dan musyawarah Khalifah dengan para senior ahlu syura dari kalangan muhajirin dan anshar, maka kebijakan politik Khalifah Umar bin Khattab itu dapat dilaksanakan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement