Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image devita pristaningtyas

Jual Beli Membangun Perekonomian, Riba Merusak Perekonomian

Agama | Monday, 17 Jan 2022, 10:17 WIB

Di zaman sekarang ini banyak didapatkan kaum muslimin mencari jalan pintas dalam mendapatkan harta seperti kendaraan, rumah maupun barang lainnya dengan melakukan transaksi riba. Padahal pelaku riba mendapatkan ancaman dari Allah Ta’ala. Bahkan memakan riba lebih buruk dosanya dari perbuatan zina. Rasulullah Shallallahhu ‘alaihi wasallam bersabda, دِرْهَمُ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةِ وَثَلاَثِيْنَ زَنْيَةً

“Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali.(HR.Ahmad dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Seperti yang kita ketahui bersama dan ini bukanlah suatu hal asing lagi bahwa riba adalah sesuatu yang diharamkan oleh syariat Islam. Ibnu Qudamah mengatakan: وَهُوَ مُحَرَّمٌ بِالْكِتَابِ ، وَالسُّنَّةِ ، وَالْإِجْمَاعِ

“Riba itu diharamkan berdasarkan dalil Al-Qur’an, As-Sunnah, dan Ijma’ (kesepakatan para ulama).”(Al Mughni, 7/492)

Nabi Shallallahhu ‘alaihi wasallam pun melaknat para rentenir (pemakan riba), yang mencari pinjaman dari riba, bahkan setiap orang yang ikut menolong dalam mu’amalah ribawi juga ikut terlaknat.

Dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata, لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

“Rasulullah Shallallahhu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), orang yang menyerahkan riba (nasabah), pencatat riba (sekretaris), dan dua orang saksinya. “Beliau mengatakan,”Mereka semua itu sama.” (HR.Muslim no.1598)

Riba

Secara bahasa riba artinya tambahan (ziyadah) atau berarti tumbuh dan membesar. Riba (usury) adalah melebihkan keuntungan (harta) dari salah satu pihak dalam transaksi jual beli atau pertukaran barang yang sejenis tanpa memberikan imbalan terhadap kelebihan itu (riba fadl). Atau pembayaran hutang yang harus dilunasi oleh orang yang berhutang lebih besar daripada jumlah pinjamannya sebagai imbalan terhadap tenggang waktu yang telah lewat (riba nasi’ah).

Sedangkan menurut Syaikh Muhammad Abduh bahwa yang dimaksud riba ialah penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya, karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.

Dalam perekonomian dari dulu hingga saat ini, praktik ribawi tidak mudah dihilangkan. Hal ini karena sudah terbiasa praktek riba selalu menjadi solusi untuk meraih sebuah keuntungan.

Aktivitas ribawi merupakan aktivitas dari kegiatan yang mengeksploitasi kebutuhan orang lemah, baik dilaksanakan oleh pihak lembaga keuangan maupun lainnya, karena riba sama saja dengan mengambil harta tambahan dari orang lain. Tambahan harta tersebut tidak hanya dari pinjam meminjam tetapi juga dari transaksi jual beli yang menguntungkan salah satu pihak, dan transaksi lainnya yang tidak sesuai dengan ajaran Islam (bathil).

Praktik riba ini juga dapat membebani orang lain yang sedang dalam kesulitan. Padahal, ajaran Islam sendiri tidak membebani umatnya.

Dalam pelaksanaan transaksi jual beli harus siap menanggung semua potensi resiko kerugian dalam setiap tahapan usaha dari mencari barang, hingga jaminan selama di konsumen seperti garansi, di sana ada keseimbangan, sebagaimana mendapat keuntungan juga harus menanggung risiko rugi. Berbeda dengan riba, hampir tidak ada risiko disana. Jika semua dilakukan dengan tertib pemberi hutang akan selalu mendapat keuntungan, tanpa menerima resiko rugi.

Praktik Riba Dalam Jual Beli

Praktik riba banyak dijumpai pada transaksi jual beli secara kredit. Umumnya jual beli secara kredit menambahkan bunga ataupun mengenakan denda yang berlipat apabila dalam jatuh tempo pembayaran cicilan pembeli tidak mampu melunasinya. Jual beli secara kredit sebenarnya diperbolehkan selama tidak melakukan hal terlarang. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam akad jual beli secara kredit. Diantaranya adalah :

1. Harganya jelas diantara kedua pihak. Jika pembeli sudah menentukan pilihan harga, maka sebesar itulah jumlah uang yang berhak diterima penjual. Penjual tidak berhak mengambil lebih, sekalipun pembeli tersebut terlambat melunasi pembayarannya.

2. Tidak boleh ada tambahan (denda/pinalty) jika ada keterlambatan dalam pembayaran cicilan.

3. Jika barang sudah berada di tangan pembeli dan kesepakatan harga juga sudah disetujui, maka barang tersebut resmi menjadi milik pembeli. Dengan demikian, penjual tidak berhak menyita atau menarik kembali barang dagangan meskipun cicilan kredit belum selesai.

Contohnya, ada seorang pembeli membeli sebuah sepeda motor dengan harga 15 juta dibayar kredit selama 1 tahun. Keduanya baik pihak penjual maupun pihak pembeli telah bersepakat tidak ada denda keterlambatan. Namun, ternyata pembeli tersebut tidak mampu melunasi dalam tempo 1 tahun, maka penjual tidak berhak menaikkan harga yang telah disepakati atau meminta tambahan denda dan penjual tidak berhak untuk menarik kembali barang tersebut karena diawal kesepakatan barang tersebut sudah resmi menjadi milik pembeli.

Rasulullah Shallallahhu ‘alaihi wasallam pernah memperingatkan umatnya akan fitnah harta yang akan menimpa mereka. Bukanlah kefakiran yang Beliau takutkan, namun sebaliknya Beliau justru khawatir jika fitnah harta duniawi menimpa umatnya sehingga melalaikan mereka dari urusan akhirat.

Riba memberikan dampak negatif bagi akhlak dan jiwa pelakunya. Jika diperhatikan, maka kita akan menemukan bahwa mereka yang berinteraksi dengan riba adalah individu yang secara alami memiliki sifat kikir, dada yang sempit, berhati keras, menyembah harta, tamak akan kemewahan dunia dan sifat-sifat hina lainnya. Bahkan riba itu sendiri memgajarkan seseorang untuk menjadi pemalas, karena uang yang bekerja. Si pemberi hutang bisa diam, karena merasa sudah berpenghasilan. Semoga Allah ‘azza wa Jalla menolong kaum muslimin untuk terlepaa dari jeratan riba dan beralih kepada bentuk-bentuk muamalah yang sesuai dengan syariat. Aamiinn

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image