Senin 17 Jan 2022 17:28 WIB

Mendikbud: Aksi Perundungan di Sekolah Merupakan Dosa dalam Sistem Pendidikan

Nadiem menegaskan bahwa aksi perundungan dan kekerasan di sekolah harus dihapus

Rep: Bayu Adji P/ Red: Gita Amanda
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim menegaskan bahwa aksi perundungan dan kekerasan di lingkungan sekolah harus dihapuskan. (ilustrasi).
Foto: Kemendikbudristek
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim menegaskan bahwa aksi perundungan dan kekerasan di lingkungan sekolah harus dihapuskan. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim menegaskan bahwa aksi perundungan dan kekerasan di lingkungan sekolah harus dihapuskan. Dia juga mengemukakan bahwa aksi perundungan dan kekerasan sebagaimana yang terjadi di SMAN 1 Ciamis merupakan dosa dalam sistem pendidikan.

"Itulah alasan mengapa kita harus mengambil garis yang sangat keras, tindakan keras, dan mengambil posisi," kata Nadiem di Universitas Padjadjaran, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (17/1/2022).

Baca Juga

Nadiemmenekankan pentingnya pelaksanaan upaya-upaya untuk meniadakan sepenuhnya aksi perundungan dan kekerasan yang membudaya di lingkungan sekolah. "Kita adalah negara berkebhinekaan, dengan kasih sayang, tapi kekerasan seksual, intorelansi, perundungan, sudah menjadi budaya di dalam sistem pendidikan kita, dan itu harus kita eradikasi," kata dia.

Kepolisian Daerah Jawa Barat tengah mengusut kasus dugaan aksi perundungan dan kekerasan dalam kegiatan perpeloncoan yang dinamai "Lingkaran Setan" pada kelompok pramuka di SMAN 1 Ciamis. Menurut Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jawa Barat Kombes Pol Ibrahim Tompo, ada setidaknya 18 siswa yang menjadi korban dalam kegiatan perpeloncoan tersebut.

"Sejauh ini sudah ada enam orang yang diperiksa, terdiri dari dua korban, tiga saksi, dan satu pembina pramuka dari sekolah," kata Ibrahim.

Kasus dugaan perpeloncoan itu awalnya dilaporkan oleh salah satu orang tua korban, Aa Mamay (51) ke Polres Ciamis, pada Rabu (12/1/2022). Peristiwa itu diduga dilakukan di salah satu rumah alumni SMAN 1 Ciamis, yang berlokasi di Desa Kertaharja, Kecamatan Cijeunjing, Kabupaten Ciamis, pada Sabtu (8/1/2022).

Menurut dia, anaknya yang masih merupakan siswa kelas X di SMAN 1 Ciamis itu mengikuti latihan pramuka bersama rekan-rekan seangkatannya. Di tempat itu, para siswa kelas satu diminta membentuk lingkaran oleh seniornya, yang disebut lingkaran setan. Kemudian, mereka disuruh saling menampar secara bergantian satu sama lain.

"Tadi anak saya sama satu anak lagi dimintai keterangan oleh kepolisian," kata Mamay, saat dikonfirmasi Republika, Kamis (13/1/2022) lalu.

Sementara itu, pihak sekolah mengaku tak mengetahui adanya kegiatan itu. Kegiatan itu juga disebut tak berizin. Sekolah memang melakukan kegiatan latihan pramuka, tapi hanya lokasinya hanya di lingkungan sekolah.

"Saya baru dikasih tahu (kejadian itu) sama wakasek urusan humas pada Ahad sekitar pukul 10.00 WIB. Tenyata ada korban di kosan terluka parah. Kami langsung bawa ke rumah sakit," kata Wakil Kepala SMAN 1 Ciamis Bidang Kesiswaan, Iim Imansyah, Rabu pekan lalu.

Menurut Iim, pihak sekolah sama sekali tak tahu adanya tradisi 'lingkaran setan' dalam kegiatan pramuka. Ia baru tahu setelah adanya kasus itu.

"Saya di sini sudah mengajar 18 tahun tidak tahu ada kegiatan itu," ujar dia.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement