Ahad 23 Jan 2022 06:52 WIB

Kasus Baru Covid-19 Tembus 2000, Ini 7 Saran Mantan Petinggi WHO   

Kasus baru Covid-19 Omicron melebihi angka 2000

Rep: Rr Laeny Sulistyawati / Red: Nashih Nashrullah
Petugas Palang Merah Indonesia (PMI) menyemprotkan disinfektan di SMPN 43 Jakarta, Kamis (20/1/2022). Kementerian Kesehatan melaporkan, hingga Kamis (20/1/2022) pagi, tercatat sebanyak 882 kasus COVID-19 varian Omicron di Indonesia yang terdiri atas 710 kasus pelaku perjalanan luar negeri, 161 kasus transmisi lokal dan 11 kasus yang masih belum diketahui asalnya.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Petugas Palang Merah Indonesia (PMI) menyemprotkan disinfektan di SMPN 43 Jakarta, Kamis (20/1/2022). Kementerian Kesehatan melaporkan, hingga Kamis (20/1/2022) pagi, tercatat sebanyak 882 kasus COVID-19 varian Omicron di Indonesia yang terdiri atas 710 kasus pelaku perjalanan luar negeri, 161 kasus transmisi lokal dan 11 kasus yang masih belum diketahui asalnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mantan Direktur Penyakit Menular organisasi kesehatan dunia PBB (WHO) Tjandra Yoga Aditama menilai kenaikan kasus baru Covid-19 di Indonesia lebih dari 2000 belakangan ini jelas harus dikendalikan. Caranya dengan upaya tambahan dengan melakukan tujuh hal.   

"Kita perlu melakukan sesuatu yang lebih daripada yang dilakukan di hari-hari sebelumnya, tidak bisa kegiatan yang sama saja," ujarnya seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (22/1).

Baca Juga

Dia mengakui memang dengan angka kasus baru Covid-19 diatas 2.000 per hari maka belum perlu menaikkan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). 

Tetapi jelas harus ada aktivitas tambahan yang perlu dilakukan di hari-hari mendatang. Dia menyebutkan, setidaknya ada tujuh hal yang dilakukan. Pertama, dia melanjutkan, protokol kesehatan bukan hanya diterapkan saja tetapi harus lebih ketat lagi. 

 

Kemudian kebiasaan “new normal” harus menjadi “now normal”. "Imbauan dan aturan tentang WFH misalnya, juga perlu diikuti dengan implementasi aturan langsung di lapangan," katanya. 

Menurutnya, mungkin baik juga di analisa tentang pembelajaran tatap muka di sekolah, apakah tetap 100 persen, atau barangkali dipertimbangkan kalau perlu diturunkan 75 persen dan lain-lain. 

Kedua, harus lebih meningkatkan lagi tes dan telusur, termasuk meningkatkan ketersediaan PCR -SGTF.

Ketiga, dia meminta perlu ditingkatkan penelusuran kasus secara masif pada kejadian transmisi lokal yang sudah ratusan orang itu, baik telusur “ke depan” kepada siapa mereka menularkan dfan juga “telusur kebelakang” dari mana mereka tertular. Keempat, peningkatan vaksinasi, baik vaksinasi dua kali maupun vaksinasi booster. 

"Sampai 19 Januari 2022, masih sekitar 42 persen penduduk kita dan lebih dari 55 persen lanjut usia belum mendapat vaksinasi memadai. Vaksinasi penguat (booster) akan baik kalau amat ditingkatkan dan dipermudah pelaksanaannya," ujarnya.

Kelima, dia meminta perlu makin ditingkatkan upaya untuk menjamin pencegahan penularan dari mereka yang datang dari luar negeri ke masyarakat sekitar, termasuk melakukan pengawasan pasca karantina.

Keenam, peningkatan  surveilans yang amat ketat dengan data akurat. Di satu sisi jangan sampai terlambat untuk menarik “rem darurat” kalau sekiranya diperlukan, dan di sisi lain jangan pula terlalu cepat melakukan pengetatan kalau belum sepenuhnya diperlukan. 

"Ketujuh, komunikasi risiko ke masyarakat luar perlu makin intensif, bukan saja untuk memberi pemahaman tentang program yang ada tetapi juga untuk membuat masyarakat tidak perlu panik," katanya.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement