Sabtu 29 Jan 2022 07:08 WIB

Muslim Quebec Minta Pemerintah Akhiri Islamofobia

Komunitas menyerukan lebih banyak tindakan pemerintah untuk memerangi Islamofobia.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Agung Sasongko
Para orang tua dan siswa di sebuah sekolah dasar di Chelsea, Quebec, Kanada, menyuarakan dukungan kepada seorang guru Muslim yang telah dicopot dari posisi mengajarnya lantaran dia mengenakan jilbab.
Foto: About Islam
Para orang tua dan siswa di sebuah sekolah dasar di Chelsea, Quebec, Kanada, menyuarakan dukungan kepada seorang guru Muslim yang telah dicopot dari posisi mengajarnya lantaran dia mengenakan jilbab.

REPUBLIKA.CO.ID, QUEBEC -- Salah seorang korban serangan di Masjid Quebec, Said Akjour tengah duduk di ruang sholat yang sama, di mana dia terluka dalam penembakan mematikan hampir lima tahun lalu. Akjour mengingat serangan mengerikan itu seolah-olah itu baru terjadi kemarin.

"Saya masih bisa melihat Aboubaker Thabti," kata Akjour sambil menunjuk ke tempat terakhir kali dia melihat rekan seimannya, dilansir dari laman CBC pada Jumat (28/1/2022).

Baca Juga

"Saya masih bisa melihat Azzedine Soufiane," lanjut dia.

Satu per satu, dia mencantumkan nama semua pria yang terbunuh di Islamic Cultural Center pada 29 Januari 2017: Mamadou Tanou Barry, Abdelkrim Hassane, Ibrahima Barry, dan Khaled Belkacemi.

Pada konferensi pers Kamis (27/1) di masjid yang baru direnovasi, Akjour dan anggota masyarakat lainnya menguraikan rincian acara peringatan yang dijadwalkan pada Sabtu (29/1). Ini untuk menandai peringatan kelima dari serangan tersebut.

Salah satu pendiri Islamic center, Boufeldja Benabdallah mengatakan, bahwa peringatan tersebut biasanya sederhana. Namun, tahun ini, komunitas menyerukan lebih banyak tindakan pemerintah untuk memerangi Islamofobia, termasuk mengubah bagian dari undang-undang sekularisme kontroversial Quebec, yang dikenal sebagai Bill 21. Selain itu mereka juga meminta memperketat undang-undang kontrol senjata Kanada.

"Kita perlu mengambil tindakan, dan tindakan adalah perang melawan diskriminasi dan rasisme sistemik, itu adalah perang melawan senjata yang membunuh anak-anak kita, orang dewasa kita," kata Benabdallah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement