Jumat 04 Feb 2022 18:01 WIB

OJK Dorong Program Pembiayaan Bagi UMKM yang Lebih Masif

Rendahnya program edukasi bagi UMKM membuatnya mudah tergiur pinjol dan rentenir

Rep: novita intan/ Red: Hiru Muhammad
Karyawan melayani warga saat melihat batik motif batak pada gelaran Festival UMKM Toba Vaganza di Mall Centre Point, Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (15/11/2021). Acara tersebut diselenggarakan oleh OJK dalam rangka mendukung pemerataan pemulihan perekonomian nasional dan bertujuan untuk membina para Pelaku UMKM binaan OJK untuk menghadapi pasar global.
Foto: ANTARA/Fransisco Carolio/Lmo/foc.
Karyawan melayani warga saat melihat batik motif batak pada gelaran Festival UMKM Toba Vaganza di Mall Centre Point, Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (15/11/2021). Acara tersebut diselenggarakan oleh OJK dalam rangka mendukung pemerataan pemulihan perekonomian nasional dan bertujuan untuk membina para Pelaku UMKM binaan OJK untuk menghadapi pasar global.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut saat pandemi Covid-19 melanda, UMKM terdampak sebanyak 84,2 persen UMKM yang mengalami penurunan pendapatan. Lalu secara umum delapan dari setiap 10 UMK cenderung mengalami penurunan permintaan. 

Ketua Satgas Pengembangan Keuangan Syariah dan Ekosistem UMKM OJK Ahmad Buchori mengatakan sebanyak 62,21 persen UMK menghadapi kendala keuangan terkait pegawai dan operasional. "Sekitar 34 dari 10 perusahaan UMKM mengaku pengalami penurunan harga. Pemasaran atau penjualan produk menjadi kendala paling banyak dialami semua skala usaha," ujarnya saat media briefing, Jumat (4/2/2022). 

Baca Juga

Menurutnya peran UMKM memiliki peran penting terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini karena ada sekitar 65 juta pelaku UMKM atau 99,99 persen dari total pelaku usaha. Lalu UMKM menyumbang 60,51 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Selanjutnya UMKM menyerap sekitar 120 juta tenaga kerja atau sekitar 97 persen total tenaga kerja Indonesia. "UMKM memiliki pangsa ekspor 15,65 persen dari total ekspor nonmigas Indonesia," kata dia.

Selain itu, saat ini UMKM juga masih menemui banyak tantangan, antara lain penyebaran varian omicron sejak November 2021 di Indonesia akan cukup berdampak pada penyaluran pembiayaan kepada UMKM, sehingga diperlukan adanya pengendalian pandemi dan program pemulihan UMKM.

Adanya kebijakan The Fed untuk mempercepat laju pengurangan pembelian aset (tapering) dan rencananya akan berdampak pada kenaikan suku bunga sampai dengan tiga kali pada 2022 yang akan berdampak laju pembiayaan terhadap UMKM. 

"Masih rendahnya program edukasi dan pendampingan kepada pelaku UMKM terkait dengan produk keuangan, sehingga masih tergiur dengan pinjaman online illegal (pinjol) dan pinjaman dari rentenir," ucapnya.

Maka itu, perlu adanya peningkatan pengetahuan industri jasa keuangan untuk meningkatkan presentase portofolio pembiayaan kepada sektor UMKM hingga 30 persen. Baik melalui paket kebijakan maupu mempersiapkan database UMKM yang mampu dimanfaatkan oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK) untuk mempermudah analisa kredit.

Mendorong secara masif program pembiayaan kepada UMKM yang telah ada saat ini, khususnya untuk pinjaman tanpa agunan seperti  kredit usaha rakyat dengan skema klaster, kredit/pembiayaan melawan renternir (K/PMR), kemudahan UMKM go public, dan penyempurnaan kebijakan seperti ketentuan branchless banking.

"Masih terbatasnya produk-produk UMKM lokal yang belum berorientasi ekspor, sehingga perlu adanya jalur pembinaan agar mampu mendorong produksi dan adanya permintaan modal yang naik secara signifikan," katanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement