Ahad 06 Feb 2022 16:25 WIB

Memahami Makna Memukul Istri dalam Ayat ke-34 Surat An Nisa

Rasulullah SAW tidak pernah memukul istri dalam kondisi apapun

Kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT (ilustrasi). Rasulullah SAW tidak pernah memukul istri dalam kondisi apapun
Foto: Foto : Mardiah
Kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT (ilustrasi). Rasulullah SAW tidak pernah memukul istri dalam kondisi apapun

Oleh : Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur, KH Ma'ruf Khozin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Polemik terkait dengan bolehnya suami memukul istri masih mencuat. Ini antara lain kembali terhadap penafsiran surat An Nisa ayat 34. 

وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ

Baca Juga

“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.”

Seperti apakah memahami kata dharaba atau memukul dalam ayat di atas? Berikut ini penjelasan Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin yang sekaligus Direktur Aswaja Center PWNU Jatim:

Kata dharaba memang memiliki banyak makna sesuai kalimat transitifnya. Jika 'mutaaddi' dengan lafal tertentu akan berbeda maknanya. Dalam QS An Nisa 34 memang bermakna memukul seperti yang terdapat dalam kitab-kitab tafsir. 

Tapi jangan langsung memvonis pukulan seperti menempeleng, mendamprat dan kekerasan lainnya. Perlu memperhatikan hadits-hadits Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam sebelum memberi kesimpulan. 

1. Dalam hadits ada penjelasan "tidak menyakiti"  

ﻋﻦ ﻋﻄﺎء ﻗﺎﻝ: ﻗﻠﺖ ﻻﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ: ﻣﺎ اﻟﻀﺮﺏ ﻏﻴﺮ اﻟﻤﺒﺮﺡ؟ ﻗﺎﻝ: اﻟﺴﻮاﻙ ﻭﺷﺒﻬﻪ، ﻳﻀﺮﺑﻬﺎ ﺑﻪ.

Atha' bertanya kepada Ibnu Abbas, "Apa yang dimaksud memukul yang tidak melukai?" Ibnu Abbas menjawab, "Siwak dan seukurannya, yang dipukulkan" (Tafsir Qurthubi). Kita tahu sendiri kayu siwak hanya seukuran jari telunjuk. 

2. Nabi tidak pernah memukul istri 

ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ، ﻗﺎﻟﺖ: «ﻣﺎ ﺿﺮﺏ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺷﻴﺌﺎ ﻗﻂ ﺑﻴﺪﻩ، ﻭﻻ اﻣﺮﺃﺓ، ﻭﻻ ﺧﺎﺩﻣﺎ  

“Aisyah berkata bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam tidak pernah memukul apapun dengan tangannya, tidak memukul wanita dan pembantu.” (HR Muslim) 

Penjelasan dalam kitab Al-Majmu' setelah menampilkan beberapa hadis kemudian disimpulkan: 

ﻓﻲ ﻫﺬا ﺩﻟﻴﻞ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ اﻻﻭﻟﻰ ﺗﺮﻙ اﻟﻀﺮﺏ ﻟﻠﻨﺴﺎء “Hadits ini adalah dalil bahwa lebih utama tidak memukul istri.” (Al-Majmu', 16/450) 

Syekh Al-Bahuti dari Mazhab Hanbali lebih rasional dalam memberi ulasan: 

ﻭاﻷﻭﻟﻰ ﺗﺮﻙ ﺿﺮﺑﻬﺎ ﺇﺑﻘﺎء ﻟﻠﻤﻮﺩﺓ 

“Lebih baik tinggalkan memukul istri agar cinta tetap ada.” (Kasyaf Al-Qina', 5/210).

Saya setuju dengan UU Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Kalau ada seorang suami melakukan kekerasan pada istrinya kemudian mendapat pendampingan dari Komnas Perempuan hingga mendapat haknya juga saya setuju. Sebab para suami sudah terlampau jauh hingga memukul istrinya sampai babak-belur. 

Di samping itu, pukulan suami kepada istri bukan karena kesalehan suami, banyak suami yang belum memenuhi kewajiban memberi nafkah dan membimbing istri malah sudah mukul duluan.

Bahkan terkadang menjadi legitimasi kesalahan suami, padahal istrinya siang malam bekerja, mengasuh anak, menyelesaikan pekerjaan di rumah dan tugas lain yang tidak bisa dilakukan suami.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement