Selasa 08 Feb 2022 19:29 WIB

OJK: Literasi Keuangan Digital Bantu Pemulihan Ekonomi Pascapandemi Covid-19

Pandemi Covid -19 dapat menjadi game changer untuk Keuangan Digital.

Inka B Yusgiantoro, Kepala Departemen Riset Sektor Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), saat webinar Outlook Ekonomi 2022 bertema Seizing the Opportunity: Transforming Indonesia’s Economy Amidst The Crisis, Senin (7/2/2022).
Foto: istimewa
Inka B Yusgiantoro, Kepala Departemen Riset Sektor Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), saat webinar Outlook Ekonomi 2022 bertema Seizing the Opportunity: Transforming Indonesia’s Economy Amidst The Crisis, Senin (7/2/2022).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Inovasi teknologi dan peningkatan pengetahuan mutlak dibutuhkan bila Indonesia mau segera pulih dari pandemi. Teknologi pula yang bakal mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Inka B Yusgiantoro, Kepala Departemen Riset Sektor Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK),  teknologi telah diterapkan dalam praktik keuangan di Indonesia. Namun, kegunaannya belum sepenuhnya dirasakan masyarakat.  Terutama oleh para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). 

Baca Juga

"Pandemi Covid -19 dapat menjadi game changer untuk Keuangan Digital. UMKM dan masyarakat unbanked mendapatkan manfaat dari kemajuan teknologi keuangan seperti mobile money, fintech, dan online banking," kata Inka dalam webinar Outlook Ekonomi 2022 bertema Seizing the Opportunity: Transforming Indonesia’s Economy Amidst The Crisis, Senin (7/2/2022). Webinar ini, digelar oleh Kajian Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia.

Inka memaparkan, keuangan digital menjadi pendorong utama untuk inklusi keuangan. Pasalnya, dapat membuka akses untuk UMKM dan masyarakat unbanked ke lembaga jasa keuangan formal, dibandingkan melalui jalur informal dengan biaya yang lebih tinggi."Pandemi mengakselerasi digital baik dari sisi supply (penjual) dan sisi demand (konsumen) di berbagai sektor, terutama sektor perdagangan retail melalui pembayaran digital," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, dengan adanya QRIS, merchants hanya perlu menampilkan QR Code, dan konsumen dapat melakukan pembayaran secara digital melalui penyedia jasa pembayaran yang mereka inginkan.  "QRIS telah dimanfaatkan cukup banyak apalagi di UMKM yang naik cukup signifikan pada tahun 2020 ada sekitar 2,6 juta, di tahun 2021 meningkat di atas 7,5 juta," ujar Inka.

Menurutnya, transformasi digital tentunya akan sukses jika ada kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan khususnya dari pemerintah, kementerian, Lembaga industri.Sehingga bauran yang ada,  bisa di senergikan dengan baik. 

Tahun lalu, sudah ada beberapa regulasi PJOK 12, 13, dan 14 terkait dengan bank umum dan juga klasifikasi untun bank digital. Bank digital ini,  bisa menjalankan kegiatan usahanya melalui saluran elektronik tanpa kantor fisik selain kantor pusat."Contactless payment merupakan kunci masa depan, menuju ke dunia yang semakin cashless. Di beberapa negara, transaksi tunai sudah ditinggalkan namun di beberapa negara termasuk Indonesia pergerakan non tunai masih tergolong lambat," katanya.

"Beberapa faktor seperti Gen Y dan Gen Z yang mendominasi populasi, penggunaan teknologi selular (mobile technology) dan internet yang semakin meluas mendorong transaksi non tunai," kata Inka lagi.

Lebih lanjut katanya, WHO juga menyarankan contactless transaction pada masa pandemi jadi tidak menggunakan cash tapi pembayaran melalui digital.

Pemerintah melalui Government to Person (G2P), juga menggunakan pembayaran digital untuk secara cepat dan efisien mencapai masyarakat. Sebagai contoh KKS (Kartu Keluarga Sejahtera) bisa melalui platform pembayaran digital dan juga kartu Prakerja juga melalui dompet digital."Pada tahun 2021 dengan populasi di Indonesia hampir 275 juta jiwa yang mayoritas populasi adalah generasi milenial dan generasi Z, tentunya mereka menjadi driver untuk perubahan digitalisasi di negara ini," katanya.

"Hal ini, bisa dilihat juga pengguna teknologi digital mobile connection, tentunya sudah cukup tinggi di Indonesia namun unbanked juga cukup tinggi yaitu 31 persen, masih ada kesempatan untuk meningkatkan ini," kata Inka lagi.

Sedangkan dari sisi pembayaran digital juga cukup banyak, nilai pembayaran mecapai $35.72 billion, pertumbuhan pembayaran konsumen secara digital +27.6 persen dan inklusi masih ada di tahun 2019 48,9 persen sudah memiliki akun di Lembaga jasa keuangan atau sebaliknya 51persen orang itu masih unbanked.

Ia menambahkan, OJK merespon transformasi digital dengan mengeluarkan beragam peraturan untuk mendukung ekosistem digital pada sektor jasa keuangan di Indonesia.

Namun transformasi digital yang sukses membutuhkan kolaborasi berbagai pemangku kepentingan terutama Pemerintah (Kementerian dan Lembaga) dan industri sehingga bauran kebijakan yang ada dapat disinergikan dengan baik.

Keuangan digital, juga perlu diimbangi dengan Literasi Keuangan terutama literasi keuangan digital yang baik di masyarakat untuk memitigasi risiko dan melindungi konsumen.  "Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan OJK menunjukkan gap inklusi keuangan dan literasi keuangan yang masih besar, sehingga menjadi salah satu indikasi permasalahan-permasalahan konsumen di sektor jasa keuangan," kata Inka.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement