Kamis 10 Feb 2022 09:15 WIB

Biden dan Raja Salman Bahas Pasokan Energi dan Timur Tengah

Biden dan Raja Salman berkomitmen untuk memastikan stabilitas pasokan energi global.

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz
Foto: Saudi Press Agency via AP
Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Raja Arab Saudi Salman membahas pasokan energi dan perkembangan di Timur Tengah termasuk di Iran dan Yaman. Hal ini mereka bicarakan melalui sambungan telepon pada Rabu (9/2).

"Dua pemimpin berkomitmen untuk memastikan stabilitas pasokan energi global," kata Gedung Putih dalam pernyataannya.

Baca Juga

Kantor berita Arab Saudi, SPA melaporkan Salman juga berbicara mengenai menjaga keseimbangan dan stabilitas pasar minyak. Ia menekankan pentingnya mempertahankan kesepakatan pasokan OPEC+.

Pekan lalu OPEC+ sepakat mempertahankan kenaikan output minyak ditingkat moderat selama negara-negara penghasil minyak masih kesulitan memenuhi target yang ada. OPEC+ juga harus berhati-hati merespon permintaan konsumen utama untuk memperbesar kapasitasnya pada minyak mentah demi membatasi lonjakan harga.

Pada tahun ini harga minyak mentah rally sekitar 20 persen tahun ini. Pengamat menilai dengan tingginya permintaan dan dampak varian Omicron yang lebih lemah dari prediksi sebelumnya kemungkinan tembus di atas 100 dolar AS per barel.

Hingga Rabu International Brent naik sekitar 1 persen menjadi 91,55 per barel. Tingginya harga minyak menjadi resiko bagi pemerintah Biden menjelang pemilihan Kongres pada bulan November. Ketika Partai Demokrat harus mempertahankan mayoritas mereka yang tipis di Senat dan House of Representative AS.

Pemerintah Biden mencoba menekan harga minyak tahun lalu dengan menarik cadangan minyak darurat dengan konsumen besar di Asia termasuk Cina. Tapi harganya hanya turun sementara. Ketegangan Ukraina juga membantu mempertahankan tingginya harga minyak.

Pekan ini Menteri Luar Negeri Antony Blinken mengatakan ia sudah berkoordinasi dengan sekutu-sekutu dan mitra AS. "(Mengenai) cara terbaik untuk berbagi cadangan energi bila Rusia menutup keran, atau menginisiasi konflik yang mengganggu aliran gas melalui Ukraina," katanya.

Tampaknya ia membahas potensi hilangnya pasokan minyak dan gas bila Moskow melakukan invasi. Dalam sambungan telepon dengan Raja Salman, Gedung Putih mengatakan Biden juga berulang kali menegaskan dukungan AS pada Arab Saudi.

Terutama dalam membela diri menghadapi serangan-serangan dari kelompok Houthi yang didukung Iran. Gedung Putih menambahkan Biden juga memberikan pengarahan pada Salman mengenai perundingan internasional yang bertujuan "membatasi kembali program nuklir Iran."  

Konflik Yaman dinilai perang proksi antara Arab Saudi dan Iran. Koalisi yang dipimpin Arab Saudi mengintervensi negara itu untuk memerangi Houthi pada 2014 lalu. Kelompok yang didukung Iran itu mengatakan mereka menggulingkan pemerintahan untuk melawan sistem korup dan agresi asing.

Kantor berita SPA melaporkan Salman mengatakan pada Biden, Arab Saudi menginginkan "resolusi politik" di Yaman. Pembicaraan via telepon antara Biden dan Salman yang terakhir dilakukan tahun lalu.

Ketika asesmen AS mengatakan Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman menyetujui operasi penangkapan atau pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi. Wartawan Arab Saudi dan Kolumnis the Washington Post yang dibunuh di Turki pada 2018 lalu.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement