Ahad 13 Feb 2022 09:30 WIB

AS Ambil Sikap Soal Larangan Jilbab di India

Larangan jilbab di India memicu AS mengeluarkan sikap.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Muhammad Hafil
 AS Ambil Sikap Soal Larangan Jilbab di India. Foto:  Wanita Muslim India memegang plakat dan meneriakkan slogan-slogan selama protes terhadap pembatasan jilbab di jalan Mira, di pinggiran Mumbai, India, 11 Februari 2022. Enam siswa di Government Women First Grade College di distrik Udupi, Karnataka, telah dilarang menghadiri kelas karena mengenakan jilbab dan siswa Hindu mulai mengenakan selendang safron sebagai tanda protes.
Foto: EPA-EFE/DIVYAKANT SOLANKI
AS Ambil Sikap Soal Larangan Jilbab di India. Foto: Wanita Muslim India memegang plakat dan meneriakkan slogan-slogan selama protes terhadap pembatasan jilbab di jalan Mira, di pinggiran Mumbai, India, 11 Februari 2022. Enam siswa di Government Women First Grade College di distrik Udupi, Karnataka, telah dilarang menghadiri kelas karena mengenakan jilbab dan siswa Hindu mulai mengenakan selendang safron sebagai tanda protes.

REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON -- Duta Besar AS untuk Kebebasan Beragama Internasional Rashad Hussain menyuarakan keprihatinan tentang pelarangan jilbab di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi di Negara Bagian Karnataka, India selatan. Hussain mengatakan, larangan jilbab akan menstigmatisasi dan meminggirkan perempuan dan anak perempuan.

“Kebebasan beragama mencakup kemampuan untuk memilih pakaian keagamaan seseorang. Negara Bagian Karnataka di India seharusnya tidak menentukan kebolehan pakaian keagamaan. Larangan jilbab di sekolah melanggar kebebasan beragama dan menstigmatisasi serta meminggirkan perempuan dan anak perempuan," ujar Hussain, dilansir Aljazirah, Ahad (13/2/2022).

Baca Juga

Bulan lalu, skelompok mahasiswa Muslim melakukan aksi protes karena larangan menggunakan jilbab di lingkungan kampus. Sejak itu beberapa perguruan tinggi lain ikut menggelar aksi protes untuk menentang larangan jilbab tersebut. Sementara, kelompok Hindu garis keras mengenakan selendang berwarna kunyit dalam aksi mendukung larangan jilbab di kampus.

Pada Sabtu (12/2/2022), Kementerian Luar Negeri India mengatakan, kasus larangan jilbab tersebut sedang dalam pemeriksaan pengadilan. “Kerangka dan mekanisme konstitusional kami, serta etos dan politik demokrasi kami, adalah konteks di mana masalah ini akan dipertimbangkan dan diselesaikan,” kata juru bicara kementerian Arindam Bagchi.

Persoalan larangan jilbab di perguruan tinggi dan sekolah di India menuai kemarahan dari dunia internasional. Aktivis hak perempuan Malala Yousafzai mendesak para pemimpin India untuk menghentikan marginalisasi perempuan Muslim. 

“Perguruan tinggi memaksa kita untuk memilih antara studi dan jilbab,” ujar Yousafzai.

Sementara, pemain sepak bola dari Manchester United, Paul Pogba, juga menyatakan keprihatinannya terhadap wanita Muslim di Karnataka. Dia membagikan sebuah video di Instagram tentang pelecehan yang dialami oleh mahasiswi Muslim akibat larangan jilbab.

Pada 5 Februari, pemerintah negara bagian selatan yang dipimpin oleh Partai Bharatiya Janata Party (BJP) pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi melarang pakaian yang mengganggu kesetaraan, integritas, dan ketertiban umum. Pengadilan tinggi Karnataka pada Kamis (10/2/2022) menangguhkan keputusannya sebagai tanggapan atas petisi yang diajukan oleh sekelompok wanita Muslim terhadap larangan jilbab.

Panel tiga hakim akan mengadili kasus itu pada Senin (14/2/2022) untuk memutuskan apakah sekolah dan perguruan tinggi dapat memerintahkan siswa tidak mengenakan jilbab di ruang kelas. Untuk sementara, pengadilan telah meminta siswa agar tidak mengenakan jilbab di perguruan tinggi.

Aktivis mengatakan larangan jilbab adalah bagian dari agenda anti-Muslim BJP dan bertentangan dengan konstitusi India, yang menjamin hak beragama bagi setiap warga negara.  Sejak Modi berkuasa, serangan terhadap minoritas, khususnya Muslim telah meningkat.

Seorang mahasiswa Muslim mengatakan kepada Aljazirah bahwa, keputusan perguruan tinggi melarang jilbab sangat mengejutkan. Mereka berpendapat, konstitusi mengizinkan orang India untuk mengenakan pakaian pilihan mereka dan menampilkan simbol-simbol agama.

Aktivis dan pemimpin oposisi juga mengkritik negara bagian Karnataka karena meloloskan undang-undang anti-konversi dan undang-undang anti-sembelih sapi tahun lalu. Undang-undang ini untuk menargetkan orang Kristen dan Muslim. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement