Selasa 15 Feb 2022 00:25 WIB

PM Jepang Bahas Rencana Pemberian Sanksi untuk Rusia

Rusia terbuka untuk melakukan pembicaraan dengan AS untuk redakan ketegangan.

Rep: Puti Almas/ Red: Friska Yolandha
 Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida
Foto: AP/Kyodo News
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mengatakan saat ini pemerintah tengah mendiskusikan potensi sanksi terhadap Rusia dengan perwakilan dari Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa. 

"Dalam hal sanksi dikenakan pada Federasi Rusia, konten spesifik mereka sedang dibahas dengan perwakilan AS dan negara-negara besar Eropa," ujar sekretaris jenderal Partai Demokrat Liberal (LDP), mengutip Kishida seperti dilansir TASS, Senin (14/2/2022). 

Baca Juga

Baru-baru ini, klaim potensi invasi Rusia ke Ukraina telah cukup sering digaungkan di Ukraina dan di seluruh negara Barat. Juru Bicara Pemerintah Rusia, Dmitry Peskov mengecam laporan itu sebagai eskalasi ketegangan yang kosong dan tidak berdasar. 

Peskov menggarisbawahi bahwa Rusia tidak menimbulkan ancaman bagi siapapun. Ia juga mencatat bahwa provokasi dapat terjadi untuk membenarkan klaim tersebut dan memperingatkan bahwa upaya tersebut akan menanggung konsekuensi yang paling serius.

Dalam beberapa bulan terakhir, Rusia dituduh memusatkan pasukan di dekat perbatasan Ukraina, yang diduga sebagai langkah untuk mempersiapkan invasi. Meski demikian, Moskow berulang kali mengatakan bahwa mereka tidak berniat menyerang Ukraina.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa Rusia tetap terbuka untuk melakukan pembicaraan dengan AS dan sekutu-sekutunya untuk meredakan ketegangan terkait masalah Ukraina. Ia juga berpendapat bahwa membahas kepentingan semua pihak perlu dilakukan. 

Perundingan yang dilakukan oleh Rusia bersama dengan AS dan negara-negara Barat sejauh ini masih gagal menghasilkan kemajuan apapun. Washington dan sekutu yang tergabung dalam NATO telah menolak permintaan Moskow untuk menghentikan ekspansi ke Ukraina serta negara-negara bekas Uni Soviet lainnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement