Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dedy Setyo Afrianto

Romantisme ala Remaja Penggerak Perubahan

Eduaksi | Tuesday, 15 Feb 2022, 07:46 WIB

Setiap pertengahan bulan Februari, sebagian remaja menganggapnya sebagai hari kasih sayang. Mereka yang sedang galau dengan momen ini akan mengatakan, “Begitulah cinta, deritanya tiada pernah berakhir”. Bagi Anda penikmat serial TV Sun Go Kong (Kera Sakti) era 90-an, Anda pasti bersepakat kalau kalimat ini demikian terkenal kala itu. Seperti kata si Pat Kay yang berkali-kali gagal dalam kisah cintanya.

Namun Saya masih meyakini, masih lebih banyak jumlah remaja kita yang masih “waras”, sehingga tak ada hari yang spesial untuk mengklaim nya sebagai hari cinta.

Kisah percintaan, mulai dari Romeo-Juliet, Laila-Majnun, sampai dengan Rahul-Anjali (di film India legendaris Kuch-Kuch Hotta Hai tahun 98), selalu memberikan pesan penting bahwa cinta itu selalu menggerakkan pelakunya. Menggerakkan untuk berkorban, melewati lautan, mendaki gunung dan bukit, hingga rela mati karena bucin (istilah Buta-Cinta yang populer hari ini).

Menurut sebagian orang, cinta memang resiprokal. 10 yang Anda terima, akan menuntut 10 lagi yang musti Anda berikan. Makin banyak yang Anda dapatkan, maka siap-siap Anda akan mengeluarkan sebanyak itu pula, Anda boleh sepakat atau tidak tentang hal ini. Tapi tidak dengan para remaja ini, cinta dan pengobanan mereka tak berharap balasan. Disaat banyak seumurannya yang terkena “virus merah jambu”. Cinta ala mereka adalah dengan mengobarkan semangat perubahan kepada orang-orang disekitarnya. Mereka gelisah dengan kondisi masyarakat dan alamnya yang terganggu. Sekaligus mengabarkan kepada kita, bahwa cinta yang besar itu, memantik inspirasi dan gagasan yang bermanfaat untuk dunia dimasa yang panjang.

Dua orang remaja yang hidup dimasa abad 21 ini menginspirasi jutaan remaja lainnya untuk ikut bersama-sama peduli dalam bidang pendidikan dan lingkungan. Namanya Malala Yousafzai dan Greta Thunberg. Mereka adalah pelopor pergerakan besar diabad ini.

Malala Yousafzai

Malala merupakan gadis remaja dari Lembah Swat Pakistan yang saat pendudukan Taliban disana, terkena imbas kekejaman mereka. Malala merupakan putri dari seorang guru yang bernama Ziauddin Yousafyai. Seorang Ayah yang menjadi pendorong dan penyemangat putrinya untuk mencintai belajar.

Malala Yousafzai. Aktivis remaja putri dari Pakistan.

Seperti remaja usia sekolahan yang lainnya, yang mengisi hari-harinya dengan berangkat sekolah diawal pagi, Taliban pada awalnya tidak masalah dengan hal ini. Seiring dengan berjalannya waktu, Taliban membuat pembatasan-pembatasan, termasuk diantaranya melarang perempuan disana untuk sekolah. Tidak hanya melakukan pelarangan untuk para siswi belajar di sekolah, bahkan ditambah dengan ancaman jika tetap nekat berangkat akan ada konsekuensi lanjutan.

Suatu hari, BBC (kantor berita internasional) datang memberikan kesempatan bagi para siswa yang ingin menulis catatan harian melalui blog (berbahasa urdu) seputar kejadian disekitar mereka. Malala berkeinginan untuk menggunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya, bahkan disupport penuh oleh ayah dan ibunya.

Ibunya berkata “Kebenaran yang harus datang, dan kepalsuan harus mati”. Ya dengan cara inilah kebenaran akan bersuara lebih lantang dari sebelumnya.

Demi alasan keamanan, Malala diberikan nama anonim yakni Gul Makai. Malala rutin menulis kegiatan sehari-harinya, suasana hati dan ketakutan Malala beserta teman sebayanya yang ingin bersekolah secara normal, namun terhalang karena ancaman-ancaman yang ada. Ternyata tulisan Malala (walaupun dengan identitas anonim), berhasil memantik perhatian sekaligus keprihatinan dari banyak masyarakat, tidak hanya dari Pakistan saja, namun juga dari negara-negara lainnya terutama setelah tulisan tersebut ditransliterasi kedalam bahasa inggris.

Dengan cara inilah dunia jadi lebih tahu apa yang terjadi, bahwa keinginan remaja untuk meraih pendidikan, mendapatkan banyak halangan bahkan ancaman jiwa. Suara Malala lebih “lantang” lagi setelah identitas aslinya dibuka ke publik, waktu itu Taliban berhasil dipukul mundur sejenak oleh Pemerintah Pakistan. Mulai saat itu, Malala dengan identitas aslinya banyak diminta untuk berbicara tentang keprihatinan yang telah terjadi. Malala telah dikenal dunia. Hal inilah yang mengakibatkan Taliban “mengincar” Malala untuk menjadi target pembunuhan berikutnya.

Tanggal 9 Oktober 2012, siang hari saat sepulang dari sekolah, bus itu menjadi saksi bahwa percobaan pembunuhan kepada Malala benar-benar terjadi. Malala beserta teman-temannya menjadi sasaran penembakan anggota Taliban. Untungnya, Malala dan teman-temannya walaupun terkena tembakan berhasil diselamatkan. Dengan tindakan medis yang rumit bahkan hingga dilarikan sampai ke Inggris (dengan bantuan komunitas internasional), Malala berhasil melalui rangkaian operasi bedah di kepalanya. Proses recovery yang sangat panjang, dengan bantuan banyak ahli medis dan fisioterapis, membuat Malala mendapatkan “kehidupan baru”.

Kejadian-kejadian ini tidak membuat nyali Malala ciut, bahkan “nyanyian” Malala malah lebih kencang dari sebelumnya. Malala diundang dibanyak negara seperti AS, Nigeria, PBB dan forum-forum internasional untuk menyemangati dan menginspirasi bahwa perjuangannya belum usai. Malala telah menjadi simbol bagi belasan juta remaja putri di Pakistan untuk memperjuangkan haknya dalam pendidikan.

Malala di forum PBB. Sumber : Aljazeera

Tahun 2013, Malala dinobatkan oleh Majalah Time sebagai 100 orang yang berpengaruh didunia. Sementara setahun sesudahnya (tahun 2014), Malala memperoleh nobel perdamaian saat umurnya baru menginjak 17 tahun. Kiprah Malala, tidak hanya memiliki pengaruh kepada sebayanya di Pakistan, namun juga diseluruh dunia.

Greta Thunberg

Bagaimana dengan Greta Thunberg ?. Kisah remaja asal Swedia ini juga menginspirasi banyak orang untuk bergerak. Thunberg pertama kali mendapatkan liputan berita, saat dirinya menjadi demonstran tunggal di luar gedung parlemen Swedia pada Agustus 2018. Aktivis berusia 15 tahun itu mengajak remaja dunia lainnya untuk “mogok sekolah untuk iklim”. Thunberg mempopulerkan gerakan ‘Fridays for Future’ (gerakan setiap Jumat) yang mendorong pemerintahan Swedia untuk mengambil tindakan tegas dalam memerangi perubahan iklim, khususnya dalam mengurangi emisi karbon di lingkungan.

Akhir Tahun 2018, Thunberg diundang untuk memberikan pidato pada Konferensi PBB untuk bicara tentang perubahan iklim di Polandia. Kalimat-kalimat Thunberg itu menginspirasi banyak orang untuk mendukung gerakan ‘Fridays for Future’ yang dimulai olehnya.

Fridays for Future. Sumber : http://redgreenandblue.org/

Pada 20 September 2019, sekira 4 juta orang yang sebagian besar seumuran dengannya, turun ke jalan untuk melakukan 2500 aksi yang digelar lebih dari 160 negara ditujuh benua. Aksi ini tergolong sebagai unjuk rasa iklim terbesar dalam sejarah dunia.

Sempat masuk sebagai nominator penerima Nobel perdamaian, Thunberg mendapatkan ganjaran sebagai Ambassador of Conscience oleh organisasi hak asasi manusia Amnesty International. Majalah TIME juga menobatkan Greta Thunberg sebagai TIME Person of the year pada tahun 2019.

Greta di forum PBB. Sumber : https://static.theprint.in/

Greta Thunberg telah menginspirasi jutaan manusia lainnya diberbagai negara, bahwa masalah lingkungan hidup bukan hanya menjadi issue dinas lingkungan hidup semata, namun juga menjadi pembahasan di seluruh dunia. Bahkan tidak hanya dijaman ini saja, karena lingkungan hidup ini juga menjadi warisan generasi berikutnya. Seperti pada kalimatnya saat diwawancara, “Kita tidak bisa terus hidup seperti tidak ada hari esok, karena memang ada hari esok”.

Greta dan Malala dalam satu pertemuan di Oxford UK. Sumber : Instagram Greeta Thunberg

Dua remaja hebat diatas, memang tidak akan habis dibicarakan pada tulisan ini. Kecintaan mereka pada masyarakat dan lingkungannya, menimbulkan efek menggerakkan rasa kepedulian, pengorbanan, dan mengobarkan semangat baru. Tidak hanya pada negaranya saja, namun juga pada masyarakat dunia. Tidak hanya dikenal saat ini saja, namun juga dimasa-masa berikutnya.

Cinta memang tidak harus selalu berbalas pada masa yang sama, namun efek cinta nya, selalu berhasil melampaui ruang dan waktu.

Semoga bermanfaat.

*penulis mendokumentasikan juga pada blog pribadinya dengan alamat https://dedysetyo.net/2021/02/15/romantisme-ala-remaja-penggerak-perubahan/

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image