Ahad 20 Feb 2022 17:26 WIB

Kedubes India untuk RI Respons Polemik Jilbab di Karnataka

Institusi pendidikan bersikeras untuk menegakkan kode seragam tunggal demi kesetaraan

Mahasiswa dari Universitas Karachi meneriakkan slogan-slogan menentang India setelah seorang gadis Muslim di negara bagian Karnataka ditolak masuk ke perguruan tinggi karena menentang larangan hijab negara bagian, di Karachi, Pakistan, 14 Februari 2022.
Foto: EPA-EFE/SHAHZAIB AKBER
Mahasiswa dari Universitas Karachi meneriakkan slogan-slogan menentang India setelah seorang gadis Muslim di negara bagian Karnataka ditolak masuk ke perguruan tinggi karena menentang larangan hijab negara bagian, di Karachi, Pakistan, 14 Februari 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Polemik larangan mengenakan hijab di institusi pendidikan di Negara Bagian Karnataka, India, terus memanas. Dunia internasional ikut menyoroti kebijakan tersebut.  

Dilansir dari Indian Express pada Rabu (16/2/2022), negara-negara di bawah Organisasi Kerjasama Islam (OKI) mendesak PBB ikut menyelidiki dugaan adanya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap Muslim di India. Pernyataan yang dikeluarkan sekretariat OKI melalui akun resmi twitternya itu mendapat respon dari Kementerian Luar Negeri India yang menyebut OKI tengah melakukan propaganda jahat terhadap India.

Kedutaan Besar India untuk RI di Jakarta menyikapi tentang polemik pelarangan jilbab di Negara Bagian Karnataka tersebut.  Sekretaris Kedua Kedutaan Besar India untuk RI, Avantika Singh menjelaskan, peristiwa yang terjadi di Karnataka telah dibawa ke ranah pengadilan tinggi di negara bagian tersebut. Menurut dia, putusan pengadilan tinggi dinanti.

Basically, the educational institution are insisting on upholding a single uniform code so as to maintain equality (terj: Pada dasarnya, institusi pendidikan bersikeras untuk menegakkan kode seragam tunggal untuk menjaga kesetaraan),”jelas Avantika lewat pesan whatsapp kepada Republika, Senin (14/2/2022).  Avantika mengungkapkan, konstitusi India memberikan hak atas kesetaraan dan keyakinan beragama. “Makanya ditunggu putusan MK karena merupakan otoritas tertinggi dalam penafsiran UUD,”jelas dia.

 

Kasus ini bermula ketika sekolah pra universitas di Distrik Udupi, Karnataka, melarang enam orang siswi Muslim masuk kelas karena mengenakan hijab. Ini merespon kebijakan Pemerintah Negara Bagian Karnataka yang memerintahkan setiap lembaga pendidikan yang dikelola oleh pemerintah untuk menyerukan kepada siswa Muslim agar tidak mengenakan hijab sejak bulan lalu. 

Kebijakan itu mendapat dukungan dari partai penguasa di Karnataka, Bharatiya Janata (BJP) yang juga menaungi Perdana Menteri Narendra Modi. Enam orang siswi Muslim itu pun melakukan protes  di depan sekolah karena tidak bisa mengikuti pembelajaran. Pada sisi lain, kelompok nasionalis Hindu secara bergelombang melakukan demonstrasi mendukung kebijakan pemerintah negara bagian Karnataka. 

Mereka menggelar aksi di depan-depan lembaga pendidikan milik pemerintah dan menghalangi Mahasiswi yang mengenakan hijab masuk ke area sekolah atau kampus.  Komunitas Muslim India juga tak tinggal diam. Mereka juga melakukan demonstrasi balasan. Mereka menyerukan penolakan sekolah menerapkan larangan mengenakan hijab. Saat ini, Pengadilan Negara Bagian Karnataka tengah menggelar sidang  untuk memutuskan apakah kebijakan itu tetap diterapkan atau dicabut. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement