Senin 21 Feb 2022 23:21 WIB

Pesan Imam Ghazali Ihwal Kematian dan Bahaya Nafsu   

Imam Al Ghazali memberikan nasihat kematian untuk murid-muridnya

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi kematian. Imam Al Ghazali memberikan nasihat kematian untuk murid-muridnya
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Ilustrasi kematian. Imam Al Ghazali memberikan nasihat kematian untuk murid-muridnya

REPUBLIKA.CO.ID, — Dalam sejarah peradaban Islam, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghazali merupakan seorang cendekiawan yang terkemuka. 

Imam Al Ghazali berkebangsaan Persia. Julukannya adalah Hujjatul Islam atau Sang Pembela Akidah Islam. Ulama yang lahir pada 1058 M itu mencapai puncak kariernya saat memimpin Madrasah Nizhamiyah Baghdad. 

Baca Juga

Namun, pengikut mazhab fikih Syafii itu kemudian mengalami krisis identitas. Pada akhirnya ia memilih jalan sufi untuk mencapai kebahagiaan. 

Santri Al Juwaini ini menulis banyak karya. Beberapa di antaranya bertahan hingga abad modern. Kepakarannya meliputi banyak bidang, seperti logika, fikih, dan tasawuf. 

Pada 14 Jumadil Akhir 505 Hijriyah atau sekitar 1111 M Al Ghazali berpulang ke rahmatullah. Kepada murid-muridnya, sang Hujjatul Islam sering menyampaikan sejumlah nasihat. Berikut ini adalah beberapa pesan yang penuh hikmah darinya. 

Pertama, pada suatu hari, Al Ghazali bertanya kepada para santrinya, “Apakah sesuatu yang paling dekat dengan diri kita?” Pertanyaan itu tampaknya biasa saja. Murid-muridnya pun mengajukan jawaban yang juga datar. 

Mereka mengatakan, orang-orang yang terdekat adalah kedua orang tua, guru, sahabat, dan kerabat. Namun, jawaban itu semuanya keliru menurut Al Ghazali. Guru besar Madrasah Nizhamiyah itu menjelaskan, “Yang paling dekat adalah kematian. Sebab, setiap yang bernyawa pasti akan mati.”

Dalam Alquran surat Yunus ayat 49, Allah SWT berfirman sebagai berikut yaitu: 

قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي ضَرًّا وَلَا نَفْعًا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۗ لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۚ إِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَلَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ

“Katakanlah: "Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah". Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya).”   

Selanjutnya, sang Hujjatul Islam menanyakan perkara terbesar di dunia ini. Ada yang menjawab, matahari, bumi, dan lain-lain. Akan tetapi, semua itu dipandangnya keliru. Al Ghazali mengatakan, “Yang paling besar adalah hawa nafsu.” 

Begitu besar dorongan nafsu sehingga mampu mengubah seorang manusia menjadi lebih buas daripada binatang. Bahkan, diri insan dapat lebih hina karena memperturutkan syahwatnya. Karena itu, ulama besar itu mengingatkan murid-muridnya untuk senantiasa mengendalikan hawa nafsu. 

Dalam hal ini, Al Ghazali menawarkan konsep riyadhah atau latihan menempa watak diri. Adapun tahapannya dimulai dari pengendalian konsumsi makanan, pengurangan jam tidur, pembatasan hasrat untuk berbicara yang tidak bermanfaat, hingga bersabar terhadap perlakuan kasar orang lain.    

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement