Rabu 23 Feb 2022 15:29 WIB

Krisis Keuangan Paksa Sri Lanka Terapkan Pemadaman Bergilir

Sri Lamka mematikan pembangkit listrik selama empat setengah jam pada Rabu.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Penjaga toko tengah berbicara dengan pembeli di toko di tengah pemutusan listrik di  Colombo, Sri Lanka, Rabu (23/2/2022).
Foto: AP Photo/Eranga Jayawardena
Penjaga toko tengah berbicara dengan pembeli di toko di tengah pemutusan listrik di Colombo, Sri Lanka, Rabu (23/2/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, COLOMBO -- Pemerintah Sri Lanka menerapkan pemadaman listrik bergilir di seluruh negeri kepulauan itu. Sebab, krisis keuangan yang semakin dalam mengakibatkan kelangkaan bahan bakar dan melumpuhkan jaringan listrik.

Komisi Utilitas Publik Sri Lanka mengatakan akan mematikan pembangkit listrik negara itu selama empat setengah jam pada Rabu (23/2/2022). Setelah memadamkan listrik selama dua jam pada Senin (21/2/2022) dan Selasa (22/2/2022) lalu.

Baca Juga

Pemerintah mengatakan pemadaman akan diterapkan bergilir antar wilayah antara pukul 08.30 pagi hingga 22.30 malam. Lembaga regulator pemerintah mengatakan perusahaan milik negara Ceylon Electricity Board meminta izin untuk menerapkan pemadaman karena bahan bakar langkah.

Sehingga pembangkit listrik nasional kehilangan sekitar 700 megawatt (MW). Selama beberapa pekan terakhir rakyat Sri Lanka mengalami pemadaman listrik sporadis.

Ketua Komisi Utilitas Publik Sri Lanka Janaka Ratnayake mengatakan pemadaman disebabkan kelangkaan bahan bakar. "Kami memiliki krisis bahan bakar bukan krisis listrik," katanya.

Cadangan devisa yang menipis mengakibatkan Sri Lanka mengalami krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dekade. Krisis mata uang telah menghambat impor bahan bakar dan komoditas esensial lainnya dari luar negeri, termasuk susu bubuk, gas untuk memasak dan bensin.

Sebelumnya masyarakat Ibukota Colombo dan pinggir kota terpaksa mengantri untuk dapat mengisi sepeda motor mereka. Sementara sejumlah pom bensin masih tutup karena belum mendapatkan pasokan baru.

Pandemi memperburuk keadaan ekonomi Sri Lanka yang mengandalkan pariwisata dan perdagangan. Pemerintah memperkirakan dalam dua tahun terakhir negara itu mengalami kerugian sebesar 14 miliar dolar AS.

Bank sentral memperkirakan perekonomian Sri Lanka mengalami kontraksi sebesar 1,5 persen pada Juli hingga September 2021. Sementara pada bulan Desember inflasi mencapai 12,1 persen.  

Sri Lanka sudah banyak meminjam dan harus membayar 12,5 miliar dolar AS dalam bentuk obligasi. Pejabat mengatakan pemerintah perlahan-lahan sudah membangun kembali cadangan devisa untuk memastikan pembayaran utang.

Bank sentral mengatakan pemerintah Sri Lanka sudah menyelesaikan pembayaran utang 500 juta dolar AS dalam bentuk obligasi pada bulan Januari. Cadangan pemerintah mencapai 2,36 miliar dolar AS pada akhir Januari.

Hingga tahun 2022 ini Sri Lanka memiliki kewajiban membayar utang asing hingga 7 miliar dolar AS. Termasuk yang harus dibayar sebesar 1 miliar dolar AS pada bulan Juli.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement