Kamis 24 Feb 2022 06:39 WIB

Menag Bandingkan Toa Masjid dan Anjing Menggonggong, Ini Respons KH Cholil

Kiai Cholil enggan berkomentar membandingkan sesuatu yang suci dengan hewan najis.

Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis merasa sedih atas pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang membandingkan pembatasan suara toa di masjid maupun mushola terkait azan dengan gonggongan anjing. Cholil merasa ilustrasi yang disampaikan tidak dalam konteks yang pas.

"Ya Allah ... ya Allah ... ya Allah. Kadang malas berkomentar soal membandingkan sesuatu yang suci dan baik dengan suara hewan najis mughallazhah," ujar Cholil berusaha menahan diri ketika dikonfirmasi Republika di Jakarta, Kamis (24/2/2022).

Baca Juga

Menurut dia, hendaknya seorang pejabat bisa menyampaikan sesuatu kepada publik dengan bahasa santun. Cholil pun berdoa kepada Sang Pencipta agar semua masyarakat mendapat perlindungan dari masalah yang sedang dihadapi.

"Karena itu bukan soal kinerja, tapi soal kepantasan di ruang publik oleh pejabat publik. Mudah-mudahan Allah mengampuni dan melindungi kita semua," kata Cholil.

Pada Rabu (23/2/2022), Menag Yaqut Cholil Qoumas membuat geger jagat dunia maya. Hal itu setelah video wawancara Yaqut terkait surat edaran (SE) penggunaan pengeras suara di masjid dan moshala viral di media sosial. Karena alasan itulah, Kementerian Agama (Kemenag) mengatur suara toa masjid agar jangan sampai mengganggu masyarakat sekitar.

"Misal depan belakang pelihara anjing semua, menggonggong dalam waktu bersamaan. Kita ini terganggu gak?" ujar Yaqut dalam video wawancara di Balai Serindit, Komplek Gubernuran, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, yang diunggah akun Twitter, @Boesthami, dikutip di Jakarta, Kamis.

Ketua umum GP Ansor itu menyebut, suara apa pun, termasuk azan yang keluar dari pengeras suara dianggap mengganggu maka harus diatur. Hal itu dilakukan agar tidak menjadi gangguan bagi orang lain. Kebijakan itu juga agar masyarakat agama lain tidak terganggu toa masjid.

"Speaker di mushola, masjid, monggo dipakai, silakan dipakai. Tapi, tolong diatur agar tidak ada yang merasa terganggu agar niat menggunakan toa, menggunakan speaker sebagai sarana sebagai wasilah untuk syiar melakukan syiar tetap bisa dilaksanakan tanpa harus mengganggu mereka yang mungkin tidak sama dengan keyakinan kita, berbeda keyakinan kita harus tetap hargai," ujar Yaqut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement