Kamis 24 Feb 2022 07:13 WIB

AS Tuding China dan Rusia Bentuk Tatanan Dunia Baru

China dan Rusia bekerja sama untuk menciptakan tatanan dunia baru yang tidak liberal

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Sebuah mobil menunggu untuk melintasi pos pemeriksaan dari wilayah yang dikuasai oleh separatis yang didukung Rusia ke wilayah yang dikendalikan oleh pasukan Ukraina di Novotroitske, Ukraina timur, Senin, 21 Februari 2022.
Foto: AP/Evgeniy Maloletka
Sebuah mobil menunggu untuk melintasi pos pemeriksaan dari wilayah yang dikuasai oleh separatis yang didukung Rusia ke wilayah yang dikendalikan oleh pasukan Ukraina di Novotroitske, Ukraina timur, Senin, 21 Februari 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) pada Rabu (23/2/2022) menuduh China dan Rusia bekerja sama untuk menciptakan tatanan dunia baru yang sangat tidak liberal. Menurut AS, tindakan Moskow terhadap Ukraina merupakan bagian dari pembentukan tatanan baru tersebut.

Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan, arah pengembangan hubungan China-Rusia menjadi perhatian besar. Hal ini mengacu pada peningkatan kemitraan tanpa batas yang diumumkan China dan Rusia. Kedua negara tersebut berjanji untuk meningkatkan berkolaborasi melawan Amerika Serikat dan Barat.

Baca Juga

"Kami pikir Rusia dan China juga menginginkan tatanan dunia. Tapi ini adalah tatanan yang akan sangat tidak liberal, tatanan yang bertentangan dengan sistem yang dibangun negara-negara di seluruh dunia dalam tujuh dekade terakhir. Ini adalah perintah yang  merusak, bukan aditif," ujar Price.

Price mencatat bahwa, dalam tatanan negaranya, China telah berulang kali menekankan prinsip kedaulatan tidak dapat diganggu gugat. China telah mendesak semua pihak yang terlibat dalam krisis Ukraina untuk menahan diri.

China mengatakan bahwa, kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas teritorial negara mana pun harus dihormati serta dijaga. Namun pada saat yang sama, China telah mendesak Amerika Serikat untuk menghormati dan memenuhi tuntutan Rusia terkait jaminan keamanan.

"Jadi, Anda harus bertanya kepada China, bagaimana mereka mengawinkan posisi lama itu dengan apa pun selain upaya untuk menggunakan pengaruh besar yang mereka miliki dengan Federasi Rusia, untuk mendesak Vladimir Putin mundur dan memutuskan eskalasi,” ujar Price.

Analis yang berbasis di AS mengatakan,  China memiliki kekhawatiran dengan dampak tindakan Rusia kepada Ukraina terhadap hubungan perdagangannya dengan Eropa. Terutama jika China dianggap mendukung Rusia. Tetapi mereka juga percaya sikap ambigu Beijing dan pakta yang ditingkatkan dengan Rusia telah memberi Putin kepercayaan diri untuk terus maju di Ukraina.

Pekan lalu, para ahli mengatakan kepada Reuters bahwa, China akan mendukung Rusia secara diplomatis dan ekonomi jika menyerang Ukraina. Tetapi China akan berhenti memberikan dukungan militer.  

Washington telah memperingatkan bahwa, perusahaan-perusahaan China akan menghadapi konsekuensi jika mereka berusaha untuk menghindari kendali ekspor yang dikenakan pada Moskow. Terutama jika Rusia menyerang Ukraina.

Baca juga : Kuba dan Venezuela Dukung Rusia dalam Krisis Ukraina

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement