Kala SBY Digoda Perpanjangan Jabatan Presiden

Sejarah  

Sejumlah petinggi partai politik koalisi belakangan membuat hangat perpolitikan dengan mendukung gagasan penundaan pemilu yang sekaligus berarti perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo. Dari soal pandemi, kondisi perekonomian, sampai kepuasan masyarakat jadi alasan usulan tersebut.

Sebelum era Reformasi, Indonesia sedianya memang tak punya aturan soal masa jabatan presiden. Proklamator Sukarno, misalnya, menjabat selama 22 tahun sebelum terjadi peristiwa G30S dan harus menyerahkan kekuasaan pada Mayjen Soeharto. Jika tak ada peristiwa itu, beliau bahkan bisa jadi menjabat seumur hidup.

Aksi Mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR di Jakarta (19/05/1998). 9Dok Republika)
Aksi Mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR di Jakarta (19/05/1998). 9Dok Republika)

Sedangkan Pak Harto menjabat selama 32 tahun. Masa jabatan yang dinilai sebagian pihak penuh represi dan dijalankan dengan tangan besi. Lamanya masa jabatan Soeharto tersebutlah, beserta pelanggaran-pelanggaran selama Orde Baru yang jadi salah satu pendorong kuat pembatasan masa jabatan presiden.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Ide pembatasan tersebut kuat mengemuka di kalangan reformis pada 1998. Namun dalam forum rapat resmi, ide itu terekam pertama kali disampaikan Ketua Fraksi ABRI di DPR, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hanya empat hari setelah lengsernya Soeharto pada 1998.

Dalam rapat Tim Reformasi ABRI kala itu, ia menyatakan bahwa masa jabatan presiden tanpa batas telah menimbulkan trauma di masyarakat dan berpotensi menimbulkan gejolak seperti tahun itu.

Dari kaca mata militer, masa jabatan yang tak dibatasi justru bakal memicu instabilitas di masa datang. "Agar tidak terjadi masalah berkaitan kekuasaan, terpikir dari kami, bagaimana kalau masa jabatan presiden dibatasi cuma dua kali?," ujar SBY kala itu dikutip dari arsip Republika.

Gayung bersambut, ide itu diamini parlemen dan kemudian oleh pemerintahan Presdien BJ Habibie. Saat dilakukan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pada 1999, klausul pembatasan masa jabatan itu diimbuhkan pada amandemen Pasal 7 UUD 1945.

Susilo Bambang Yudhoyono pada 2005. (Darmawan/Republika)
Susilo Bambang Yudhoyono pada 2005. (Darmawan/Republika)

Sebelum amandemen, bunyi pasal tersebut adalah "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali". Setelah amandemen, bunyinya menjadi "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan."

Saat kemudian menjabat sebagai presiden, SBY sempat coba digoda juga dengan perpanjangan masa jabatan. Kala itu, politikus Demokrat Ruhut Sitompul yang mewacanakan hal tersebut.

Namun, SBY tegus dengan usulannya pada 1998. Ia menegaskan penolakannya saat berpidato pada acara peringatan Hari Konstitusi di Kompleks Parlemen Senayan pada 2010. "Saya sebagai pelaku utama dan terlibat langsung (pembatasan masa jabatan presiden)," ujarnya mengenang rapat pada 1998. "Saya dorong supaya masa jabatan presiden dibatasi, paling lama dua kali," ia menegaskan.

Menurut SBY saat itu, kekuasaan yang terlalu lama berada di tangan seseorang akan menimbulkan berbagai penyimpangan, antara lain korupsi. Indonesia telah mengalami sejarah panjang model kepemimpinan presiden seumur hidup dan presiden yang dipilih hingga enam kali. Pengalaman sejarah itu, kata SBY, tidak baik untuk kemajuan bangsa.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Tentang sejarah Tanah Air, dunia, dan peradaban Islam.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

Kategori

× Image