Selasa 01 Mar 2022 00:25 WIB

Ekonom Ungkap Tiga Opsi Pemerintah Naikkan Harga Elpiji

Kenaikan harga elpiji diyakini akan mendorong konsumen beralih ke LPG 3 kg subsidi

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja menata tabung gas elpiji nonsubsidi di salah satu agen di Petojo, Jakarta, Selasa (28/12/2021). Pertamina melakukan penyesuaian harga elpiji nonsubsidi ukuran 5,5 kilogram dan 12 kilogram dengan kenaikan antara Rp1.600 hingga Rp2.600 per kilogram sejak 25 Desember 2021 untuk merespons tren peningkatan harga
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Pekerja menata tabung gas elpiji nonsubsidi di salah satu agen di Petojo, Jakarta, Selasa (28/12/2021). Pertamina melakukan penyesuaian harga elpiji nonsubsidi ukuran 5,5 kilogram dan 12 kilogram dengan kenaikan antara Rp1.600 hingga Rp2.600 per kilogram sejak 25 Desember 2021 untuk merespons tren peningkatan harga

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) memutuskan kenaikan harga elpiji 12 kg dan 5 kg menyusul kenaikan acuan CP Aramco. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai ada tiga opsi Pertamina memutuskan untuk menaikkan harga elpiji. Pertama, penundaan kenaikan harga LPG non subsidi karena sebelumnya telah disesuaikan pada Desember 2021 lalu. 

“Penyesuaian harga elpiji nonsubsidi ukuran 5,5 kilogram dan 12 kilogram naik dalam rentang Rp 1.600 hingga Rp 2.600 per kilogram. Dengan menunda kenaikan LPG non subsidi sama dengan mencegah beralihnya konsumen mampu ke LPG 3 kg,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Senin (28/2/2022).

Kedua, lanjut Bhima, membenahi skema subsidi LPG 3 kg secara lebih ketat. Saat ini model LPG 3kg dijual terbuka hanya dengan embel-embel “bagi orang miskin" jelas tidak efektif. 

“Idealnya pembeli LPG 3 kg benar-benar orang miskin atau rentan miskin yang masuk dalam DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial). Sinkronisasi data di Kementerian ESDM, Pertamina maupun Kementerian sosial ini penting memastikan subsidi tepat sasaran,” ucapnya.

Terakhir, menurutnya, jika tidak terdapat perubahan mekanisme subsidi maka pemerintah disarankan untuk menambah alokasi subsidi LPG 3 kg dan BBM dari Rp 77,5 triliun menjadi Rp 120 triliun. 

“Penambahan subsidi energi mutlak diperlukan, sehingga perpindahan konsumsi LPG dari non subsidi ke LPG 3 kg tidak berdampak ke kelangkaan pasokan,” ucapnya.

Sementara itu Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy menambahkan jika melihat sebenarnya tahun ini pemerintah mengubah skema LPG yang tadinya berbasis komoditas menjadi berbasis orang, artinya kelompok masyarakat yang menerima subsidi akan mendapatkan bantuan dana dari pemerintah bagi kepentingan pembelian LPG 3 Kg. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi ketidaktepatan penyaluran bantuan subsidi ini yang terjadi di penyaluran subsidi sebelumnya. 

“Memang harus diakui cukup tricky mengantisipasi hal ini. Menurut saya beberapa pendekatan bisa dilakukan untuk mencegah hal ini pertama, menambah fungsi dari kartu sembako, kartu sembako selain dipergunakan untuk menyalurkan bantuan sosial bisa juga untuk sementara digunakan untuk validasi kepada kelompok yang memang diperuntukkan menerima subsidi LPG,” ucapnya.

“Mereka yang hanya punya kartu inilah yang bisa membeli LPG 3 Kg. Hanya memang perlu diakui bahwa untuk menjalankan kebijakan ini pemerintah perlu basis data yang reliable untuk meminimalisir error dalam penyaluran kartu/bantuan subsidi LPG 3 Kg,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement