Rabu 02 Mar 2022 20:30 WIB

Taubat Kaab bin Malik Absen dari Perang Tabuk dan Turunnya Wahyu 

Kaab bin Malib menyatakan taubat tidak ikut dalam Perang Tabuk

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi Sahabat Nabi Kaab bin Malik. Kaab bin Malib menyatakan taubat tidak ikut dalam Perang Tabuk
Foto: MgIt03
Ilustrasi Sahabat Nabi Kaab bin Malik. Kaab bin Malib menyatakan taubat tidak ikut dalam Perang Tabuk

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kaab bin Malik radhiyallahu ‘anhu adalah sahabat yang sangat setia pada Rasulullah ﷺ . Selama hidupnya, dia selalu ikut berjihad bersama Rasulullah ﷺ, namun, suatu ketika dia tak ikut perang dan akhirnya dia menyesal.  

Kisah penyesalan Kaab diceritakan Aan Wulandari dalam bukunya "Kisah Istimewa Asmaul Husna". 

Baca Juga

Aan mengisahkan suatu ketika, terdengar kabar bahwa tentara perang Romawi tengah diberangkatkan ke Madinah. "Jumlahnya 40 ribu orang lengkap dengan kendaraan dan persenjataan," katanya. 

Kaum Muslimin di Madinah pun dilanda ketakutan. Untuk menghindari peperangan di Madinah, Rasulullah SAW memutuskan mengadang pasukan Romawi di luar Madinah. "Beliau mengumumkan agar kaum Muslimin bersiap berangkat ke Tabuk," katanya. 

 

Ketika kaum Muslimin bersiap-siap berangkat jihad, Kaab menunda-nunda bergabung bersama pasukan Rasulullah ﷺ. Hingga akhirnya, dia tertinggal, dan tidak bisa mengikuti Perang Tabuk.  

"Hanya orang munafik dan orang yang mempunyai udzur syari yang tidak ikut perang, sedangkan Kaab sejatinya mampu. Kaab sangat menyesali perbuatannya ini," katanya. 

Tibalah saatnya Kaab harus mengakui perbuatannya kepada Rasulullah. Pada suatu kesempatan dia bertanya. “Mengapa engkau tertinggal? Bukankah engkau telah menjual dirimu untuk membela Islam," tanya Rasulullah ﷺ. 

Kaab mengakui dengan jujur, dia tidak mempunyai alasan yang menyebabkan dirinya tak ikut perang. Kaab benar-benar memohon ampunan dari Allah SWT atas perbuatannya ini. 

Rasulullah ﷺ  pun bersabda, "Karena dia sudah berlaku jujur, maka berdirilah sampai Allah memberi keputusan tentangmu." 

Rasulullah  melarang kaum Muslimin berbicara kepada Kaab sampai datangnya keputusan dari Allah. Walaupun merasa sangat terkucil di Madinah, Kaab tetap tabah dan sabar.  

Dia ikut sholat jamaah, juga pergi ke pasar,walaupun tak ada seorang pun yangmenegurnya. Berita pengucilan Kaab didengar oleh Raja Ghassan. Maka, dia

mengirimkan surat kepada Kaab, meminta Kaab agar datang ke negerinya.  

Di sana, Kaab dijanjikan kedudukan dan kemuliaan. Keimanan yang kokoh dalam diri Kaab, membuat dia menolak ajakan Raja Ghassan. Dia pun membakar surat dari Raja. 

Ujian belum berakhir. Setelah empat puluh hari dikucilkan, datanglah utusan Rasulullah SAW. Mereka meminta Kaab agar menjauhi istrinya. 

Dengan penuh keimanan, Kaab pun mentaati perintah Rasulullah. Dia memulangkan istrinya kepada keluarganya sampai ada keputusan dari Allah SWT atas kesalahannya ini.

Saat itu, lebih dari satu bulan Rasulullah SAW tidak menerima wahyu. "Tak disangka, pada hari kelima puluh dikucilkannya Kaab, datanglah wahyu dari Allah SWT, seusai sholat subuh terdengar teriakan dari bukit cadas. “Wahai Ka'ab bin Malik, bergembiralah!”

Seketika itu juga, Kaab sujud syukur. Allah SWT turunkan surat At Taubah ayat 117-119. Allah SWT telah menerima taubat Kaab dan dua orang temannya yang tidak ikut Perang Tabuk, dan mengakui kesalahannya dengan jujur.  

Aan Wulandari mengatakan, kisah ini sesuai dengan 99 nama-nama indah Allah SWT yang ke 88 yaitu At-Tawwab, yang artinya Mahapenerima taubat. Dalam surat At Taubah ayat 104 Allah SWT berfirman: وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ "Dan Allah Mahapenerima taubat lagi Mahapenyayang." 

"Makna Allah Mahapenerima taubat hamba-Nya yang berbuat maksiat. Dosanya akan hilang dihapus semuanya," katanya. 

Aan Wulandari mengatakan, hikmah dari kisah di atas ini bahwa manusia tak pernah luput dari salah. Jangan pernah lupa memohon ampun kepada Allah SWT, dengan membaca istighfar setiap hari.   

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement