Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image taufik sentana

Paradigma Ilmu dalam Islam

Eduaksi | Wednesday, 02 Mar 2022, 22:52 WIB
Dok. Unair. Ilustrasi

Paradigma Ilmu dalam Islam

*****

Mungkin catatan ini tidak semewah judulnya. namun secara prinsipil, yang saya sajikan ini memang bagian dari titik pandang "baku dalam konsep ilmu.

Sejarah ilmu dalam Islam identik dengan pengajaran pertama yang diterima Adam AS. Kata "allama" dalam ayat yang dimaksud, merupakan bagian dari internalisasi nilai nilai pendidikan secara kognisi. apa yang diperoleh Adam kemudian disebutlah "ilmu", dengan itu pula dia menjalani proses hidup di dunia selain dengan "petunjuk khusus dari Allah.

Intelektualitas Adam:

Dari poin kecil ini, kita mencerna bahwa gen" intelektualitas Adam (pengalamannolah-pikirnya) mengalir dalam kehidupan personal kita.

Bahwa hakikatnya, hanya Allah yang Telah Memberi kita Ilmu terhadap apa yang kita capai sekarang ini: termasuk ilmu tentang benar dan salah atau sesat dan terarah, yang terbimbing lewat ajaran para nabi secara berkesinambungan, hingga nabi Muhammad saw.

Metodologi Iqra':

Selanjutnya, perintah dari wahyu pertama yang diterima oleh Baginda Muhammad saw juga terkait dengan "proses ilmiah", suatu konsep saintifik yang kita kenal belakangan.

Itulah kata " Iqra", secara bahasa bermakna: bacalah! : membaca, menggali makna peristiwa diri dan gejala semesta, serta membaca" suara suara kemurnian dalam pikiran untuk berkreasi, menyimpulkan gagasan dengan prinsip prinsip khusus.

Jadi, bila pada "Adam adalah konsepsi ilmu/ internalisasi ilmu, maka pada Nabi Muhammad adalah metodologinya (iqra").

Dari sini pula kita memahami kemudian, bahwa tidak ada agama manapun yang secara khusus, memerintahkan umatnya untuk menuntut ilmu, mengembangkan dan menyebarkan sehingga menjadi amal jariyah. (Menuntut ilmu setara dengan fi sabilillah).

Perintah itu hanya ada dalam agama Islam. baik lewat lisan Nabi Muhammad, atau secara eksplisit disampaikan dalam Al Quran, juga yang disebutkan secara tidak langsung. Itu termasuk, isyarat isyarat ilmiah yang dapat dibuktikan sementara oleh kajian sains modern, seperti perkawinan/penyerbukan lewat angin pada tumbuhan, jauh sebelum Ilmuwan Eropa mengkajinya.

Makna Ilmu dan Klasifikasi:

Hal yang tak kalah penting adalah, makna dari ilmu itu sendiri. para pendidik muslim, umumnya meyakini bahwa secara hakikat, ilmu adalah cahaya yang Allah tanamkan di hati seorang mukmin/ dengan Ilmu itu idealnya si manusia dapat mencapai derajat mengenal" Allah sebagai Rabb (Pencipta, Pemelihara, Pemberi rezeki).

Lalu secara empiris, ilmu adalah upaya mengenal sesuatu dengan sesuai hakikat dan detailnya sehingga berdampak pada perkembangan kemanusiaan/kehidupan, lahir dan batin.

Dan, yang sering menjadi dikotomi adalah sejarah klasifikasi ilmu. sebagian kita terpengaruh oleh pembagian ala Barat (versi Harvard, agaknya), atau efek Eropa yang trauma terhadap agama mereka dalam hal pengembangan Ilmu.

Sehingga dari mereka kita mengetahui bahwa sumber ilmu itu " filsafat, proses akal semata. tanpa itu tak bisa disebut ilmu. Lalu muncul ilmu IPA, IPS, dan Seni-sastra, yang berinduk ke filsafat.

Namun, dalam paradigma pendidikan Islam, setidaknya menurut klasifikasi Ibnu Khaldun. Ada Ilmu yang bersumber dari Wahyu, yaitu Al quran (termasuk. Hadis) dan Ilmu empiris, bersumber dari akal dan peristiwa diri dan alam sekitar manusia.

Jadi, sumber ilmu dalam Islam: Wahyu, Akal, sejarah, diri manusia itu sendiri, alam sekitar/lingkungan/semesta.

Adapun klasifikasinya secara praktis, saya lebih condong pada klasifikasi berdasarkan urgensinya:

maka mempelajari ilmu dalam Islam, terbagi pada Fardhu Ain dan Fardhu Kifayah.

Penulis tidak fokus pada klasifikasi ilmu agama dan umum, yang penulis anggap sebagai upaya sekularisasi ilmu, dan itu bertentangan dengan paradigma pendidikan Islam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image