Sabtu 05 Mar 2022 13:16 WIB

Buya Hamka Jelaskan Sidratul Muntaha

Prof Hamka Jelaskan Sidratul Muntaha

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Hafil
Buya Hamka Jelaskan Sidratul Muntaha. Foto:  Republika Penerbit Luncurkan Novel tentang Buya Hamka. Foto: Sampul Setangkai Pena di Taman Pujangga.
Foto: Dok Republika.co.id
Buya Hamka Jelaskan Sidratul Muntaha. Foto: Republika Penerbit Luncurkan Novel tentang Buya Hamka. Foto: Sampul Setangkai Pena di Taman Pujangga.

IHRAM.CO.ID,JAKARTA--Perjalanan Isra Miraj Nabi Muhammad yang begitu cepat tidak akan bisa dijangkau dengan akal dan nalar. Perjalanan darat dan langit Rasulullah hanya bisa dijangkau dengan hanya mempercayainya (Iman).

"Perjalanan itu amat jauh dan banyak pengalaman dan penglihatan," tulis Prof Dr Hamka dalam tafsirnya Al-Azhar.

Baca Juga

Nabi Muhammad SAW telah melewati langit demi langit sampai tujuh langit dan di tiap langit berjumpa dengan para nabi yang telah hidup di dalam Alam Barzak. Sebab itu dapatlah dipastikan bahwasanya kondisi diri Rasulullah sendiri pun telah dinaikkan demikian tinggi.

"Sehingga beliau pun dapat menemui Nabi-nabi terdahulu dari dia yang telah lama meninggal dunia," katanya.

Prof Dr Hamka mengatakan, perjalanan ini bukanlah mimpi dan bukan khayal, melainkan derajat Maha Tinggi yang dicapai oleh Rasulallah, Utusan Tuhan Yang Utama. 

"Di dekat sidratul Muntaha." (An-Najm ayat 14). 

Nama sidratul Muntaha telah dikenal oleh semua orang Islam yang selalu suka mendengarkan kisah Mi'raj Nabi Muhammad SAW, Meskipun ada penafsir ke bahasa Indonesia yang mencoba memberi arti sidratil Muntaha itu dengan "Pohon teratai yang tinggi' (Tafsir al-Quran karangan al-ustadz Zainuddin Hamidy dan Fakhruddin), namun penulis Tafsir Al-Azhar ini mengikuti cara yang lain, sebagai al-Furqan dari A. Hassan dan al-Quran dan Terjemahannya dari Departemen Agama RI, yaitu memakai Sidratil Muntaha saja.

Karena memakai kembang "teratai" tidaklah begitu sesuai jika dijadikan arti dari Sidrat. Sebab kembang terarai adalah kembang yang tumbuh di dalam kolam berair, yang uratnya tidak sampai ke bawah dan terapung tidak kuat tumbuhnya. 

"Sedang sidratul Muntaha, dengan tidak memakai artinya, telah dapat kita pahami, yaitu tempat paling tinggi,  yang di atasnya tidak ada sesuatu lagi, sebab "al-Muntaha" berarti penghabisan tidak ada yang di atasnya lagi.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement