Selasa 08 Mar 2022 18:38 WIB

Komisaris Tinggi HAM PBB akan Kunjungi Xinjiang

Kunjungan PBB akan dilakukan sekitar Mei 2022.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Petugas polisi meminta masuk ke sebuah masjid di Changji di luar Urumqi, Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang, Cina, Kamis (6/5). Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) PBB Michelle Bachelet mengungkapkan, dia telah mencapai kesepakatan dengan China untuk mengunjungi negara tersebut, termasuk ke Xinjiang.
Foto: REUTERS/Thomas Peter
Petugas polisi meminta masuk ke sebuah masjid di Changji di luar Urumqi, Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang, Cina, Kamis (6/5). Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) PBB Michelle Bachelet mengungkapkan, dia telah mencapai kesepakatan dengan China untuk mengunjungi negara tersebut, termasuk ke Xinjiang.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) PBB Michelle Bachelet mengungkapkan, dia telah mencapai kesepakatan dengan China untuk mengunjungi negara tersebut, termasuk ke Xinjiang. Kunjungan itu diperkirakan terlaksana pada Mei mendatang.

Saat melakukan konferensi video dengan Dewan HAM PBB di Jenewa, Selasa (8/3/2022), Bachelet mengatakan tim pendahulu akan lebih dulu mengunjungi China pada April mendatang. Mereka bakal mempersiapkan kunjungan Bachelet ke sana. Menurut Bachelet, Komisaris Tinggi PBB untuk HAM yang terakhir kali mengunjungi Negeri Tirai Bambu adalah Louise Arbor, yakni pada 2005.

Baca Juga

Bulan lalu, Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan, China mengizinkan dan mempersilakan Bachelet mengunjungi negara tersebut. Namun dia memperingatkan, jika ada hal yang ingin diselidiki, asas praduga tak bersalah tetap harus dikedepankan. “(China) menolak semua jenis bias, prasangka, dan tuduhan yang tidak beralasan,” ujar Wang pada 19 Februari lalu.

Direktur Human Rights Watch untuk China Sophie Richardson mengatakan, dia berharap Bachelet tidak terkecoh oleh Beijing saat melakukan kunjungan tersebut. “Tidak seorang pun, terutama diplomat HAM terkemuka dunia, harus tertipu oleh upaya pemerintah China untuk mengalihkan perhatian dari kejahatannya terhadap kemanusiaan yang menargetkan (etnis) Uighur dan komunitas Turk lainnya,” kata Richardson.

China telah konsisten membantah laporan yang menyebut ada pelanggaran HAM sistematis di Xinjiang, termasuk penahanan lebih dari satu juta masyarakat Uighur. Namun Beijing tak menampik tentang adanya pusat-pusat pendidikan vokasi di sana. 

Pusat itu sengaja didirikan untuk memberi pelatihan keterampilan dan keahlian kepada warga Uighur dan etnis minoritas lainnya. Dengan demikian, mereka dapat bekerja dan angka pengangguran di Xinjiang dapat berkurang. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement