Kamis 10 Mar 2022 10:04 WIB

Inflasi karena Perang Ukraina dapat Picu Protes dan Kerusuhan

Kenaikan harga kebutuhan pokok karena perang Ukraina dapat memicu gejolak sosial.

Rep: Lintar Satria/ Red: Esthi Maharani
Orang-orang melintasi jalan darurat di bawah jembatan yang hancur saat melarikan diri dari kota Irpin dekat Kyiv, Ukraina, Senin, 7 Maret 2022.
Foto: AP/Efrem Lukatsky
Orang-orang melintasi jalan darurat di bawah jembatan yang hancur saat melarikan diri dari kota Irpin dekat Kyiv, Ukraina, Senin, 7 Maret 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kepala ekonom Bank Dunia Carmen Reinhart mengatakan lonjakan harga pangan dan energi yang dipicu invasi Rusia ke Ukraina dapat memperparah masalah ketahanan pangan di Timur Tengah dan Afrika. Menurutnya kenaikan harga kebutuhan pokok dapat memicu gejolak sosial.

Jerman akan menjadi tuan rumah pertemuan virtual menteri-menteri pertanian negara kaya yang tergabung di Group of Seven, Jumat (11/3/2022) besok. Para menteri akan membahas dampak invasi di tengah kekhawatiran mengenai stabilitas pasar pangan.

"Akibatnya akan sangat penting terutama bagi Timur Tengah, bagi Afrika, Afrika Utara, dan sub-Sahara Afrika," kata Reinhart, Kamis (10/3/2022).

Ia mengatakan kawasan-kawasan tersebut sudah mengalami kerawanan pangan. "Saya tidak ingi melodramatis, tapi kerawanan pangan dan kerusuhan tidak terlalu jauh yang menjadi bagian cerita di balik Arab Spring," katanya.

Baca juga : Presiden Ukraina Tegaskan Perang Harus Diakhiri

Reinhart menambahkan kudeta baik yang berhasil maupun tidak telah meningkat dalam dua tahun terakhir. Arab Sping merupakan protes pro-demokrasi di beberapa negara Timur Tengah dan Afrika Utara pada awal 2010 lalu yang diawali Tunisia kemudian menyebar ke lima negara lainnya, Libya, Mesir, Yaman, Suriah dan Bahrain.

Lonjakan harga pangan yang tiba-tiba dapat memicu gejolak sosial seperti yang terjadi pada 2007 dan 2008 kemudian terjadi lagi 2011. Ketika kenaikan harga pangan menjadi salah satu faktor kerusuhan di 40 negara.  

Pada bulan Januari lalu komoditas pertanian sudah naik 35 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Dalam laporannya bulan lalu Bank Dunia memperkirakan invasi Rusia ke Ukraina akan terus mendorong kenaikan harga pasalnya kedua negara tersebut merupakan eksportir gandum, jelai dan minyak bunga matahari.

Para pakar mengatakan kenaikan harga pangan dan energi juga dapat mendorong pembuat kebijakan mengimplementasikan lebih banyak subsidi. Hal ini dapat menambah beban utang negara-negara pendapatan rendah yang sekitar 60 di antaranya sudah terlilit utang.

Baca juga : AS Peringatkan Rusia Mungkin akan Gunakan Senjata Kimia

Bulan lalu Bank Dunia sudah memperingatkan kenaikan harga akan berdampak keras terutama bagi Timur Tengah dan Afrika negara. Mesir mengimpor 80 persen gandumnya dari Ukraina dan Rusia. Mozambik juga importir gandum dan minyak.

Reinhart mengatakan negara-negara Asia Tengah juga menghadapi tantangan ekonomi berat mengingat mereka memiliki hubungan dagang dan ekonomi yang dekat dengan Rusia. Dana Moneter Internasional memperkirakan Rusia akan mengalami resesi tahun ini karena sanksi-sanksi negara Barat.

"Ini memukul mata uang mereka dan sudah ada tanda-tanda penarikan uang dari bank, masalah kepercayaan, ditambah dengan kerawanan pangan dan (penurunan) remitansi," katanya mengenai potensi gelombang pengungsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement