Jumat 18 Mar 2022 12:38 WIB

Meta Digugat Gara-Gara Tampilkan Iklan Aset Kripto Bodong

Iklan menampilkan influencer Australia mempromosikan aset kripto palsu.

Facebook. Meta, perusahaan induk dari Facebook, digugat di Australia.
Foto: EPA
Facebook. Meta, perusahaan induk dari Facebook, digugat di Australia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meta, perusahaan induk dari Facebook, digugat di Australia. Sebabnya, perusahaan yang berfokus pada jejaring sosial itu menayangkan iklan menyesatkan berupa promosi aset kripto palsu.

Gugatan tersebut diajukan oleh Pengawas Kompetisi Australia yang memulai proses hukumnya pada Jumat (18/3/2022) ini."Meta dinilai mengetahui bahwa ada iklan penipuan untuk aset kripto dengan kedok endorsment pada selebriti di Facebook, namun mereka tidak mengambil langkah yang cukup untuk mengatasi masalah ini," ujar Komisi Persaingan dan Konsumen Australia (ACCC) seperti dikutip dari Reuters.

Baca Juga

Iklan yang muncul di Facebook itu menampilkan beberapa pesohor Australia yang terkemuka. Pesohor itu diketahui mempromosikan investasi aset kripto namun dengan iming-iming menghasilkan uang yang tetap.

Regulator pun menilai hal itu merupakan sebuah penipuan yang dapat berpotensi menyesatkan masyarakat di Negeri Kangguru itu. Regulator sedang mencari deklarasi, perintah, hukuman, biaya dan perintah lainnya.

"Meta meyakinkan penggunanya bahwa layanan mereka dapat mendeteksi dan mencegah spam. Mereka bahkan mempromosikan keamanan di Facebook, tetapi gagal mencegah publikasi iklan penipuan aset kripto dengan dukungan selebriti serupa lainnya," ujar Ketua ACCC Rod Sims.

Hal yang bermasalah dari iklan tersebut adalah ketika pengguna masuk ke lama iklan tersebut, pengguna akan diarahkan melihat artikel seolah-olah buatan media terpercaya. Padahal hal itu tidak benar dan justru berisi kutipan dari para selebriti yang terkesan mendukung investasi bodong itu.

Jika pengguna tidak waspada, maka besar kemungkinan pengguna tersebut melanjutkan ke instruksi yang ditaruh di situs web tersebut dan akhirnya mendaftar dengan menyetor sejumlah dana sehingga akhirnya berujung terjebak skema penipuan.

"Kami menduga bahwa teknologi Meta memungkinkan iklan ini ditargetkan ke pengguna yang paling mungkin terlibat dengan iklan tersebut," kata Rod Sims.

 

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement