Sabtu 19 Mar 2022 18:43 WIB

Dua Cara Penentuan Masuknya Bulan Ramadhan

Ada dua cara penentuan masuknya bulan Ramadhan.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Agung Sasongko
Petugas meneropong posisi hilal saat kegiatan rukyat hilal di IAIN Madura, Pamekasan, Jawa Timur, Selasa (21/7/2020). Rukyat hilal untuk menentukan awal Dzulhijjah 1441 H itu diikuti Santti Pesantren Bata-Bata, Badan Hisab Rukyat (BHR) dan Civitas Akademik Universitas Islam Madura (UIM). ANTARA FOTO/Saiful Bahri/aww.
Foto: ANTARA/Saiful Bahri
Petugas meneropong posisi hilal saat kegiatan rukyat hilal di IAIN Madura, Pamekasan, Jawa Timur, Selasa (21/7/2020). Rukyat hilal untuk menentukan awal Dzulhijjah 1441 H itu diikuti Santti Pesantren Bata-Bata, Badan Hisab Rukyat (BHR) dan Civitas Akademik Universitas Islam Madura (UIM). ANTARA FOTO/Saiful Bahri/aww.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Ada dua metode penentuan masuknya bulan Ramadhan, yakni dengan metode hisab (perhitunan hilal secara matematis dan astronomis) dan cara rukyat hilal (aktivitas mengamati visibilitas hilal).

Syekh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam kitab Minhajul Muslim menjelaskan bahwa cara hisab bisa dilakukan dengan menggenapkan bilangan bulan sebelumnya yaitu Syaban. Jika bulan Syaban telah sempurna selama 30 hari. Maka hari ke-31 adalah hari pertama bulan Ramadhan secara pasti.

Baca Juga

Sedangkan dengan metode rukyat, jika hilal terlihat pada malam ke-30 dari bulan Syaban, maka hitungan telah masuk pada bulan Ramadhan dan puasa pada saat itu telah wajib dilaksanakan. Sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-baqarah ayat 185, “Faman syahida minkumussyahra falyasumhu,”. Yang artinya, “Karena itu, barang siapa di antara kalian menyaksikan bulan tersebut, maka hendakah ia berpuasa pada bulan itu,”.

Adapun kepastian mengenai telah terlihatnya hilal cukup dengan kesaksian satu orang atau dua orang yang adil. Sebab Rasulullah SAW membolehkan kesaksian satu orang atas terlihatnya hilal bulan Ramadhan.

Sedangkan rukyat hilal untuk bulan Syawal untuk mengakhiri puasa tidak dapat ditetapkan kecuali dengan kesaksian dua orang yang adil. Sebab Rasulullah SAW tidak membolehkan kesaksian satu orang melalui rukyat hilal untuk menentukan bulan Syawal.

Dijelaskan pula bahwa orang telah melihat hilal Ramadhan maka ia wajib berpuasa meskipun kesaksiannya tidak diterima. Tetapi orang yang melihat hilal Syawal dan kesaksiannya tidak diterima, maka ia tidak boleh mengakhiri puasanya.

Hal ini sebagaimana sabda Nabi, “As-shaumu yauma tashumuna wal-fithru yauma tufthiruna wal-adhaa yauma tudhahuna,”. Yang artinya, “Puasa ialah hari pada saat kalian berpuasa, Al-Fithr (Idul Fitri) adalah hari pada saat kalian berbuka, dan Al-Adha (Idul Adha) adalah hari pada saat kalian berkurban,”.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement