Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Zahra Rahmatullaily

Penguatan Sektor Keuangan Syariah melalui Digitalisasi Perbankan Syariah

Bisnis | Sunday, 27 Mar 2022, 19:43 WIB
source: unsplash.com

Bank syariah merupakan bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah islam. Prinsip syariah Islam yang dimaksud mencakup prinsip keadilan dan keseimbangan ('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme (alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram, sebagaimana yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia.

Salah satu strategi yang dilakukan bank syariah agar bisa tetap eksis di era yang serba digital ini adalah dengan adanya digital banking. Digital banking mencakup perubahan proses bisnis yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas dan efisiensi layanan pada nasabah. Digitalisasi dipandang bisa menjadi jalan keluar untuk mendobrak stagnansi keuangan syariah.

Penerapan digital banking pada Bank Syariah Indonesia dibuktikan dengan adanya BSI Mobile. Fitur dan layanan yang ditawarkan dalam BSI Mobile sangat beragam seperti pembayaran, transfer, pembelian, tabungan emas, gadai emas, pembayaran ZISWAF, dan pembeli hewan qurban. Selain itu, pengguna BSI Mobile dapat mengecek waktu sholat dan lokasi masjid terdekat.

Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengungkapkan akselerasi digital yang ditempuh BSI menjadi salah satu fokus dalam memacu bisnis. Hal ini tercermin dari transaksi kumulatif BSI Mobile yang mencapai 74,24 juta transaksi atau tumbuh 133 persen secara tahunan (yoy). Hal lain juga ditunjukkan dengan kenaikan transaksi melalui e-channel pada September 2021 yang mencapai 162,40 juta transaksi atau 95 persen transaksi di BSI sudah menggunakan e-Channel.

Dilansir dari Finansial Bisnis.com, setidaknya ada empat strategi digitalisasi yang bisa dilakukan bank syariah:

Pertama, target konsumen yang lebih tajam. Selama ini strategi model bisnis bank syariah cenderung one size fits all. Resources terbatas sehingga akhirnya kurang berkembang. Bank syariah bisa mengadopsi model challenger bank atau fintech yang fokus pada segmen tertentu yang belum terlayani oleh bank pada umumnya. Segmen jasa pembayaran bisa menjadi pembuka. Ia bisa berkolaborasi dengan pelaku yang sudah terbiasa dengan pembayaran digital, baik payment gateway maupun aplikasi point of sales (POS). Dua pelaku ini merupakan pihak yang memiliki banyak data transaksi konsumen.

Kedua, optimalkan ekosistem ekonomi syariah. Pendekatan ekosistem bisa dimulai dengan ekosistem pesantren sebagai basis konsumen potensial, baik dari sisi sumber dana, potensi transaksi dan data pembayaran, serta penyaluran pembiayaan.

Ketiga, eksplorasi kanal media sosial. Menurut We Are Social, terdapat 170 juta pengguna aktif media sosial di Indonesia. Setidaknya, mereka menghabiskan waktu rata-rata 3 jam 41 menit per hari. Fenomena ini membuat media sosial tidak hanya sebagai media komunikasi tetapi juga berniaga dan mengumpulkan data.

Keempat, model bisnis kolaboratif. Sinergi dengan pihak lain menjadi pilihan ketika sumber daya teknologi informasi maupun SDM terbatas. Kolaborasi bisa dilakukan dengan pihak yang memiliki jaringan sektor riil, baik offline maupun online, pihak yang memiliki kapabilitas teknologi, maupun dengan sharing infrastructure. Bank syariah bisa mengadaptasi cara perusahaan teknologi dalam perluasan skala usaha.

Dengan adanya digitalisasi banking nasabah mudah dalam melakukan akses data layanan perbankan dan bisa melakukan transaksi kapanpun dan dimanapun. Kemudian, bank bisa menghemat biaya operasional dan pemasaran bank. Kekuatan lain dari digital banking ini yakni lebih dapat dikenal oleh masyarakat dengan kolaborasi bersama penyedia jasa teknologi finansial lainnya.

Melalui digitalisasi perbankan syariah diharapkan dapat mempermudah dan memberikan kenyamanan bagi pengguna dalam mengakses layanan perbankan syariah sehingga perbankan syariah bisa tumbuh lebih besar lagi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image