Kamis 31 Mar 2022 23:50 WIB

FDEP Serahkan Petisi Dukungan untuk Pengungsi Afghanistan dan Bangsa Lainnya ke UNHCR

Sebagian negara disebut secara terbuka menolak pengungsi Afghanistan.

Pengungsi asal Afghanistan berunjuk rasa di depan kantor Imigrasi Kelas I Khusus Batam, Kepulauan Riau, Rabu (23/2/2022). Mereka menuntut kejelasan mengenai keberangkatan ke negara rujukan karena sudah tinggal selama lebih dari 10 tahun di pengungsian.
Foto: ANTARA/Teguh Prihatna
Pengungsi asal Afghanistan berunjuk rasa di depan kantor Imigrasi Kelas I Khusus Batam, Kepulauan Riau, Rabu (23/2/2022). Mereka menuntut kejelasan mengenai keberangkatan ke negara rujukan karena sudah tinggal selama lebih dari 10 tahun di pengungsian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Tinggi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pengungsi mencatat setidaknya 6,1 juta warga Afghanistan menjadi pengungsi atau kehilangan tempat tinggal. Perang selama hampir 50 tahun terakhir menjadi penyebab utama jutaan orang Afghanistan mengungsi. 

Ironisnya, aset bangsa miskin itu kini dikuasai secara sepihak oleh sejumlah negara kaya.

Baca Juga

Solidaritas Indonesia untuk Pengungsi Afghanistan prihatin karena ada ribuan orang Afghanistan berada di Indonesia. Mayoritas berstatus pendatang ilegal dan terlunta karena belum mendapat status pengungsi. 

"Mereka menunggu bertahun-tahun untuk diterima mengungsi di negara lain," kata Direktur Eksekutif Forum Diskusi Ekonomi Politik (FDEP) Susetyo Raharjo di Jakarta, Kamis (31/3/2022).

Bersama berbagai pihak dari beragam provinsi, FDEP menyerahkan petisi dukungan untuk pengungsi Afghanistan juga bangsa lain kepada UNHCR. "Bangsa Afghanistan, Bosnia, Irak, Suriah, Libya, Yaman, dan kini Ukraina adalah sebagian negara yang menderita karena perang. Jutaan orang terusir dari rumahnya dan terluntas di mana-mana gara-gara perang. Tidak ada yang mau menjadi pengungsi. Semua mau hidup tenang dan damai di kampung halaman masing-masing. Sayangnya, jutaan orang Afghanistan, Bosnia, Irak, Suriah, Libya, Yaman dan kini Ukraina tidak punya kesempatan itu. Mereka terusir karena perang," kata Susetyo.

Sayangnya, klaim dia, para korban perang diperlakukan secara berbeda. Dalam sebulan terakhir, ada diskriminasi terhadap pengungsi. Pengungsi Ukraina segera diterima dengan tangan terbuka oleh bangsa-bangsa Eropa dan Amerika. Berbagai dukungan segera diberikan Eropa dan Amerika kepada pengungsi Ukraina. Hal yang memang seharusnya dilakukan terhadap korban perang.

"Namun, sedih sekali mengetahui Eropa dan Amerika melakukan yang sebaliknya terhadap para pengungsi dari negara lain. Bahkan, hingga pertengahan Februari 2022, bangsa-bangsa Eropa dan Amerika berusaha keras menolak pengungsi. Pagar perbatasan berbiaya triliunan rupiah dibangun untuk menghambat pengungsi," kata dia.

Di antara yang ditolak adalah pengungsi Afghanistan, orang-orang yang negaranya dihancurkan perang selama setengah abad terakhir. Sebagian negara secara terbuka menolak pengungsi Afghanistan. Bahkan, menurut dia, ada negara yang membayar negara lain untuk mencegah arus pengungsi Afghanistan.

Seolah penderitaannya belum cukup buruk, orang Afghanistan juga semakin sengsara dengan keputusan berbagai negara menyita aset Afghanistan. Keputusan Amerika Serikat menahan hampir 10 miliar dollar AS dana bank sentral Afghanistan adalah salah satunya. 

"AS mengumumkan menyita 3,5 miliar dollar AS dari dana milik bangsa miskin itu. AS mau dana itu juga dipakai memberi ganti rugi kepada keluarga korban peristiwa 11 September 2001. Keputusan itu sama saja menghukum jutaan orang Afghanistan yang tidak bersalah dan tidak ada hubungan dengan 9/11," kata dia.

Direktur Eksekutif Lokataru Iwan Nurdin yang ikut menandatangani petisi itu mengatakan, seharusnya, seluruh dana milik Afghanistan yang dibekukan berbagai negara segera diserahkan kepada rakyat Afghanistan. Dana itu seharusnya bisa membiayai pemberdayaan perempuan, pendidikan anak, pengentasan kemiskinan, dan penyediaan pangan di Afghanistan. Dana itu seharusnya diberikan kepada warga Afghanistan yang terlunta karena perang. 

"Karena itu, Solidaritas Indonesia untuk Pengungsi Afghanistan mendesak hentikan diskriminasi. Beri perlakuan dan penerimaan setara untuk semua pengungsi. Kami mendesak hentikan perampasan aset bangsa Afghanistan. Kembalikan aset itu untuk membiayai pemberdayaan perempuan, pendidikan anak, pengentasan kemiskinan, dan penyediaan pangan di Afghanistan. Dana itu seharusnya diberikan kepada warga Afghanistan yang terlunta karena perang. Kami meminta segera terima dan tempatkan pengungsi Afghanistan di Eropa dan Amerika yang kini dengan mudah menerima pengungsi Ukraina," kata dia.

Dikutip dari Antara, pada konferensi pers beberapa waktu lalu yang diikuti oleh beberapa pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Penjabat perdana menteri pemerintah Taliban Afghanistan, Mullah Hasan Akhund dan para pejabat pemerintah Taliban lainnya meminta agar berbagai larangan dilonggarkan supaya dana bisa mengalir masuk ke Afghanistan.

Taliban menyalahkan aksi membekukan dana sebagai biang keladi krisis ekonomi yang semakin buruk.

"Bantuan jangka pendek bukan solusi; kami harus berupaya mencari cara untuk mengatasi berbagai permasalahan secara fundamental," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement