Kamis 07 Apr 2022 13:03 WIB

Menko PMK: Reog ke UNESCO, Semua Syarat Sudah Terpenuhi

Tercatat pada 18 Februari 2022, Reog Ponorogo sudah diusulkan langsung ke Unesco.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andi Nur Aminah
Penari reog menghibur penonton. Saat ini pemerintah tengah mengajukan agar reog bisa mendapat pengakuan dari Unesco sebagai warisan budaya tak benda milik Indonesia (ilustrasi)
Foto: Antara/Siswowidodo
Penari reog menghibur penonton. Saat ini pemerintah tengah mengajukan agar reog bisa mendapat pengakuan dari Unesco sebagai warisan budaya tak benda milik Indonesia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy berusaha untuk mempercepat dan memastikan Reog agar segera diakui sebagai warisan budaya tak benda Indonesia di tingkat Unesco. Tercatat pada 18 Februari 2022, Reog Ponorogo sudah diusulkan langsung ke Unesco.

“Kalau di Indonesia kan Reog Ponorogo sudah lama diakui sebagai warisan budaya tak benda sejak tahun 2013. Selama kurun waktu 4 tahun berjalan pemerintah sudah melengkapi dan menyempurnakan semua persyaratan untuk diusulkan ke Unesco,” ungkapnya dalam keterangan, Kamis (7/4/2022).

Baca Juga

“Mudah-mudahan tidak ada kendala karena dalam persyaratan yang ditetapkan oleh UNESCO sudah sangat dipenuhi (kriterianya) oleh Reog,” lanjut Muhadjir. 

Mengenai proses yang cukup panjang, Menko PMK mengatakan hal tersebut karena banyaknya jumlah budaya Indonesia yang diusulkan ke Unesco, sementara pihak Unesco membatasi hal tersebut. “Tidak boleh banyak-banyak karena di protes oleh negara lain. Unesco juga kerepotan sekali menerima pengajuan dari Indonesia yang begitu banyak,” tandasnya.

Salah satu ketua Unesco, kata Muhadjir, pernah berkomentar bahwa dalam hal ekonomi dan militer, Negara Amerika-lah yang menjadi super powernya. Sementara super power budaya adalah Indonesia.

Nah salah satunya adalah Reog ini, yang juga kita kerjakan melalui Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, dimana ada persyaratan dan pembimbingan agar dari pihak stakeholder dalam hal ini masyarakat, komunitas, Pemerintah Ponorogo maupun Jatim betul-betul bisa menyiapkan dengan baik sehingga ketika di usulkan ke Unesco itu tidak terkendala,” jelas Muhadjir.

Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu mengungkapkan, dia belum mengecek lebih jauh klaim Malaysia atas Reog Ponorogo. Menurutnya, mengklaim suatu budaya sebetulnya tidak salah, artinya masing-masing negara boleh mengajukan. “Misalnya kita punya kulintang yang kita usulkan Unesco, itu Negara Filipina juga melakukan klaim itu,” ujar Menko PMK.

Adapun dalam kaitannya dengan Reog, Menko PMK menyebut, bukti sejarah atau legenda dan tradisi yang sudah mengakar merupakan bukti konkrit bahwa Reog adalah seni yang berasal dari wilayah Jawa Timur bagian barat khususnya Ponorogo. “Maka memang tidak akan ada ruangan untuk negara tertentu untuk bisa mengklaim bahwa dia juga memiliki kedekatan dengan budaya Reog ini. Itu yang akan kita lakukan,” tegasnya.

Menko PMK menambahkan, masyarakat bersama dengan pemerintah harus mulai intensif mendata dan menginventarisir berbagai macam karya budaya, baik itu yang benda maupun tak benda. Muhadir mengungkapkan, adanya perhatian terhadap masalah budaya di Indonesia baru dimulai sejak 2017 dengan disahkannya UU No 5 tahun 2017.

“Jadi memang kita baru memiliki payung hukum yang kokoh itu baru beberapa tahun lalu, kira-kira lima tahun yang lalu. Dan itu kemudian kita menjadi memiliki kekuatan bukan hanya hukum tapi juga misalnya dana. Sekarang ini kan ada dana abadi kebudayaan yang akan kita himpun bersama dengan dana abadi pendidikan,” kata dia.

Baca juga : Ini Nama Lima Nama Baru Provinsi Papua yang Disepakati DPR

Nantinya, lanjutnya, dana tersebut akan digunakan untuk mendorong upaya pemerintah dalam memajukan kebudayaan nasional. Tentunya dengan menggali berbagai macam nilai-nilai yang masih banyak mengendap di ruang kesadaran komunitas masing-masing.

Terakhir, Muhadjir menilai, suatu budaya tidak harus konfrontatif. Bisa saja suatu budaya diklaim oleh beberapa negara kalau memang karya budaya itu sudah menyebar dan faktor penyebaran penduduk yang membawa nilai dari budaya tak benda.

“Misalnya Kolintang, itu kita harus berurusan dengan Filipina karena dua-duanya mengusulkan ke Unesco. Tidak harus kok budaya tak benda hanya diklaim oleh satu negara,” tutur beliau.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement